Ekspor Tembaga Dilarang, 2,7 Juta Ton Konsentrat Terancam Tak Terolah

ANTARA FOTO/Dian Kandipi/wpa/hp.
Pekerja melintasi areal tambang bawah tanah Grasberg Blok Cave (GBC) yang mengolah konsentrat tembaga di areal PT Freeport Indonesia, Distrik Tembagapura, Kabupaten Mimika, Papua, Rabu (17/8/2022).
11/1/2023, 17.03 WIB

Pelaku usaha pertambangan menyoroti rencana pemerintah untuk melarang ekspor konsentrat tembaga pada pertengahan tahun ini untuk mendorong hilirisasi. Pengusaha menilai langkah ini terlalu terburu-buru di tengah kondisi infrastruktur pabrik pengolahan mineral (smelter) yang belum optimal.

Menurut hitung-hitungan pelaku usaha, bakal ada 2,7 juta ton konstentrat tembaga yang tak bisa diolah atau mubazir apabila larangan ekspor dipaksakan berjalan pada tengah tahun ini.

Ketua Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi), Rizal Kasli, menjelaskan angka tersebut dihitung dari kapasitas produksi dua perusahaan tambang tembaga yakni PT Freeport Indonesia (PTFI) dan PT Amman Mineral Nusa Tenggara yang masing-masing memiliki kapasitas produksi tahunan sebesar 3,1 juta ton dan 900.000 ton.

Menurut Rizal, sejauh ini baru ada satu smelter tembaga yang mampu mengolah konsentrat tembaga menjadi produk lanjutan dengan kapasitas input 1 juta ton milik PT Smelting Gresik.

Rencananya, kapasitas peleburan PT Smelting akan ditingkatkan sebanyak 300 ribu ton per tahun. Sehingga proyeksi penyerapan konsentrat tembaga di dalam negeri baru berada di kisaran 1,3 juta ton per tahun dengan output 300 ribu ton katoda tembaga.

"Ada 2,7 juta ton yang tidak bisa diolah di dalam negeri. Kembali lagi, mau gak mau harus diekspor. Kalau tidak maka Freeport dan Amman akan berhenti produksi," kata Rizal kepada Katadata.co.id, Rabu (11/1).

Rizal menambahkan, pemerintah sejatinya perlu mengkaji besaran kapasitas produksi, penyerapan, hingga sisa konsentrat yang tak bisa diolah sebelum menerapkan kebijakan moratorium konsentrat tembaga.

"Menurut hemat kami, pemerintah coba dihitung ulang karena saat ini infrastruktur pengolahan hanya dari PT Smelting," ujar Rizal.

Menurut data Kementerian ESDM hingga November 2022 ada dua smelter tembaga yang telah beroperasi, yakni PT Smelting dan smelter milik PT Batutua Tembaga Raya di Maluku dengan kapasitas output sekitar 25 ribu ton katoda tembaga per tahun.

Selain itu, ada dua smelter lainnya yang dalam proses konstruksi, yakni milik PT Freeport Indonesia (PTFI) di Gresik, Jawa Timur, dan milik PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) di Benete, Kabupaten Sumbawa Barat, NTB.

Kepala Divisi Hubungan Kelembagaan MIND ID, Niko Chandra, menyampaikan progres konstruksi smelter PTFI Gresik hingga akhir Desember 2022 telah mencapai sekitar 50% dan ditargerkan selesai pada akhir tahun 2023.

"Fasilitas pemurnian akan dapat dimulai operasinya pada akhir Mei 2024. Dan selanjutnya secara bertahap, dilakukan peningkatan output operasi hingga beroperasi komersial pada akhir 2024," kata Niko lewat pesan singkat pada Rabu (11/1).

Niko mengatakan menjelaskan, proyek pembangunan fasilitas permurnian PTFI mencakup tiga proyek utama, diantaranya smelter tembaga baru berkapasitas 1,7 juta ton per tahun tahun di kawasan industri Java Integrated Industrial and Port Estate (JIIPE) Gresik.

Sementara itu, pengadaan smelter tembaga milik PT Amman Mineral di Kabupaten Sumbawa Barat diproyeksikan rampung pada rampung pada akhir tahun 2024.

Manajer Komunikasi Perusahaan Amman Mineral, Kartika Octaviana, mengatakan perkembangan konstruksi smelter hingga November 2022 mencapai 47% dengan total nilai investasi US$ 1 juta.

Nantinya smelter tembaga tersebut sanggup memproduksi katoda tembaga hingga 222.000 ton per tahun dari input 900 ribu ton konsentrat. Pabrik pengolahan dan pemurnian tembaga ini dibangun di kawasan Batu Hijau, dekat dengan lokasi tambang perusahaan.

"Pasir konsentrat itu diolah di smelter, keluarnya katoda tembaga berupa lempengan," kata Kartika saat ditemui di Gedung Nusantara I DPR pada Kamis (10/11/2022).

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu