Kementerian ESDM Targetkan Tiga Smelter Nikel Beroperasi Tahun Ini

ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman
Deputi GM Unit Bisnis Pertambangan Nikel (UBPN) Sultra PT Aneka Tambang (ANTAM) Nilus Rahmat (kiri) didampingi VP CSR Kamsi (kanan) memeriksa biji feronikel siap ekspor di Pelabuhan Pomala, Kolaka, Sultra, Selasa (8/5). Realisasi penjualan feronikel tahun 2017 mencapai 21.812 ton dan pertumbuhan penjualan tahun 2018 ditarget sebesar 26 ribu ton.
Editor: Ekarina
8/7/2019, 20.31 WIB

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan tiga pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) nikel bisa beroperasi tahun ini. Smelter ini masing-masing dimiliki oleh PT Aneka Tambang Tbk (Antam), PT Bintang Smelter Indonesia, dan PT Wanatiara Persada.

Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yunus Saefulhak mengatakan smelter Antam sebenarnya ditargetkan beroperasi Juli 2019. Namun, karena terkendala pasokan listrik dari pembangkit, jadwal operasionalnya mundur ke Agustus 2019.

Smelter Antam memiliki kapasitas pemprosesan satu juta ton bijih (ore) nikel menjadi feronikel. Pabrik tersebut terletak di Tanjung Buli, Halmahera Timur. "Beroperasinya mundur karena source power," kata dia, di Jakarta, Senin (8/7).

Pabrik pengolah berikutnya yaitu milik PT Wanatiara Persada yang ditargetkan beroperasi pada Agustus 2019. Smelter ini memiliki kapasitas dua juta ton nikel per tahun untuk  menghasilkan feronikel. Wanatiara membangun pabrik pengolahannya di Pulau Obi, Maluku Utara.

(Baca: Rampung 98%, Smelter Nikel Wanatiara Ditarget Beroperasi Desember 2019)

Sedangkan, smelter milik PT Bintang Smelter sudah beroperasi sejak awal tahun ini. Smelter yang berlokasi di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara itu berkapasitas  900 ribu ton nikel per tahun, dan akan menghasilkan nickel pig iron.

Sementara hingga 2022, Kementerian ESDM mengatakan ada dua smelter komoditas tembaga yang akan beroperasi dengan total kapasitas input sebesar 3,5 juta ton per tahun. Adapun saat ini progres pembangunan pabrik tersebut baru mencapai 25%.

Selain itu, ada pula dua smelter lumpur anoda yang juga beroperasi hingga 2022, saat ini progresnya sekitar 25%. Adapun kapasitasnya sebesar lima ribu ton per tahun.

Secara keseluruhan, ada 22 smelter yang dibangun hingga 2022. Tiga di antaranya beroperasi tahun ini, sedangkan 17 lainnya masih dalam proses pembangunan dengan progres beragam, mulai dari 25%, 26-30%. Ada pula yang progresnya separuh rampung yakni mencapai 51-75%. Total kapasitas input semua smelter ini diperkirakan mencapai 26 juta per tahun.

Pembangunan Smelter Bauksit

Selain pembangunan smelter nikel, pemerintah juga menyebut hingga 2022 ada enam smelter bauksit yang akan dibangun. Pembangunan keenamnya saat ini baru mencapai 25%, dengan total kapasitasnya sebesar 21,8 juta ton per tahun.

(Baca: Indeks Nikel Indonesia Diharapkan Dapat Perbaiki Harga Jual Domestik)

Ada pula pembangunan empat smelter besi yang ditargetkan akan beroperasi pada 2022. Saat ini, satu smelter progresnya baru mencapai 0-25%, satu smelter lainnya memiliki progres 26-50%, dan dua lainnya sudah 76-100%. Adapun total kapasitas keempat smelter besi tersebut mencapai 8,8 juta ton.

Sedangkan smelter mangan ditargetkan ada satu yang beroperasi, dengan total kapasitas 103 ribu ton per tahun, saat ini progresnya mencapai 26-50%.

Terakhir smelter timbal dan seng, ditargetkan ada empat yang beroperasi pada 2025. Saat ini satu smelter progresnya 0-25%, dua smelter 26-50%, dan satu lainnya telah memiliki progres 76-100%.  Total  kapasitas smelter tersebut mencapai 126 ribu ton per tahun.

(Baca: Pemanfaatan Limbah Smelter Menunggu Regulasi Kementerian LHK)

Seperti diketahui, pemerintah mewajibkan perusahaan membangun pabrik pengolahan dan pemurnian sesuai amanat Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba). Perusahaan  diwajibkan melakukan pemurnian untuk meningkatkan nilai tambah produk pertambangan.

Reporter: Fariha Sulmaihati