Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad menilai penurunan ancaman pidana minimum bagi koruptor dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) sebuah langkah mundur. Ia menilai pasal itu menunjukkan seolah-olah negara ingin berdamai dengan kejahatan korupsi.
"Dengan dipreteli hukuman, seolah-olah yang saya tangkap, negara, ingat ya negara, ingin berdamai dengan kejahatan korupsi, itu yang saya tangkap," kata Abraham, di Jakarta, Selasa (20/12).
Mantan ketua KPK periode 2011-2015 tersebut mengatakan, seharusnya negara melakukan perlawanan terus menerus terhadap korupsi. Ia mengatakan, pemangkasan hukuman pidana minimum bagi koruptor merupakan sebuah kemunduran.
"Ini kemunduran menurut saya, sangat mundur. Pertama, memangkas. Kedua, menarik UU yang sifatnya lex specialis, menjadi UU yang sifatnya umum," kata Abraham, di Jakarta, Selasa (20/12).
Abraham menyayangkan tindak pidana korupi tidak lagi diklasifikasikan menjadi kejahatan khusus. Padahal, tambah Samad, tindak pidana korupsi merupakan kejahatan yang sifatnya extra ordinary crime.
"Bahkan kalau di luar [di luar Indonesia], di Eropa, Amerika, orang menyebutkan korupsi itu adalah white collar crime, kejahatan-kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang yang kerah putih ya," kata Abraham.
Abraham menilai, tindak pidana korupsi harus ditempatkan dalam Undang-undang yang sifatnya khusus, bukan umum. Klasifikasi ini didasarkan pada pelakunya yang berasal dari kalangan canggih. Lebih jauh, ia mengatakan dengan ditariknya tindak pidana korupsi ke dalam klasifikasi umum, maka tidak bisa berharap lagi pemberantasan korupsi seperti di masa lalu.
Pada pasal 603 KUHP yang telah disahkan DPR disebutkan koruptor paling sedikit dipenjara selama dua tahun dan maksimal 20 tahun. Selain itu, koruptor juga dapat dikenakan denda paling sedikit kategori II atau Rp10 juta dan paling banyak Rp2 miliar.
Bila dilihat dari hukuman yang diterima koruptor, pidana penjara pada RKUHP itu lebih rendah atau mengalami penurunan dari ketentuan pidana penjara dalam Undang-undang Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pada Pasal 2 UU tersebut dijelaskan koruptor bisa mendapat pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun dan didenda paling sedikit Rp 200 juta.