Serangan belasan rudal Iran ke basis militer Amerika Serikat (AS) di Irak membuat hubungan kedua negara semakin memanas. Alih-alih membalas serangan tersebut dengan kekuatan militer, Presiden AS Donald Trump menyatakan, AS akan menjatuhkan sanksi ekonomi tambahan terhadap Iran.
"Ketika kami terus mengevaluasi opsi-opsi untuk merespons agresi Iran, AS segera menerapkan sanksi-sanksi ekonomi tambahan terhadap rezim Iran," kata Trump seperti dikutip CNBC.com, Rabu (8/1) waktu setempat. Sanksi ekonomi tersebut menunjukkan Trump mulai melunak dan tensi geopolitik akibat perseteruan kedua negara ini diharapkan segera menurun.
Selasa (7/1) malam, Iran menembakkan 15 rudal ke beberapa basis militer AS dan pasukan koalisi di Irak yang terlibat dalam perang melawan ISIS. Trump menyatakan, tidak ada korban jiwa dalam serangan tersebut. "Seluruh prajurit kami aman dan pangkalan militer hanya mengalami kerusakan minimal. Pasukan AS yang kuat siap untuk menghadapi apapun," ujarnya.
Rudal-rudal Iran diperkirakan sengaja meleset sehingga tidak ada kerusakan besar pada basis militer AS di Irak. Serangan tersebut hanya menunjukkan bahwa mereka tidak main-main dan siap membalaskan dendam atas kematian Mayor Jenderal Qassem Soleimani.
(Baca: Enggan Balas Iran secara Militer, Trump Bakal Beri Sanksi Ekonomi)
Sanksi Ekonomi dan Dampaknya terhadap Iran
Apa yang dimaksud dengan sanksi ekonomi AS terhadap Iran? Sanksi ekonomi bukan hal baru bagi Iran yang merupakan musuh bebuyutan bagi AS. Negeri Paman Sam berkali-kali menjatuhkan sanksi ekonomi terhadap negara tersebut sejak 1979.
Dalam buku biografi "Khomeini: Life of the Ayatollah" yang ditulis oleh Baqer Moin, Presiden James Earl Carter Jr. menjadi presiden AS yang pertama kali menjatuhkan sanksi ekonomi bagi Iran. Sanksi yang dijatuhkan pada November 1979 itu merupakan hukuman atas tindakan sekelompok mahasiswa radikal yang menyerbu Kedutaan Besar AS di Tehran dan menyandera sejumlah orang di dalam Kedubes. Alasan kelompok mahasiswa melakukan tindakan tersebut adalah protes terhadap tindakan pemerintah AS yang mengizinkan Shah Iran, yang tengah diasingkan saat terjadi Revolusi Iran, untuk berobat ke AS.
Sanksi itu ditetapkan dengan Executive Order 12170 (Perintah Presiden 12170). Isinya antara lain untuk membekukan aset-aset Iran senilai US$ 12 miliar, termasuk deposito di perbankan, emas, dan properti. Sanksi ini dihapuskan pada 1981 ketika para sandera dibebaskan.
Dari tindakan tersebut diketahui bahwa sanksi ekonomi adalah tindakan untuk membekukan aset-aset, larangan perdagangan, dan transaksi ekonomi lainnya yang dilakukan suatu negara, sekelompok negara, atau suatu badan internasional terhadap negara tertentu sebagai hukuman atas pelanggaran atau tindakan negara tersebut yang dianggap merugikan negara lainnya. Tujuan sanksi ekonomi ini antara lain untuk membuat negara tersebut menjadi terkucil, kehilangan sumber daya dan kekuatan ekonomi, sehingga akhirnya akan tunduk pada aturan internasional atau aturan dari negara yang menerapkan sanksi tersebut.
Ketika pecah perang Iran-Irak yang dipicu oleh invasi Irak ke Iran pada 22 September 1980, AS kembali menjatuhkan sanksi kepada Iran. AS melarang penjualan senjata dan bantuan apapun kepada Iran. Menurut United States Institute of Peace, sanksi tersebut diberikan karena Iran dianggap mendukung tindakan terorisme dan berambisi membuat senjata pemusnah massal berupa senjata nuklir.
Pascapengeboman markas Angkatan Laut AS di Lebanon pada 1983, pemerintahan Ronald Reagan mengenakan berbagai sanksi ekonomi kepada Iran, termasuk bantuan keuangan dan penjualan senjata kepada negara tersebut. AS juga tak setuju dengan pinjaman yang diberikan Bank Dunia kepada Iran. Pada 1987, Kongres AS mengkritik pembelian minyak mentah dari Iran yang dilakukan untuk menambah cadangan minyak strategis AS. Tidak lama kemudian, Presiden Reagen memerintahkan agar AS menghentikan semua impor dari Iran.
Sanksi ekonomi juga pernah dijatuhkan oleh Presiden Bill Clinton. Pada Maret 1995, Iran mengumumkan kontrak pengembangan blok minyak dan gas dengan Conoco, perusahaan minyak asal AS, senilai US$ 1 miliar. Kontrak tersebut dibatalkan karena pemerintahan Clinton melarang partisipasi perusahaan AS dalam pengembangan migas di Iran.
Dua bulan kemudian, sanksi ini ditambah dengan melarang segala jenis perdagangan dan investasi di Iran. Kongres AS bahkan mengesahkan Iran and Libya Sanctions Act (ILSA) pada 1996 untuk menekan perusahaan-perusahaan asing agar tidak berinvestasi di industri migas Iran yang menjadi sumber pendapatan utama bagi negara Ayatollah Khomeini itu.
(Baca: Mengenal MQ-9 Reaper, Drone AS Pembunuh Jenderal Soleimani)