Cina mencetak rekor produksi batu bara dan gas alam yang berpotensi melonggarkan pasar dan menjinakkan lonjakan harga energi dunia. Di saat yang sama penguncian Covid-19 di negara tersebut melemahkan konsumsi dan impor energi yang turut menekan harga.
Tim analis Citigroup menilai ledakan produksi bahan bakar fosil oleh negara pengimpor energi terbesar dunia ini sangat dibutuhkan pasar energi. Dengan sebagian besar produsen dan eksportir utama telah pada kapasitas penuhnya, turunnya permintaan dari Cina bisa menjadi "game changer" atau pengubah permainan.
“Keinginan Cina untuk meninggalkan impor batu bara dengan meningkatkan produksi domestik akan menjadi risiko penurunan besar terhadap harga bahan bakar fosil dunia selama beberapa tahun ke depan,” tulis salah seorang analis Citigroup, Ed Morse, seperti dikutip Bloomberg, Selasa (19/4).
Dia menambahkan bahwa Cina bisa menjadi satu-satunya importir dengan produksi domestik yang cukup besar untuk meningkatkan pasokan energi tersedia secara global.
Produksi batu bara dan gas Cina melonjak setelah pemerintah pusat menekan perusahaan energi milik negara untuk meningkatkan aktivitasnya guna memastikan keamanan energi pasca kelangkaan parah pada tahun lalu sekaligus melindunginya dari lonjakan harga komoditas global.
Tercatat impor batu bara Cina turun 24% dan gas alam cair turun 11% selama tiga bulan pertama tahun ini berkat ledakan produksi ini.
Cina terkenal sebagai konsumen energi terbesar di dunia dengan kinerja produksi yang cukup besar. Negara ini memproduksi separuh dari batu bara dunia dan menduduki peringkat ke-4 dan ke-6 negara penghasil gas dan minyak terbesar. Simak databoks berikut:
Pertumbuhan produksi batu bara telah menjadi ambisi pemerintah Cina agar kelangkaan bahan bakar yang menyebabkan pemadaman listrik massal pada musim gugur tahun lalu tidak terulang.
Pada awal 2022, Cina menargetkan peningkatan kapasitas produksi batu bara sebesar 300 juta ton, atau setara dengan rata-rata volume yang diimpor setiap tahunnya. Produksi Maret melonjak 15% secara tahunan menjadi 395,79 juta ton.
Data dari Biro Statistik Nasional (NBS) pada pada hari Senin menunjukkan, produksi batu bara Cina setara dengan 12,77 juta ton per hari. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan capaian bulan Maret 2021 sejumlah 10,99 juta ton per hari dan 11,64 juta ton per hari untuk dua bulan pertama tahun 2022.
Tahun ini, Cina telah menargetkan produksi batu bara harian sebesar 12,6 juta ton untuk meningkatkan keamanan energi di tengah ketidakpastian geopolitik yang disebabkan oleh konflik Rusia Ukraina.
Tetapi konsumsi batu bara di perusahaan utilitas turun 12% secara tahunan, sebagian disebabkan oleh penguncian aktivitas atau lockdown, pabrik-pabrik yang menangguhkan operasi dan pembatasan mobilitas di kota-kota seperti Shanghai, tempat infeksi Covid-19 berkobar.
“Tidak peduli bagaimana Anda memotongnya, impor akan berkurang dari waktu ke waktu,” kata Direktur Pelaksana untuk tenaga global dan energi terbarukan di S&P Global Commodity Insights, Xizhou Zhou.
Menurut dia, dalam jangka pendek, semua pembatasan pandemi di Cina akan memperlambat pertumbuhan permintaan energi, sehingga negara tersebut kemungkinan akan memainkan peran yang cukup besar dalam penentuan harga batu bara dunia.
Namun permintaan domestik untuk batu bara dapat kembali meningkat pada paruh kedua tahun ini jika penguncian berakhir dan Cina sangat bergantung pada stimulus di sektor konstruksi untuk memacu pertumbuhan ekonomi.
Tidak jelas apakah lonjakan produksi itu berkelanjutan, dengan pejabat tinggi industri mengatakan pekan lalu bahwa dorongan itu telah mencapai batasnya dan masih mungkin tidak mencegah kembalinya kekurangan listrik di kawasan industri utama.
Namun, hasil tambang tambahan tidak hanya akan membantu pasar batu bara global, di mana harga kontrak future telah meningkat lebih dari dua kali lipat tahun ini, tetapi juga pasar gas melalui substitusi bahan bakar pembangkit listrik.
Cina juga meningkatkan produksi gas domestik sehingga menyisihkan lebih banyak pasokan gas alam cair yang dapat dialihkan dan diekspor ke Eropa yang tengah berupaya mengurangi ketergantungannya pada pasokan energi Rusia, khususnya gas alam.
“Kami percaya penurunan permintaan LNG Cina pada kuartal pertama telah berkontribusi pada pengurangan pengetatan LNG Eropa,” kata konsultan senior Wood Mackenzie, Jingjing Du. “Ke depan, setiap penurunan permintaan LNG Cina atau Asia akan membantu Eropa.”