Kementerian Perindustrian atau Kemenperin mencatat performa industri logam dasar tumbuh hingga 15,79% secara tahunan pada kuartal II-2022. Pengetatan tata niaga industri baja menjadi pendorong utama pertumbuhan industri ini.
Pada kuartal II-2022, pertumbuhan industri logam dasar lebih tinggi dari industri pengolahan atau manufaktur sebesar 4,01%. Adapun, pertumbuhan ekonomi nasional pada April-Juni 2022 adalah 5,44%.
Direktur Industri Logam Kemenperin Liliek Widodo mengatakan pengetatan tata niaga industri logam saat ini tertuang dalam Peraturan Menteri Perindustrian atau Permenperin No. 4-2021 tentang Pertimbangan Teknis Impor Besi Atau Baja, Baja Paduan, Dan Produk Turunannya.
Beleid tersebut dinilai berhasil mengendalikan impor baja yang selama ini menekan neraca dagang logam nasional. Implementasi aturan tersebut dinilai membuat pertumbuhan industri logam menjadi dua digit, yakni 11,46% pada 2020 dan 11,31% pada 2021. “Pengendalian impor dilakukan dengan mekanisme smart supply-demand agar impor dapat selalu tepat sasaran,” kata Liliek dalam keterangan resmi yang dikutip Jumat (19/8).
Dengan demikian, Liliek menilai Permenperin No. 4-2021 berkontribusi membuat neraca perdagangan besi dan baja nasional surplus sejak 2020. Pada semester I-2022, surplus neraca perdagangan baja mencapai 107.000 ton atau senilai US$ 6,6 miliar.
Untuk menjaga performa tersebut, Liliek sedang menyelesaikan Neraca Komoditas Besi dan Baja. Liliek mengatakan Kemenperin telah mengusulkan pembuatan neraca komoditas tersebut kepada Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Liliek menargetkan besi dan baja dapat masuk ke dalam neraca komoditas pada 2023. Sejauh ini, komoditas yang masuk dalam neraca tersebut yakni beras, gula, daging, garam, dan ikan.
Liliek mengatakan pemerintah selalu berupaya menjaga keseimbangan pasokan dan kebutuhan baja di dalam negeri di titik optimal. Hal tersebut penting agar industri baja dan industri pengguna baja dapat terus tumbuh secara maksimal.
“Pengendalian impor merupakan salah satu instrumen untuk mendorong pertumbuhan tersebut, dengan adanya Pertimbangan Teknis yang berlaku sebagai sumber data sementara sebelum neraca komoditas berlaku efektif," kata Liliek.
Di sisi lain, Liliek mencatat total investasi pada industri logam dasar pada semester I-2022 telah mencapai U$ 87,87 triliun. Investasi pada kuartal II-2022 tercatat tumbuh 21,5% secara kuartalan menjadi Rp 48,2 triliun.
Berdasarkan data Kementerian Investasi, industri logam dasar, barang logam, bukan mesin, dan peralatannya berkontribusi hingga 15% terhadap total investasi pada Januari-Juni 2022. Adapun, sektor ini mendominasi penanaman modal asing hingga 26,3% atau senilai US$ 5,68 miliar.
Penanaman modal dalam negeri pada sektor industri logam dasar, barang logam, bukan mesin, dan peralatannya hanya mencapai Rp 6,31 triliun. Artinya, mayoritas investasi di industri logam dasar, barang logam, bukan mesin, dan peralatannya pada Januari-Juni 2022 berasal dari luar negeri.