Antisipasi Berkurangnya Gas Rusia, Industri Prancis Beralih ke Minyak

123rf.com
Ilustrasi pipa gas Rusia Uni Eropa
11/7/2022, 15.17 WIB

Sejumlah perusahaan energi di Prancis mempercepat rencana mereka untuk mengubah boiler gas, menjadi boiler minyak. Upaya tersebut untuk menghindari pemadaman listrik akibat pengurangan pasokan gas Rusia.

Pimpinan perusahaan manufaktur ban multinasional Prancis Michelin, Florent Menegaux mengatakan pihaknya telah mengubah boiler mereka menjadi boiler hibrida, yang memungkinkan perusahaan bisa melakukan aktivitas produksi dengan energi gas atau minyak. Menegaux juga tak menampik adanya peluang perusahan untuk beralih ke energi batu bara.

Dia menyampaikan kalau perusahaan membutuhkan pasokan energi yang stabil selama berhari-hari untuk menjalankan aktivitas produksi ban di pabrik. "Tujuannya, untuk menghindari penutupan pabrik jika kami menghadapi kekurangan (gas)," kata Menegaux sebagaimana diberitakan Reuters, Senin (11/7).

Selain pimpinan Michelin, beberapa eksekutif perusahaan juga memiliki kekhawatiran serupa. Mereka berkumpul dan membentuk sebuah konferensi bisnis dan ekonomi di Prancis Selatan pada akhir pekan kemarin. Konferensi tersebut juga dihadiri Menteri Keuangan Prancis, Bruno Le Maire.

Bruno mengatakan kepada para pimpinan perusahaan yang hadir, untuk segera mempersiapkan potensi kekurangan energi. Pada forum tersebut, beberapa eksekutif perusahaan bahkan menyatakan mereka sedang mempersiapkan kemungkinan pemadaman listrik.

"Mari kita bersiap untuk pemutusan aliran gas Rusia. Ini skenario yang paling mungkin," ujar Bruno di hadapan para pimpinan perusahaan.

Adapun Prancis saat ini bergantung pada tenaga nuklir sekitar 70 % dari listriknya. Hal ini menunjukkan ketergantungan mereka terhadap gas Rusia lebih sedikit daripada negara tetangga Jerman. Namun, produsen listrik milik negara, Electricite de France (EDF) sedang berjuang untuk memenuhi kebutuhan energi Prancis, karena pemadaman di pembangkit listriknya yang sudah tua. Produksi energi di 29 dari 56 reaktor nuklirnya telah dihentikan. Hal tersebut berimbas pada meningkatnya beban pada sektor energi lainnya.

Untuk memantau penyaluran energi, pemerintah Prancis sedang mendata perusahaan-perusahaan yang membutuhkan pasokan energi yang tidak terputus. Bruno juga berusaha mengurangi dampak lonjakan harga energi, dengan membatasi harga gas dan listrik eceran hingga akhir tahun. Berbagai langkah yang tengah dilakukan itu, dinilai penting dalam menjaga inflasi Prancis tetap rendah di antara negara-negara di Eropa.

Sebagai informasi, pada Juni lalu, Rusia mengurangi aliran pasokan gasnya melalui pipa Nord Stream 1 yang berkontribusi pada 40 % terhadap pasokan gas di Eropa Barat. Politisi dan industri khawatir akan ada kendala pasokan lebih lanjut terkait dengan konflik antara Rusia dan Ukraina.

Sementara itu, di seluruh Eropa, industri telah beralih ke bahan bakar yang lebih berpolusi daripada gas karena dinilai bisa mengatasi biaya ekonomi dari gangguan bisnis dan lonjakan harga energi. Hal itu dirasa lebih rasional, daripada target jangka panjang untuk beralih ke bahan bakar bersih nol karbon.

Seorang ketua perusahaan industri besar lainnya, yang meminta tidak disebutkan namanya mengatakan kepada Reuters di sela-sela konferensi, bahwa dia yakin semua bisnis besar sedang mempertimbangkan untuk beralih ke sumber energi minyak. Satu di antaranya yakni produsen mobil Stellantis.

Chief Executive Stellantis, Carlos Tavares bulan lalu mengatakan kalau pihaknya sedang mempertimbangkan pilihan untuk memproduksi energi sendiri, jika terjadi krisis energi.

Adapun harga minyak mentah dunia pada Senin siang ini rata-rata berada di atas US$ 100 per barel. Minyak mentah jenis Brent bertengger di harga US$ 105, 36 per barel, sementara minyak mentah merek West Texas Intermediate (WTI) berada di level US$ 102, 97 per barel.

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu