Startup Digitalisasi Toko Diburu Jutaan UMKM saat Pandemi Corona

Stanisic Vladimir/123rf
Ilustrasi toko online. Lebih dari satu juta UMKM beralih ke digital saat pandemi corona.
Penulis: Desy Setyowati
16/9/2020, 19.03 WIB

Berdasarkan riset CLSA, biaya akuisisi konsumen alias customer acquisition costs (CACs) melalui mitra warung hanya US$ 2 per pelanggan atau 10-20% dari pengeluaran normal. Layanan dengan skema Online to Offline (O2O) ini bahkan berkontribusi 10% terhadap total pengguna baru.

Perusahaan menyediakan layanan pemesanan stok dagangan hingga pembayaran dengan kode Quick Response (QR Code). Bukalapak juga bekerja sama dengan GrabKios untuk menyediakan dan menyalurkan produk digital kepada mitra.

CEO Bukalapak Rachmat Kaimuddin sempat menyampaikan bahwa pendapatan mitra warung meningkat 10 kali lipat sejak bergabung. Unicorn ini pun berfokus pada bisnis digitalisasi warung dalam lima tahun ke depan, ketimbang meningkatkan kunjungan dengan ‘bakar uang’.

Dengan strategi itu, laba sebelum bunga, pajak, dan amortisasi (EBITDA) Bukalapak tumbuh 60% pada kuartal II tahun ini dibandingkan akhir 2018. “Kami cari solusi dan inovasi yang diperlukan masyarakat," ujar Presiden Bukalapak Teddy Oetomo, akhir pekan lalu (11/9).

Konglomerat seperti Grup Salim pun merambah layanan digitalisasi toko, melalui YouTap. Startup ini juga baru saja meluncurkan aplikasi bagi pelaku usaha dalam mengelola dagangan, memproses transaksi, dan analisis perkembangan bisnis.

Saat ini, perusahaan besutan Grup Salim dan YouTap Singapura itu telah menggaet 50 ribu pelaku usaha sejak berdiri pada awal tahun. "UMKM dapat lebih produktif dalam mengembangkan usahanya (dengan digitalisasi bisnis)," kata CEO Youtap Indonesia Herman Suharto, bulan lalu (27/8).

Kemudian startup GudangAda menggaet 150 ribu UMKM. Perusahaan ini menyediakan solusi bisnis bagi para penjual produk kebutuhan sehari-hari atau Fast Moving Consumer Goods (FMCG).

Perusahaan rintisan itu menerapkan komisi atas setiap transaksi. Dengan skema bisnis ini, GudangAda meraih pendanaan US$ $25,4 juta atau sekitar Rp 372 miliar dari Sequioa India, Alpha JWC Ventures, Wavemaker Partners pada awal tahun lalu.

CEO Mandiri Capital Indonesia Eddi Danusaputro mengatakan, minat investor untuk berinvestasi di startup digitalisasi toko memang besar karena peluangnya banyak. Berdasarkan riset perusahaan sekuritas CLSA pada September 2019, warung berkontribusi 65-70% terhadap transaksi retail nasional.

Berdasarkan riset Euromonitor International, mayoritas masyarakat Indonesia, India, dan Filipina pun berbelanja di toko kelontong. Transaksinya mencapai US$ 479,3 miliar atau 92% dari total nilai pasar retail US$ 521 miliar pada tahun lalu, sebagaimana Databoks di bawah ini:

 

Namun margin dari setiap transaksi di warung relatif kecil. Untuk meraup pendapatan, volume transaksinya harus tinggi atau jaringan warungnya diperbanyak. “Jadi tergantung bisnis modelnya, apakah memakai gudang dan lainnya,” kata Eddi.

Peluang bagi perusahaan rintisan digitalisasi toko untuk menggaet lebih banyak UMKM memang besar, terutama saat pandemi corona. Jumlah UMKM di Indonesia mencapai 64 juta lebih pada 2018, sebagaimana Databoks di bawah ini:

 

Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan sempat menyampaikan, satu juta lebih UMKM bergabung di ekosistem digital saat pandemi corona, per Juli lalu. Ini artinya, jumlah UMKM digital hampir mencapai target 10 juta pada 2020.

Pemerintah juga memberikan beragam stimulus untuk mendorong bisnis UMKM saat pandemi. Anggarannya dapat dilihat pada Databoks di bawah ini:

Regulator mendorong UMKM mendigitalisasikan bisnisnya agar dapat menjangkau konsumen di tengah pandemi corona. Selain itu, riset dari International Data Corporation (IDC) dan Cisco menunjukkan, Produk Domestik Bruto (PDB) bisa bertambah US$ 160 miliar-US$ 164 miliar (Rp 2.372,6 triliun-Rp 2.432 triliun) pada 2024 dengan mendigitalisasi UMKM.

Halaman:
Reporter: Desy Setyowati, Fahmi Ahmad Burhan