Memahami 6 Hak dan Kewajiban Perusahaan dalam UU Cipta Kerja

pexel.com
ilustrasi, sekelompok pekerja tengah melakukan rapat.
Editor: Agung
21/9/2022, 18.44 WIB

Perusahaan dan tenaga kerja memiliki hak dan kewajiban masing-masing berdasarkan peraturan perundang-undangan. Pada pokoknya, Hak dan kewajiban perusahaan serta pekerja tercantum dalam perjanjian kerja.

Menurut Pasal 1 Ayat (14) Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan atau UU Ketenagakerjaan, perjanjian kerja merupakan perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak.

Selain itu, dalam Pasal 1 Ayat (21) UU Ketenagakerjaan, perjanjian kerja bersama merupakan perjanjian dari hasil perundingan antara serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh, yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan, dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak.

Hak dan kewajiban perusahaan dan pekerja dapat berakhir atas adanya pemutusan hubungan kerja. Hal tersebut sesuai dengan UU Ketenagakerjaan.

Menurut Pasal 1 Ayat (25) UU Ketenagakerjaan berbunyi: “Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/bruh dan pengusaha”.

Untuk memahami hak dan kewajiban perusahaan dalam UU Cipta Kerja, berikut ini penjelasannya.

Hak dan Kewajiban Perusahaan-Tenaga Kerja dalam UU Cipta Kerja

Dalam UU Ketenagakerjaan telah dijelaskan beberapa hak dan kewajiban. Namun dalam beberapa ketentuan, ditetapkan lain dengan UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja atau UU Cipta Kerja yang selanjutnya disebut UU Cipta Kerja. Berikut ini penjelasan tentang hak dan kewajiban perusahaan dalam UU Cipta Kerja.

1. Pekerja atau Buruh Wajib Melaksanakan Ketentuan Perjanjian Kerja

Menurut Pasal 126 Ayat (1) UU Ketenagakerjaan telah ditentukan hak dan kewajiban perusahaan serta pekerja/buruh. Aturan tersebut berbunyi “Pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh dan pekerja/buruh wajib melaksanakan ketentuan yang ada dalam perjanjian kerja bersama".

Oleh karena itu, dapat dipahami  bahwa pekerja atau buruh dan perusahaan wajib mencantumkan klausa-klausa yang perlu ditetapkan dalam perjanjian kerja. Perjanjian kerja tersebut juga harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan agar tidak batal demi hukum.

2. Pekerja Wajib Melaksanakan Kewajibannya Saat Pengunduran Diri

Ketentuan terkait hak dan kewajiban perusahaan dan pekerja atau buruh yang mengundurkan diri juga telah ditentukan. Pekerja atau buruh berhak memperoleh uang penggantian sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Namun dalam Pasal 162 Ayat (3) pekerja/buruh juga harus memenuhi syarat pengunduran diri, berupa mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis maksimal 30 hari sebelum tanggal pengunduran diri, tidak terikat dalam ikatan dinas, dan tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal pengunduran diri.

3. Pelatihan Kerja Bagi Tenaga Kerja

Pelatihan kerja merupakan salah satu kewajiban perusahaan dan hak bagi tenaga kerja. Ketentuan hak dan kewajiban perusahaan dan pekerja ini berlaku pada Pasal 11 UU Ketenagakerjaan, yang berbunyi: “Setiap tenaga kerja berhak untuk memperoleh dan/atau meningkatkan dan/atau mengembangkan kompetensi kerja sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya melalui pelatihan kerja".

Menurut Pasal 81 UU Cipta Kerja yang menentukan Pasal 13 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, pelatihan kerja diselenggarakan oleh lembaga pelatihan kerja oleh pemerintah, swasta, atau perusahaan.

4. Membayar Kompensasi Tenaga Kerja Asing

Hak dan kewajiban perusahaan selanjutnya yakni terkait pembayaran kompensasi. Pemberi kerja wajib membayar kompensasi atas setiap tenaga kerja asing asing yang dipekerjakannya.

Hal ini tercantum dalam Pasal 81 Ayat (9) UU Cipta Kerja pada perubahan Pasal 47 Ayat (1) UU Ketenagakerjaan yang berbunyi: “Pemberi kerja wajib membayar kompensasi atas setiap tenaga kerja asing yang dipekerjakannya”.

5. Pemberian Upah Sesuai Peraturan Perundang-undangan

Pemberian upah merupakan kewajiban perusahaan dan hak tenaga kerja. Besarnya tergantung pada perjanjian kerja yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Dijelaskan dalam Pasal 81 Ayat (24) UU Cipta Kerja, Pasal 88 yang diubah menjadi: “Setiap pekerja/buruh berhak atas penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.

Perwujudan atas penghidupan yang layak bagi kemanusiaan meliputi: upah minimum, struktur dan skala upah, upah kerja lembur, upah tidak masuk kerja dan/atau tidak melakukan pekerjaan karena alasan tertentu.

Selain itu, pekerja tidak lagi mendapatkan upah jika hubungan kerja telah berakhir. Hal ini tercantum pada Pasal 81 ayat (25) UU Cipta Kerja mengubah ketentuan Pasal 88A ayat (1) berbunyi: “Hak pekerja/buruh atas upah timbul pada saat terjadi hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha dan berakhir pada saat putusnya hubungan kerja“.

Tak hanya itu, ketentuan terkait besaran upah terdapat dalam Pasal 81 Ayat (25) UU Cipta Kerja mengubah ketentuan Pasal 88A Ayat (4) yang berbunyi: “Pengaturan pengupahan yang ditetapkan atas kesepakatan antara pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh tidak boleh lebih rendah dari ketentuan pengupahan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan".

Dapat dipahami bahwa kesepakatan antara pengusaha dan pekerja/buruh tidak boleh lebih rendah dari ketentuan pengupahan yang sah.

Ketentuan ini diperjelas dalam Pasal 88A Ayat (5), yang menyatakan bahwa apabila kesepakatan yang dicapai lebih rendah atau bertentangan dengan peraturan, maka kesepakatan tersebut batal dan pengaturan pengupahan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan ayat ini, dapat dipahami bahwa kesepakatan yang lebih rendah dan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dapat batal demi hukum.

6. Pemberian Uang Pesangon dan/atau Uang Penghargaan Masa Kerja

Pada Pasal 81 Ayat (44) mengubah ketentuan Pasal 156 Ayat (1) sehingga berbunyi: “Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.”

Besaran uang pesangon atau penghargaan harus telah ditentukan dalam perjanjian kerja.

Demikian penjelasan tentang hak dan kewajiban perusahaan dan tenaga kerja dalam UU Cipta Kerja sebagai perubahan beberapa pasal dalam UU Ketenagakerjaan.