PP E-Commerce dan 3 Kebijakan Ekonomi Digital Bakal Dirilis Tahun Ini

ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal
Menkominfo Rudiantara saat pembukaan Indonesia E-Commerce Expo di Indonesia Convention Exibation (ICE), Serpong, Tangerang, Banten, Selasa (9/5).
Penulis: Desy Setyowati
Editor: Pingit Aria
12/2/2019, 14.13 WIB

Kebijakan baru yang masuk dalam revisi roadmap e-commerce di antaranya: perlindungan data; transaksi lintas batas (cross border); barang dan jasa digital; serta penguatan daya saing produk local dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).

(Baca: McKinsey Indonesia Dorong Kerja Sama Bank dan Fintech)

Sejalan dengan adanya revisi roadmap e-commerce tersebut, ia berharap Indonesia memiliki strategi ekonomi digital secara nasional. "Indonesia belum punya, negara lain sudah. Kami mohon bantuan para pelaku untuk berkolaborasi untuk membuat strategi ekonomi digital yang harus diselesaikan tahun ini, sebagai bentuk luaran dari Perpres e-commerce," ujarnya.

Ketiga, Peraturan Direktorat Jenderal (Perdirjen) Pajak sebagai aturan turunan dari Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 210/PMK.010/2018 tentang Perlakuan Pajak Atas Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik atau E-commerce. "Targetnya memang 1 April (tetap berlaku). Kami diskusi tiap minggu dengan Ditjen Pajak)," ujar Ketua Bidang Pajak, Cybersecurity, Infrastruktur Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Bima Laga.

Keempat, revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PTSE). Aturan ini juga memuat tentang perusahaan digital (Over The Top/OTT). "Saya maunya aturan ini dirilis tahun lalu," kata Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo Samuel Abrijani Pangarepan, beberapa waktu lalu (1/2).

(Baca: Penjualan E-Commerce Diklaim Naik 70% Saat Imlek)

Hanya, aturan tersebut urung dirilis awal tahun ini karena alasan politik. Asisten Deputi Bidang Koordinasi Komunikasi, Informasi dan Aparatur Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam) Marsma TNI Sigit Priyono mengatakan, masalah lokasi pusat data masih menjadi polemik. Ada kekhawatiran data pribadi masyarakat Indonesia dikonsumsi oleh negara lain.

Halaman:
Reporter: Desy Setyowati