Kritik Jabatan dan Kebijakan Presiden Tak Masuk Pasal Penghinaan

Arief Kamaludin | Katadata
15/2/2018, 21.17 WIB

Pemerintah beranggapan pasal penghinaan Presiden yang masuk dalam Rancangan Undang-undang (RUU) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tidak akan mengganggu kebebasan berekspresi. Ini lantaran penghinaan yang dimaksud adalah ujaran kebencian atau penistaan yang dilontarkan kepada urusan pribadi atau persona Presiden.

Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional Enny Nurbaningsih mengatakan protes yang dilancarkan terkait dengan jabatan atau kebijakan sang Presiden, dapat dimasukkan sebagai kritik dan tidak sama dengan penistaan secara personal. "Tinggal dilihat, kalau aspeknya yang diserang personal Presiden, maka itu penghinaan," kata Enny dalam acara diskusi di Bima Graha, Jakarta, Kamis (15/2).

Enmy juga membantah adanya aturan ini akan digunakan sebagai pasal karet. Dia mencontohkan kasus Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang pernah dikritik dengan direpresentasikan sebagai kerbau oleh demonstran kala itu. (Baca: MK Sebut Pasal Penghinaan Presiden Seharusnya Tak Diatur di RUU KUHP)

Soal perzinahan yang diatur dalam KUHP tersebut, Enny juga menambahkan apabila RUU KUHP ini disahkan, perlu transisi paling tidak tiga tahun bagi penegak hukum dalam mengaplikasikannya. Alasannya, perlu ada perubahan pola pikir, sarana dan prasarana, serta Sumber Daya Manusia dalam merespons aturan baru tersebut.

"Kami sebenarnya menawarkan (masa transisi) 3 tahun, tapi Dewan Perwakilan Rakyat masih keberatan," kata dia.

Halaman: