Pakar dan LSM Khawatir UU Cipta Kerja Tak Selesaikan Masalah Korupsi

ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/aww.
Sejumlah buruh melakukan aksi unjuk rasa di depan gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (29/7/2020). Mereka menuntut DPR untuk menghentikan pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja.
15/10/2020, 15.58 WIB

Dia mengatakan dalam peringkat kemudahan berusaha atau Ease of Doing Business (EoDB) dari Bank Dunia, posisi perdagangan lintas batas Indonesia terus memburuk. Awalnya ranking RI berada di angka 54, lalu memburuk jadi 116 pada 2020. "Di sini sumber korupsi, tapi appetite pemerintah yang tercermin dari omnibus law ini tidak ada," kata Faisal.

Faisal menduga kegiatan ekspor impor tersebut masih dikuasai oleh rente yang berafiliasi partai politik. Dia mencontohkan, Kementerian Kelautan dan Perikanan membuka keran ekspor benih lobster yang sebelumnya dilarang pada era Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.

Kemudian, izin impor gula hanya diperbolehkan untuk industri tertentu di tengah tingginya selisih gula konsumsi di dalam dan luar negeri. Di luar itu, masih ada kartel yang dibentuk pemerintah melalui komoditas lainnya, seperti impor garam. Kartel tersebut, lanjut Faisal, diatur oleh pemerintah dan sejumlah pengusaha yang mendapatkan kuota impor.

Seluruh hal tersebut dianggap menjadi pengganggu bagi investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Sebab, para investor akan kesulitan untuk mencari bahan baku melalui impor serta terkendala dalam ekspor.

"Ini sumber korupsi terbesar sekarang. Oleh karena itu, pemburu rente semakin banyak dengan korupsi itu,” kata Faisal.

Faisal menilai, aturan sapu jagat tersebut semestinya menyasar pada permasalahan-permasalahan tersebut. Oleh karena itu, ia menilai UU Cipta Kerja merupakan salah satu upaya sistematik untuk melebarkan ruang untuk korupsi.

"Ini upaya sistematik dari rezim dimulai upaya pelemahan KPK, perubahan UU konstitusi , sampai Perppu (penanganan Covid-19)," ujar dia.

Sebelumnya Jokowi mengatakan, selain menyediakan lapangan pekerjaan, UU sapu jagat dapat mendukung upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi. "Karena dengan menyederhanakan, dengan memotong, dengan integrasi perizinan secara elektronik, maka pungutan liar dapat dihilangkan," katanya pekan lalu.

Halaman:
Reporter: Rizky Alika