Transaksi Digital Bank Melonjak, Akan Bersaing Ketat dengan Fintech?

Jakub Jirsak/123rf
Ilustrasi
Penulis: Desy Setyowati
11/2/2021, 16.10 WIB
  • Layanan digital bank-bank besar melonjak hingga 660 % pada tahun lalu karena pandemi corona.
  • Perbankan dan fintech seperti GoPay mulai merambah bank digital.
  • Persaingan antara bank dan fintech diprediksi semakin ketat tahun ini.

Transaksi layanan digital bank melonjak pada tahun lalu, terdongkrak perubahan kebiasaan masyarakat yang beralih ke berbelanja online. Bank pun menyiapkan strategi untuk mendorong lini bisnis ini. Ekonom memperkirakan, persaingan antara bank dan teknologi finansial atau fintech makin ketat.

Ekonom dan Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah menilai, bank memang harus meningkatkan layanan digital. “Ini akan menjadi gaya hidup masyarakat,” kata dia kepada Katadata.co.id, Kamis (11/2).

Berdasarkan studi Facebook dan Bain and Company,  jumlah konsumen digital di Indonesia diperkirakan naik dari 119 juta pada 2019 menjadi 137 juta tahun lalu. Persentasenya pun melonjak dari 58 % menjadi 68 % terhadap total populasi.

Sedangkan jumlah konsumen digital di Asia Tenggara tertera pada Databoks di bawah ini:

Jika tidak beralih, bank akan kalah saing dengan perusahaan sejenis maupun fintech yang masif mengadopsi teknologi. Walaupun, sejauh ini menurutnya fintech masih sulit menyaingi bank.

“Banyak layanan bank yang belum dirambah oleh fintech seperti pembiayaan infrastruktur,” ujar Piter. Namun, “fintech tumbuh sangat cepat dan kemudian menjadi pesaing atau bahkan ancaman bagi perbankan.”

Ia pun menilai, persaingan antara bank dan fintech tidak terelakkan. Menurutnya, startup teknologi finansial akan masuk ke ceruk pasar yang selama ini digarap oleh bank, terutama pembiayaan dan pembayaran.

Sedangkan perbankan bakal berusaha mempertahankan pasar dengan mengembangkan layanan. “Walaupun, terbuka bagi bank menggaet fintech. Tapi ini lebih mungkin terjadi pada bank kecil hingga menengah. Yang skala besar akan memilih untuk mengembangkan bank digital,” katanya.

Benar saja. BCA dan BRI mulai mengembangkan bank digital lewat Bank Digital BCA dan BRI Agro.

Dalam laporan keuangan, BCA mencatatkan peningkatan transaksi digital sepanjang tahun lalu. Rinciannya dapat dilihat pada Tabel dan Grafik di bawah ini:

Nilai dan volume transaksi layanan digital BCA pada 2020. (BCA)

Rata-rata volume transaksi digital per hari naik 98 % dalam tiga tahun terakhir. Sedangkan volume transaksi terintegrasi dengan platform lain alias API meningkat 91 % secara tahunan (year on year/yoy).

Kemudian, jumlah pengguna layanan digital naik 44 % dalam tiga tahun terakhir. Rata-rata jumlah konsumen per hari meningkat empat kali lipat dalam setahun.

BCA menyiapkan sejumlah strategi untuk mendongkrak transaksi digital. Pertama, berkolaborasi dengan fintech, e-commerce, komunitas bisnis, dan lainnya. Kedua, meningkatkan basis pelanggan, terutama pembukaan rekening online melalui BCA Mobile.

Terakhir, meluncurkan produk baru seperti ‘Lifestyle’ pada mBCA. Ini memfasilitasi pelanggan untuk membeli voucer gim, tiket pesawat dan kereta, hingga memesan kamar hotel.

Namun, Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja sempat menyampaikan bahwa digitalisasi layanan perbankan bukan hal mudah. “Kami harus tahu persis apa yang diinginkan oleh nasabah dan mana saja data rahasia mereka,” kata dia dikutip dari Antara, September lalu (29/9/2020).

Di satu sisi, pemerintah dan DPR masih mengkaji rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP). Beleid ini ditargetkan terbit pada kuartal pertama 2020.

Selain BCA, bank milik negara mencatatkan peningkatan transaksi layanan digital pada tahun lalu. BRI misalnya, memiliki tiga layanan digital yaitu Agen BRILink, BRI mo, dan BRI Spot.

Agen BRILink merupakan perluasan layanan perbankan tanpa kantor. Mereka melayani transaksi keuangan kepada masyarakat secara real time online menggunakan mesin EDC atau aplikasi.

Jumlah agen naik 19,44% menjadi 504.233. Volume dan nilai transaksi naik 39,6% menjadi menjadi 728 juta kali, dan nilainya meningkat 25,4% menjadi Rp 843 triliun. Lalu, fee based income melonjak 47%.

Sedangkan volume transaksi mobile banking BRI mo naik 660,5% yoy menjadi Rp 765,8 juta kali. Internet banking meningkat 132,2% menjadi 2,7 miliar kali dan ATM naik 0,6% menjadi 3,75 miliar.

Jumlah akun rekening digital naik menjadi 170,7 ribu, sementara nilainya rerata Rp 2,8 juta. Rincian perkembangan transaksi pinjaman secara digital di platform BRI dapat dilihat pada Bagan di bawah ini:

Penyaluran pinjaman oleh BRI lewat layanan digital pada 2020. (BRI)

BNI juga mencatatkan kenaikan transaksi pada layanan mobile banking. Jumlah pengguna, nilai dan volume transaksi masing-masing naik 59,6%, 47,6%, dan 49,9%. Secara rinci dapat dilihat pada Bagan di bawah ini:

Transaksi layanan digital BNI pada 2020 (BNI)

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu pun berfokus menyediakan produk dan layanan berbasis platform digital pada tahun ini, pada lini bisnis consumer.  Selain itu, mengembangkan agen.

“Fokus kami saat ini bagaimana menjadi omnichannel,” kata Direktur Bisnis Consumer BNI Corina Kayla Karnalies dikutip dari Antara, bulan lalu (14/1). “Kami juga ekspansi melalui strategi kemitraan pihak ketiga, fitur channel lain, dan adopsi layanan API.”

Bank Mandiri pun mencatatkan kenaikan transaksi layanan digital Mandiri Online. Jumlah pengguna, nilai dan volume transaksi masing-masing naik 40%, 43%, dan 57%. Rinciannya dapat dilihat pada Bagan berikut:

Transaksi layanan digital Bank Mandiri pada 2020 (Bank Mandiri)

Salah satu dari tiga fokus bisnis Bank Mandiri pada 2020-2024 yakni menjadi bank digital modern teratas di Indonesia. “Caranya, meluncurkan aplikasi super untuk mengalihkan pelanggan ke platform online dan meningkatkan kapabilitas Core Banking,” demikian dikutip dari laporan keuangan Bank Mandiri akhir tahun lalu.

Bank Indonesia (BI) mencatat, 15 bank di Indonesia gencar beralih ke digital saat pandemi Covid-19. “Pandemi mempercepat digitalisasi ekonomi dan keuangan. Ini luar biasa,” Gubernur BI Perry Warjiyo dikutip dari Antara, bulan lalu (22/1).

BI memperkirakan, transaksi layanan digital bank naik dari Rp 27.036 triliun tahun lalu menjadi Rp 32.206 triliun pada 2021. “Ini jauh lebih tinggi dari nominal produk domestik bruto (PDB) Indonesia kita,” kata Perry.

Transaksi layanan digital bank itu terdorong penggunaan uang elektronik. BI memperkirakan, transaksi uang elektronik naik 32,3% dari Rp 201 triliun tahun lalu menjadi Rp 266 triliun pada 2021.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda pun memperkirakan, bank-bank terus mengembangkan platform mobile banking. “Bukan hanya layanan fintech, tetapi juga pemesanan hotel, tiket pesawat, dan lainnya,” kata dia kepada Katadata.co.id, bulan lalu (12/1). “Ada sektor yang terdisrupsi. Sudah pasti.”

Ia menilai, ekspansi tersebut merupakan babak baru di industri perbankan. “Perbankan besar seperti Bank Mandiri dan BCA mau tidak mau harus bisa bersaing untuk memperebutkan pangsa pasar bank digital, terlebih secara teknologi dan modal, keduanya memadai. Semakin praktis dan lengkap layanan maka akan semakin makin banyak penggunanya,” kata dia.

Meski begitu, menurutnya kerja sama antara perbankan dan fintech lebih menguntungkan kedua pihak. Ini karena bank memiliki modal yang mumpuni. Sedangkan fintech unggul dari sisi praktis. “Bagi perbankan dan fintech yang cerdik, strategi kerja sama patut dipertimbangkan,” kata dia.

Pertumbuhan bisnis fintech Asia Tenggara per kategori (e-Conomy 2020)

Berdasarkan laporan Standard & Poor's atau S&P bertajuk ‘Southeast Asia E-Money Market Report’, masyarakat Indonesia lebih memilih pembayaran dari fintech ketimbang bank. Penggunaan layanan fintech terdongkrak transaksi e-commerce hingga gim.

BI memperkirakan, transaksi e-commerce  naik 33,2% dari Rp 266,3 triliun pada 2020 menjadi Rp 337 triliun tahun ini. Rinciannya sebagai berikut:

S&P mencatat, penggunaan layanan pembayaran fintech di Indonesia merupakan yang terbesar di Asia Tenggara. Pada 2019, transaksi uang elektronik di Nusantara mencapai US$ 10 miliar.

Sedangkan dompet digital (e-wallet) dari fintech menyumbang sekitar 72% dari transaksi uang elektronik di Tanah Air. "Fintech telah melampaui bank sebagai penyedia pembayaran utama di Indonesia," demikian dikutip dari laporan S&P Global yang dirilis akhir bulan lalu (27/1).

Di Singapura, Malaysia, dan Thailand, layanan pembayaran dari bank masih mendominasi.

S&P mengatakan, penyelenggara fintech di Indonesia membangun infrastruktur fisik dan digital, sehingga masyarakat mudah bertransaksi di platform. Layanan yang paling sering digunakan yakni transfer uang, membayar tagihan, dan bertransaksi di toko.

Selain itu, ekosistem digital di Asia Tenggara terbangun, yakni ada e-commerce, berbagi penumpang (ride-hailing) hingga gim. Alhasil, penggunaan layanan fintech menjadi lebih banyak ketimbang bank.

S&P mencatat bahwa fintech di Indonesia terdongkrak banyaknya pengguna ponsel pintar (smartphone). Jumlahnya dapat dilihat pada Databoks di bawah ini:

Namun, bank tidak tinggal diam. "Bank memperluas layanan tagihan dan lainnya yang tersedia melalui aplikasi digital perbankan," demikian dikutip dari laporan.

Reporter: Desy Setyowati, Ihya Ulum Aldin, Antara

The pandemic has led Indonesia to revisit its roadmap to the future. This year, we invite our distinguished panel and audience to examine this simple yet impactful statement:

Reimagining Indonesia’s Future

Join us in envisioning a bright future for Indonesia, in a post-pandemic world and beyond at Indonesia Data and Economic Conference 2021. Register Now Here!