Lima Fakta Krisis Utang Evergrande yang Disebut Mirip Lehman Brothers

Yuliawati
Oleh Yuliawati
23 September 2021, 12:45
Evergrande, Cina, Properti
123rf.com
Gedung Evergrande

Perusahaan raksasa properti Cina Evergrande mendapat sorotan karena kesulitan membayar bunga atas beberapa pinjaman bank. Kasus Evergrande ini mengingatkan akan skandal Lehman Brothers, bank investasi di Amerika Serikat yang memicu krisis keuangan global 2008.

Evergrande kesulitan membayar utang jumbo yang jatuh tempo pada Kamis pekan ini. Evergrande harus membayar bunga obligasi sebesar US$ 83,5 juta atau lebih Rp 1,2 triliun. Ada pula pembayaran bunga surat utang senilai US$ 47,5 juta atau sekitar Rp 676 miliar. Kedua obligasi akan gagal bayar apabila Evergrande tidak melunasinya dalam waktu 30 hari.

Advertisement

Dua lembaga pemeringkat kredit yakni Fitch dan Moody's menurunkan peringkat kredit Evergrande, dengan alasan masalah likuiditas. "Kami melihat kemungkinan default," tulis Fitch, beberapa waktu lalu.

 Saham Evergrande yang terdaftar di Hong Kong telah runtuh lebih dari 80% pada tahun ini. Bursa Efek Shanghai juga telah menghentikan perdagangan obligasi Evergrande yang jatuh tempo Mei 2023 setelah anjlok lebih dari 30%.

Berikut lima hal yang perlu diketahui tentang krisis yang membelit Evergrande:

1. Ekspansi Jor-joran Pendiri Evergrande

China Evergrande didirikan pada 1997 oleh Hui Ka Yan atau Xu Jiayin dengan nama Hengda. Hingga kini Evergrande merupakan grup properti dengan penjualan terbesar kedua di Tiongkok. Perusahaan ini juga masuk dalam Global 500 atau daftar perusahaan dengan pendapatan terbesar di dunia.

Evergrande berkantor pusat di Shenzhen, Tiongkok bagian selatan, dekat dengan Hong Kong. Evergrande menjual apartemen untuk kelas menengah ke atas dengan proyek properti tersebar di lebih dari 280 kota.

Perusahaan telah menyelesaikan hampir 1.300 proyek komersial, perumahan, dan infrastruktur, dan menyebut telah mempekerjakan 200.000 orang. Secara tidak langsung perusahaan membantu mempertahankan lebih dari 3,8 juta pekerjaan setiap tahun.

Selain bisnis perumahan, Hui berinvestasi dalam bisnis olahraga, taman hiburan dan kendaraan listrik. Dia juga memiliki bisnis makanan dan minuman, menjual air minum kemasan, bahan makanan, produk susu, dan barang-barang lainnya di seluruh Cina.

Pada 2010, Evergrande juga membeli tim sepak bola, yang sekarang dikenal sebagai Guangzhou Evergrande. Tim membangun sekolah sepak bola dan juga stadion terbesar di dunia berkapasitas 100.000 penonton dengan biaya US$1,7 miliar.

Stadion ini berdesain unik dengan konstruksi bunga lotus di sekujur bangunan yang terinspirasi dari julukan kota Guangzhou sebagai “kota bunga.” Kandang Guangzhou Evergrande yang rencananya mulai digunakan akhir 2022.

2. Berbisnis Mengandalkan Utang

Pendiri Evergrande Hui pernah dinobatkan sebagai orang terkaya di Asia pada empat tahun lalu dengan kekayaan bersihnya mencapai US$ 45,3 miliar.  Pada Maret tahun lalu, Forbes menempatkan Hui sebagai miliarder terkaya ketiga di Tiongkok, tetapi pada Desember, posisinya jatuh ke nomor sepuluh.

Hui dikenal sebagai ‘raja utang Tiongkok’. Dalam beberapa tahun terakhir, Evergrande menggelembungkan utang untuk membiayai berbagai kegiatannya.

Grup ini mendapatkan reputasi buruk karena menjadi pengembang Cina yang paling banyak utang dengan kewajiban senilai lebih dari US$ 300 miliar atau setara Rp 2.437 triliun. Angkanya tidak jauh dari produk domestik bruto (PDB) Filipina 2020 yang sekitar US$ 361,5 miliar, menurut data Bank Dunia.

Ambisi agresif perusahaan yang membuatnya terjerumus. Direktur Unit Intelijen Ekonomi China Mattie Bekink mengatakan Evergrande menyimpang jauh dari bisnis intinya. "Kisah Evergrande adalah kisah tentang tantangan yang mendalam [dan] struktural terhadap ekonomi Cina terkait dengan utang," kata Bekink dikutip dari CNN.

Evergrande mulai mengalami masalah setelah Beijing memperketat peraturan untuk mengendalikan utang pengembang properti besar, mulai Agustus 2020.

Beijing mendorong perusahaan mengendalikan utang yang terlalu banyak dan mengurangi spekulasi. Tahun lalu, banyak perusahaan milik negara Cina yang gagal membayar pinjaman.

Kepala Ekonom Asia Capital Economics, Mark Williams, mengatakan bahwa keruntuhan Evergrande akan menjadi ujian terbesar yang dihadapi sistem keuangan Cina selama bertahun-tahun. "Akar masalah Evergrande - dan masalah pengembang lain yang sangat berpengaruh - adalah bahwa permintaan properti residensial di Cina memasuki era penurunan berkelanjutan," tulisnya.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement