Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR menggelar sidang paripurna penutupan masa sidang IV Tahun Sidang 2023-2024 pada hari ini Kamis (28/3). Dalam sidang tersebut DPR mengagendakan pengambilan keputusan tingkat kedua atau pengesahan atas Rancang Undang-Undang tentang Daerah Khusus Jakarta.
Pengambilan keputusan mengenai Rancangan UU Daerah Khusus Jakarta merupakan penentu nasib Jakarta setelah tidak lagi menjadi Ibu Kota Negara. Merujuk Undang Undang Nomor 3 Tahun 2022 Jakarta seharusnya sudah tidak lagi menjadi Ibu Kota Negara sejak 15 Februari 2024 dua tahun sejak beleid itu diundangkan pada 15 Februari 2022.
Sebelum dibawa ke paripurna, draft RUU DKJ sudah dibahas dan digodok di Badan Legislasi DPR. Dalam rapat kerja yang berlangsung pada Senin (18/3) telah diambil keputusan tingkat pertama antara Baleg dan Kementerian Dalam Negeri. Dari 9 fraksi hanya 1 yang menolak daft RUU dibawa ke rapat paripurna yaitu fraksi Partai Keadilan Sejahtera.
Ketua Baleg Supratman Andi Atgas mengatakan dalam rapat panja sudah ada kesepakatan mengenai dua isu krusial yaitu berkaitan dengan penentuan Gubernur Jakarta dan status Dewan Kawasan Aglomerasi. Untuk penentuan gubernur disepakati dipilih melalui Pilkada. Sedangkan Dewan Kawasan Aglomerasi akan diketuai oleh pejabat yang ditunjuk presiden.
“Dengan demikian kepada seluruh masyarakat Indonesia, perdebatan terkait dengan UU DKJ terutama dua isu penting sudah terjawab dari hasil panja,” ujar Supratman dalam sidang pengambilan putusan tingkat I.
Dalam rapat fraksi PKS beralasan rancangan beleid mengenai Daerah Khusus Jakarta dibahas tergesa-gesa. Selain itu PKS menilai pembahasan mengenai RUU DKJ belum melibatkan partisipasi publik yang bermakna. Menurut PKS partisipasi masyarakat yang bermakna seharusnya dilakukan secara tertib dan bertanggung jawab.
”Memaksakan pembahasan ini bermasalah secara hukum, karena sudah lewat waktu sejak UU Ibu Kota Nusantara diundangkan pada 15 Februari 2022,” ujar anggota Baleg DPR Fraksi PKS Ansory Siregar saat panja seperti dikutip dari situs resmi DPR.
10 Poin Penting Rancangan UU Daerah Khusus Jakarta
Sementara itu, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyambut positif persetujuan Panja Baleg untuk membawa RUU DKJ ke sidang paripurna. Ia mengapresiasi sejumlah poin penting yang sudah disepakati dalam pasal pasal RUU yang meliputi beberapa poin.
Berikut sepuluh poin penting yang dibahas dalam Rancangan Undang-Undang tentang Daerah Khusus Jakarta setelah tak lagi menjadi ibu kota negara (IKN).
1. Kedudukan Jakarta
Dalam pembahasan di baleg, disepakati soal kedudukan baru Jakarta setelah tidak lagi menjadi Ibu Kota Negara. Merujuk UU tentang IKN Jakarta sudah tidak lagi berstatus ibu kota sejak 15 Februari 2024. Namun dalam hal belum ada UU baru, perubahan status Jakarta akan menunggu terbitnya Keppres. Setelah adanya UU Daerah Khusus Jakarta disepakati Jakarta akan menjadi daerah otonom tingkat satu setara dengan provinsi lain di Indonesia.
2. Penentuan Jabatan Gubernur
Gubernur dan Wakil Gubernur DKJ dalam draf RUU DKJ usul DPR semula diusulkan untuk ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh presiden. Ketentuan tersebut bersifat khusus sebab berbeda dengan provinsi lainnya di Indonesia, yakni gubernur dan wakilnya ditetapkan melalui pemilihan kepala daerah (pilkada).
Pemerintah kemudian mengusulkan agar Gubernur dan Wakil Gubernur DKJ dipilih langsung oleh rakyat melalui pilkada dengan sistem suara terbanyak, sebagaimana provinsi lainnya di Indonesia. Mekanisme penetapan itu awalnya disetujui oleh peserta rapat Panja RUU DKJ pada 18 Maret siang.
Namun, terjadi perubahan rumusan ketika rapat dilanjutkan pada Senin (18/3) malam. DPR bersama Pemerintah lantas menyepakati agar Gubernur dan Wakil Gubernur DKJ ditetapkan melalui pilkada dengan mekanisme perolehan suara lebih dari 50 persen atau 50 persen plus 1. Apabila tidak ada pasangan calon yang memperoleh suara 50 persen plus 1 pada putaran pertama maka akan dilakukan putaran kedua.
Ketentuan tersebut tidak memberikan kekhususan baru bagi DKJ, sebab masih sama dengan mekanisme penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia (UU DKI) saat ini, yakni melalui pilkada dengan mekanisme perolehan suara lebih dari 50 persen atau 50 persen plus 1.
3. Pembentukan Dewan Kota
Poin berikutnya yang disepakati adalah mengenai pembentukan dewan kota.
4. Kawasan Aglomerasi
Terdapat pula perbaikan definisi kawasan aglomerasi dari draf awal RUU DKJ usul DPR guna menghormati prinsip otonomi daerah dari wilayah yang menjadi bagian dari kawasan aglomerasi. Kawasan aglomerasi didefinisikan adalah kawasan yang saling memiliki keterkaitan fungsional yang dihubungkan dengan sistem jaringan prasarana wilayah yang terintegrasi sekalipun berbeda dari sisi administratif sebagai satu pusat pertumbuhan ekonomi nasional berskala global.
5. Kelembagaan Dewan Aglomerasi
Salah satu muatan materi RUU DKJ yang menuai sorotan publik adalah terkait kawasan aglomerasi. Berdasarkan Pasal 51 RUU DKJ, kawasan aglomerasi mencakup wilayah Provinsi Daerah Khusus Jakarta, Kabupaten Bogor, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Cianjur, Kota Bogor, Kota Depok, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, dan Kota Bekasi.
Pemerintah memandang penting adanya harmonisasi, penataan, serta evaluasi pembangunan kawasan aglomerasi yang menjadi satu kesatuan dengan banyaknya permasalahan bersama, mulai dari, polusi, lalu lintas, banjir, migrasi penduduk, hingga masalah kesehatan. Untuk itu, Pemerintah semula mengusulkan agar kawasan aglomerasi dipimpin oleh wakil presiden (wapres) sebagai Ketua Dewan Kawasan Aglomerasi.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menjelaskan alasan Pemerintah mengusulkan wapres memimpin Dewan Kawasan Aglomerasi sebab akan menangani permasalahan kompleks yang sifatnya lintas menteri koordinator (menko). Adapun presiden dinilai memiliki tanggung jawab nasional dan pekerjaannya yang sudah sangat luas sehingga lebih baik mandat tersebut diberikan kepada wapres.
Namun pada akhirnya, DPR bersama Pemerintah menyetujui rumusan baru dalam draf RUU DKJ, yakni agar ketua dan anggota Dewan Kawasan Aglomerasi dipilih oleh Presiden RI dengan tata cara penunjukannya diatur lebih lanjut dalam peraturan presiden.
6. Kewenangan khusus dan kewenangan khusus penunjang
DKJ memiliki kewenangan khusus di bidang kebudayaan. Hal itu meliputi pemajuan kebudayaan dengan prioritas pemajuan kebudayaan Betawi dan kebudayaan lain yang berkembang di Jakarta. Lalu, pelibatan badan usaha, lembaga pendidikan, lembaga adat dan kebudayaan Betawi, serta masyarakat dalam pemajuan kebudayaan.
Prioritas pemajuan kebudayaan Betawi tersebut mencerminkan bahwa kekhususan bagi DKJ tidak hanya sekadar dicirikan dalam hal kewenangan sektoral, tetapi juga memuat aspek kesejarahan Jakarta.
7. Pendanaan Jakarta
Sebagai upaya mempertahankan kearifan lokal agar tidak tergerus kemajemukan masyarakat, terlebih nantinya DKJ akan menjadi kota global. Dalam hal pemajuan kebudayaan Betawi, Pemerintah Provinsi DKJ membentuk dana abadi kebudayaan yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja daerah. Pemerintah DKJ juga dapat mengusulkan dana tambahan kepada Pemerintah Pusat.
8. Pengaturan aset
DPR bersama pemerintah sepakat untuk menghapus ketentuan dalam RUU DKJ yang mengatur agar aset kepemilikan pemerintahan pusat diserahkan ke Pemerintah Provinsi DKJ, seusai tidak lagi menjadi ibu kota negara.
Kesepakatan bersama tersebut menghapus ketentuan Pasal 61 RUU DKJ, yang menyatakan tiga aset kepemilikan pemerintahan pusat, yakni Kawasan Gelora Bung Karno, Monumen Nasional, dan Kemayoran diserahkan ke Pemerintah Provinsi DKJ usai tidak lagi menjadi ibu kota negara.
Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Rionald Silaban yang hadir dalam rapat pembahasan Panja RUU DKJ mewakili Pemerintah, menjelaskan usulan Pemerintah menghendaki kepemilikan aset Kawasan GBK, Monumen Nasional, dan Kemayoran tetap dikelola Pemerintah Pusat setelah ibu kota negara berpindah dari Jakarta ke IKN, sebab objek tersebut masuk sebagai barang milik negara (BMN) yang pengelolaannya akan menjadi tanggung jawab Menteri Keuangan.
Meski demikian, disepakati Pemerintah Provinsi DKJ nantinya tetap dapat mengusulkan pemanfaatan barang milik negara tersebut kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan, sebagaimana ketentuan yang tercantum dalam Pasal 48 ayat (1) RUU DKJ.
DPD pun meminta adanya klausul tegas tentang kemudahan pemanfaatan aset Pemerintah Pusat oleh Pemerintah DKJ, sebab penggunaannya dimaksudkan tidak hanya untuk masyarakat DKJ, misalnya, ketika BMN tersebut digunakan untuk perhelatan internasional.
Untuk itu dalam Pasal 48 ayat (2) RUU DKJ, disepakati bahwa ketentuan lebih lanjut terkait norma waktu yang memberikan kepastian kemudahan dalam hal permohonan pemanfaatan aset BMN Pemerintah Pusat oleh Pemerintah DKJ disepakati untuk diatur lebih lanjut melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK).
9. Kerjasama dalam dan luar negeri
Sebagai daerah otonom tingkat satu maka urusan kerja sama dalam dan luar negeri setelah Jakarta tak lagi menjadi ibu kota akan merujuk ketentuan perundang-undangan dan berlaku sama dengan provinsi lain di Indonesia.