Kini kita hidup di waktu yang tak punya batas musim yang jelas. Perubahan iklim membuat kabur musim hujan dan kemarau. Bahkan hujan seringkali datang dengan intensitas lebih tinggi tanpa kenal waktu, menyebabkan banjir di sana sini. Banjir bisa datang dengan tiba-tiba dan kuantitas yang tinggi, sehingga dampaknya lebih berbahaya dan merusak.
“Perubahan iklim berpotensi memperparah dampak negatif banjir melalui perubahan pola cuaca menjadi ekstrem dan meningkatnya intensitas hujan,” kata Aisha Marzuki, Head of Exploration, Accelerator Lab United Nations Development Programme (UNDP) Indonesia kepada Katadata pada 21 Maret 2023.
Sementara tahun demi tahun manusia tampak tak berbenah diri. Hutan-hutan tetap digunduli, tata ruang kota tak pernah diperbaiki. Danau dan situ sebagai penampung air beralih fungsi atas nama pembangunan, atau tertutup berganti dengan daratan karena terus mengalami penyusutan.
“Ini termasuk penyebab banjir lain, seperti perubahan tata guna lahan, isu sampah, pembangunan skala masif, kapabilitas infrastruktur yang perlu ditingkatkan," lanjutnya.
Padahal mempertahankan atau memperbaiki bentuk danau merupakan jalan keluar paling rasional untuk mitigasi banjir. Terutama di area-area minim lahan serapan seperti perkotaan. Danau punya fungsi sebagai kantong air untuk menampung air hujan yang terjebak di jalanan berbeton dan tanah tak berpori.
Namun sayang, Jakarta, kota yang langganan banjir–juga kota-kota kecil penopangnya–justru kurang memaksimalkan fungsi danau dan situ.
Fakta ini tercermin dalam laporan pemetaan situ oleh UNDP yang bekerja sama dengan Perkumpulan OpenStreetMap Indonesia (POI) pada periode 11-24 April 2022.
Mereka berhasil mengidentifikasi 170 danau alami dan buatan di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur (Jabodetabekpunjur). Terdapat 156 situ yang badan airnya masih relatif baik, paling banyak berada di daerah Bogor yakni 88 dari 103 situ.
Tapi dari jumlah tersebut hanya 43 situ yang punya potensi pengurangan limpasan permukaan penyebab banjir.
“Situ yang badan airnya baik belum terlalu dimanfaatkan untuk mitigasi banjir. Ada yang dimanfaatkan sebagai tempat penampungan air, namun mayoritas untuk kegiatan sehari-hari warga sekitar,” jelas Aisha.
Sebanyak 14 situ mengalami alih fungsi lahan total.
Situ Sukasari atau Rancasaat di Desa Sukasari, Rumpin, Kabupaten Bogor misalnya, sudah mengering dan berubah menjadi perkebunan kelapa. Sebagian juga berisi semak belukar. Kemudian ada juga Situ Bunder di Cimanggis, Depok yang beralih fungsi menjadi bangunan.
Situ yang beralih fungsi tersebar di daerah Bogor, Tangerang, Tangerang Selatan, Depok, dan Jakarta Selatan. Paling banyak berada di Bogor sejumlah empat situ, dan di Depok sebanyak tiga situ.
“Rata-rata berubah menjadi lahan perkebunan masyarakat sekitar,” terang Aisha.
Perempuan Pengelola Danau Berkelanjutan
Pemetaan situ Jabodetabekpunjur bisa dikatakan singkat, karena berlangsung hanya dalam rentang 11-24 April 2022. Tim pemetaan memakai aplikasi digital Ushahidi dan Mapillary.
Ushahidi dipakai untuk mengumpulkan informasi tentang aspek fisik danau kota. Sementara Mapillary guna mengumpulkan foto daerah tersebut. Tim pemetaan memutuskan memakai dua aplikasi ini untuk mencocokkan kembali data dalam pemetaan sebelumnya.
“Kami menggunakan aplikasi sumber terbuka untuk memastikan transparansi dan akses informasi bagi publik,” kata Aisha.
Tim menemukan informasi paling penting soal mitigasi banjir, sekitar 24% dari seluruh danau yang dipetakan, terjadi banjir kira-kira dua kali setahun. Tim pemetaan mengambil kesimpulan deduktif dari hasil wawancara dan pengumpulan informasi, bahwa pengelola danau punya peran penting mengurangi banjir jika membersihkan jalur air secara rutin.
Mereka yang lebih rajin merupakan pengelola bergender perempuan. “Pengelola danau perempuan menempuh upaya ekstra membersihkan danau dan melakukan penggalangan dana untuk pembersihan danau.”
Namun kenyataannya mayoritas pengelola danau adalah laki-laki, meski bukti lapangan menunjukkan danau-danau yang pengelolaannya diinisiasi perempuan punya bentuk fisik yang lebih terawat.
Dari 170 danau yang terpetakan, sebanyak 103 danau sudah dikelola oleh pemerintah. Pemerintah daerah berencana menggunakan data untuk pengelolaan danau di masa depan.
Informasi kondisi fisik danau dan sekitarnya, seperti struktur lubang air masuk (inlet) dan lubang air keluar bila tube telah penuh (outlet) untuk mengendalikan aliran air, akan meningkatkan data untuk mengidentifikasi kemampuan danau dalam menyimpan air saat banjir.
Data-data tersebut tak hanya untuk mitigasi banjir, melakukan penyelamatan dan pengamanan situ, dan menyusun protokol pengelolaan situ berkelanjutan. Namun juga digunakan untuk perencanaan situ-situ yang potensial sebagai objek wisata atau sebagai sumber air bersih.
Dalam melakukan pemetaan, tim memakai prinsip “citizen science”. Mereka bekerja sama dengan masyarakat untuk mendapat informasi soal keadaan terkini danau, termasuk bentuk fisik dan alih fungsinya. Masyarakat yang terlibat mendapat pelatihan input data selama dua hari.
Sebanyak 12 tim survei menyebar ke 12 wilayah di Jabodetabekpunjur. Mereka mengumpulkan data kondisi fisik, sosial, dan ekonomi di sekitar situ. Butuh waktu 1-2 jam di setiap situ untuk mendapat data fisik dan wawancara pengelola serta warga di sekitar.
Selanjutnya tim OpenStreetMap Indonesia memverifikasi data dan temuan lapangan. “Kami juga menggabungkan data kualitatif dengan citra satelit, dan gambar lapangan untuk menghasilkan hasil yang lebih teliti,” pungkas Aisha.
Editor: Aditya Widya Putri