Marak Pengecer Barang Impor, Asosiasi E-Commerce Klaim Utamakan Lokal

ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Warga memilih barang-barang belanjaan yang dijual secara daring di Jakarta, Jumat (27/12/2019).
23/2/2021, 20.40 WIB

"Jadi belum tentu penjual yang memiliki produk serupa merupakan reseller barang impor,” kata Bima.

Pada 2019, idEA mencatat bahwa barang per paket yang penjualnya berasal dari luar negeri hanya 0,42%. Laporan JP Morgan berjudul ‘E-Commerce Payments Trend: Indonesia’ pada 2019 pun menunjukkan, hanya 7% konsumen yang membeli produk impor di e-commerce. Namun, penjualan lintas batas berkontribusi 20%.

Berdasarkan data idEA, sebagian besar penjual di e-commerce merupakan wirausaha dan UMKM Indonesia. Adanya produk dari negara lain merupakan pelengkap dalam menyediakan pilihan bagi konsumen.

Bima juga menegaskan bahwa masuknya barang impor lewat e-commerce sudah sesuai peraturan yang berlaku, seperti membayar bea masuk.

Sebelumnya, perwakilan Shopee Indonesia juga mengatakan bahwa 98,1% dari empat juta penjual aktif di platform merupakan UMKM. Hanya 0,1% yang merupakan pedagang lintas negara.

Produk dari penjual lokal masih mendominasi di Shopee yakni 97%. Secara rinci, penjualan produk UMKM di dalam ekosistem 71,4%, lintas negara 3%, dan sisanya pedagang besar lokal.

Namun, Peneliti Center of Innovation and Digital Economy Indef Nailul Huda juga memperkirakan, porsi produk impor di e-commerce mendominasi. “Perkiraan saya, produk lokal hanya 4-5% saja pangsa pasarnya di platform," kata dia kepada Katadata.co.id, akhir pekan lalu (18/2).

Halaman:
Reporter: Fahmi Ahmad Burhan