Harga Gas di Malaysia Lebih Murah karena Subsidi Pemerintah

Arief Kamaludin|KATADATA
11/10/2016, 15.57 WIB

Namun, menurut Pelaksana tugas (Plt) Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Luhut Binsar Pandjaitan, harga gas di luar negeri US$ 4 hingga US$ 4,5 per mmbtu baru dihitung di mulut sumur. “Kalau mereka impor itu belum masuk ke regasifikasi LNG, jadi harganya masih di atas itu. Jangan salah mengerti harga gas itu di negara lain, saya juga salah,” kata dia, Senin (10/10) lalu.

Ia pun mengakui, untuk menurunkan harga gas ini tidak semudah membalik telapak tangan. Meski begitu, Luhut tetap mengupayakan dalam dua bulan ini sudah bisa ditentukan lapangan mana saja yang bisa diturunkan harga gasnya dan besaran penurunannya.

Ada dua kategori untuk menurunkan harga gas. Pertama, tingkat kesulitan lapangan. Kedua, jenis industrinya. “Kalau pupuk itu kan subsidinya pasti banyak, karena itu pertanian kita butuh. Nanti kami lihat item per item, tidak bisa kita generalisir,” ujar dia.

Direktur Indonesian Petroleum Association (IPA) Sammy Hamzah mengatakan, salah satu cara tercepat untuk menurunkan harga gas adalah mengizinkan industri mengimpor gas. “Pemerintah seharusnya mulai berpikir kalau impor itu bukan sesuatu yang diharamkan,” kata dia, Minggu (9/10).

Sammy menganggap langkah itu lebih baik daripada harus memaksakan lapangan dikembangkan dengan kondisi pasar yang harganya masih rendah. Apalagi, gas yang ada di bumi tidak akan hilang dan bisa diproduksi ke depan. (Baca: Pemerintah Upayakan Tekan Harga Gas di Hulu Hingga US$ 2)

Tapi, menurut Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM I.G.N. Wiratmaja Puja, impor tersebut tidak akan banyak mengurangi harga gas. Harga impor mungkin lebih murah, tapi ketika sampai ke dalam negeri bisa saja sama karena ada biaya regasifikasi dan distribusi.

“Harga gas LNG itu berlaku internasional. Mau beli dari manapun  harganya tidak akan jauh beda,” ujar dia.

Halaman: