Saat ini kapasitas penyimpanan kilang perusahaan tidak dapat menampung seluruh minyak menganggur Banyu Urip. Kelebihannya akan tertampung dalam kapal tanker. Pertamina bakal memakai kapal milik sendiri dan menyewa pihak lain. "Ada kapal milik dan sewa. Yang tangani kapal bukan kami," ujar Ifki.
Pemangkasan Produksi Banyu Urip Tak Terhindari
Rencana penambahan kapal tanker untuk menampung minyak Banyu Urip itu sesuai arahan SKK Migas. Badan otoritas hulu mias itu mengatakan dua kapal tanker akan cukup menampung minyak menganggur tersebut hingga 21 November 2020. “Proses pemompaan minyak mentah dari lapangan itu ke kapal terus berlangsung,” kata Deputi Operasi SKK Migas Julius Wiratno.
Pelaksana Tugas Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas Susana Kurniasih mengatakan pemangkasan produksi di Lapangan Banyu Urip dapat dihindari dengan solusi penampungan minyak mentah sementara. Solusi permanennya adalah menjual minyaknya ke luar negeri sesuai dengan harga pasar.
Tapi, aturan di Indonesia tidak boleh melakukan hal itu. Harga jualnya harus mengacu pada harga minyak Indonesia atau ICP. “Akhirnya, apa yang harus kami lakukan adalah mengelola pasokan dan pembelian bahan bakar minyak (BBM) dalam negeri supaya minyak Banyu Urip terserap,” ujarnya.
Susana menyebut kapal tanker tidak bakal dapat menampung produksi minyak itu. Di sisi lain, pandemi Covid-19 telah membuat serapan minyak dalam negeri menyusut. Opsi teknis, yaitu pemangkasan produksi, menjadi tak terhindari. “Enggak mungkin kami biarkan luber dan sumur akhirnya harus dimatikan. Mematikannya bukan pekerjaan sederhana, butuh proses dan penuh risiko,” katanya.