“Transparansi Tekan Pemburu Rente dan Politik Uang”

Jeany Hartriani
12 Juni 2017, 11:05
Faisal Basri KATADATA|Agung Samosir
Faisal Basri KATADATA|Agung Samosir

Berbagai persoalan masih membelit pengelolaan industri ekstraktif atau pertambangan di Indonesia. Mulai dari rendahnya ketaatan pembayaran pajak hingga pemburu rente yang berkeliaran. Maka, inisiatif transparansi melalui Extractive Industries Transparency Initiative (EITI) yang diadopsi sejak 2010 diharapkan menjadi solusi persoalan tersebut. Dibukanya data pembayaran perusahaan ke negara serta penerimaan pemerintah dari industri akan menghindari praktek rente hingga mendorong pembenahan regulasi.

Namun, upaya mendorong transparansi ekstraktif di Indonesia masih berjalan lambat. Mantan Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas Faisal Basri menyatakan, perlu kepemimpinan yang kuat untuk mendorong skema EITI berjalan. Hal itu disebabkan inisiatif transparansi melibatkan berbagai pihak dan kementerian. “Presiden Jokowi harus diingatkan. Jadi tidak berhenti di level menteri koordinator saja,” ujar Faisal, anggota perwakilan masyarakat sipil di Tim Pelaksana pada awal pembentukan EITI Indonesia.

Keterlibatan lembaga swadaya masyarakat (LSM) juga merupakan faktor penting dalam mewujudkan transparansi di industri ekstraktif. Saat ditemui Katadata di Jakarta, pertengahan Mei lalu, Faisal menyebutkan partisipasi LSM di EITI dapat mendorong masyarakat umum lebih selektif dan tidak memilih partai yang mendapat pembiayaan dari pemburu rente tambang. “Jadi kita dari bawah membangkitkan rasa keterancaman masyarakat mengenai dampak kalau transparansi ini tidak ditegakkan,” ujarnya.

Apa permasalahan utama dalam mewujudkan transparansi?

Banyak permasalahan di industri ekstraktif, seperti pemburuan rente di sektor migas. Hal ini terjadi karena kurangnya transparansi. Ibaratnya tempat gelap, semakin banyak setannya.

Jadi kegelapan atau ketidaktransparanan itu sengaja diciptakan untuk berburu rente?

Saya tidak bilang sengaja diciptakan. Kalau tidak transparan kan gelap, setan suka di sana. Itu istiah saya waktu di Tim Tata Kelola Migas. Sama seperti akuarium kotor, kita tidak tahu ada ikan piranha memangsa ikan-ikan lain. Makanya harus kita kuras.

Apa yang harus dilakukan pemerintah untuk membersihkan “akuarium” ini?

Perusahaan kurang kooperatif karena belum ada tindakan, mereka cenderung dibiarkan. Itu gunanya lembaga multi stakeholder seperti EITI ini. Ada pemerintah lintas kementerian, ada civil society, akademisi, ada bisnisnya juga. Pihak industri senang kok dengan transparansi.

Selain untuk kepentingan industri, apa dampak tranparansi bagi Indonesia secara luas?

Transparansi penting karena dapat memperbaiki kehidupan berbangsa dan bernegara. Industri ekstraktif yang tidak transparan melahirkan para pemburu rente. Untuk tetap bertahan, para pemburu rente ini rela membayar politisi, sehingga kontes politik diwarnai oleh permainan uang. Akibatnya, orang baik yang tidak punya duit makin tersingkir. Manfaat lain yang juga penting, tentu saja untuk meningkatkan tax ratio karena pembuktian menjadi gampang.

Terkait regulasi, apa manfaat yang bisa didapat Indonesia dari penerapan EITI?

Temuan EITI bisa jadi masukan untuk membenahi regulasi yang bermasalah bahkan membuat regulasi baru. Jadi ada masukan untuk mendorong perbaikan.

Soal kepatuhan, industri minerba cenderung lebih buruk dibanding migas.  Bagaimana ini bisa terjadi?

Industri minerba itu pelakunya ribuan, sedangkan migas lebih sedikit. Selain itu pengelolaannya juga sudah jauh lebih bagus karena menggunakan standar dunia. Perusahaan-perusahaan migas besar juga sudah ikut EITI di negara lain. Jadi bagi mereka tidak masalah sama sekali terlibat aktif di EITI Indonesia, tidak ada penolakan.

Jadi, perusahaan itu sebenarnya merasakan manfaat EITI?

Halaman:
Reporter: Jeany Hartriani
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...