RI Butuh Dana Luar Negeri untuk Capai Target Pensiunkan PLTU pada 2040

ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra
Foto udara cerobong di kawasan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Ombilin di Desa Sijantang, Talawi, Sawahlunto, Sumatera Barat.
Penulis: Happy Fajrian
3/11/2021, 17.03 WIB

ADB kemudian akan memimpin sekelompok lembaga keuangan untuk menyusun rencana percepatan penutupan PLTU di Asia, termasuk Indonesia, dengan membeli aset-aset tersebut dan menghentikan operasionalnya.

"Indonesia telah mengidentifikasi terdapat 5,5 GW PLTU batu bara yang bisa masuk dalam proyek ini (pensiun dini), dengan kebutuhan pendanaan sebesar US$ 25-30 miliar selama delapan tahun ke depan," kata Sri Mulyani.

Selain untuk membangun pembangkit listrik EBT, dana tersebut juga dibutuhkan untuk memastikan harga listrik tetap terjangkau ketika Indonesia telah beralih ke sumber terbarukan. Setidaknya Indonesia membutuhkan US$ 10-23 miliar sebagai subsidi implisit untuk proyek pembangkit EBT hingga 2030.

"Tak mungkin jika ini semua dibiayai dari uang pembayar pajak Indonesia. Dunia bertanya kepada kami, sekarang pertanyaannya adalah apa yang bisa dilakukan dunia untuk membantu Indonesia. Presiden selalu mengatakan, 'Saya akan ambisius jika (masyarakat) internasional juga sejalan dengan ambisi ini',” ujarnya.

Sebelumnya ADB juga telah memperhitungan biaya yang diperlukan untuk mempensiunkan dini PLTU di Indonesia. Berdasarkan perhitungan ADB, untuk mempensiunkan dini 50% kapasitas PLTU butuh biaya US$ 1-1,8 juta (Rp 14-25 miliar) per megawatt.

Berdasarkan perhitungan tersebut, maka Indonesia membutuhkan dana Rp 230-415 triliun. Ini jauh lebih tinggi dibandingkan Filipina yang “hanya” membutuhkan dana Rp 71-128 triliun atau Vietnam yang sekitar Rp 128-243 triliun untuk mempensiunkan PLTU miliknya.

Sedangkan Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara memperkirakan Indonesia membutuhkan hingga Rp 3.500 triliun jika ingin mempensiunkan dini seluruh PLTU yang ada.

Halaman: