Regulator Amerika Serikat (AS), Tiongkok, dan Eropa menyiapkan aturan baru terkait penggunaan data oleh raksasa teknologi guna mengantisipasi monopoli. Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) periode 2014-2019 Rudiantara mengatakan, Indonesia harus menyesuaikan diri dengan tren regulasi global.
Perusahaan teknologi di Indonesia terus berkembang dan menjadi besar. Ada satu decacorn atau startup dengan valuasi US$ 10 miliar lebih yakni Gojek. Kemudian empat unicorn atau valuasi US$ 1 miliar lebih yaitu Tokopedia, Bukalapak, Traveloka, dan OVO.
Gojek bahkan dikabarkan bakal merger dengan Grab. Sedangkan Tokopedia disebut-sebut mengkaji merger dengan perusahaan akuisisi bertujuan khusus (SPAC) AS, Bridgetown Holdings.
“Bear in our mind bahwa kita juga menginginkan platform e-commerce Indonesia menjadi perusahaan skala regional atau internasional. Maka regulatory framework Indonesia juga harus menyesuaikan dengan norma global,” kata Rudiantara dalam acara virtual peluncuran ‘Studi Lazada: Percepatan Ekonomi Digital Indonesia melalui E-Commerce’, Kamis (17/12).
Di satu sisi, pemerintah AS, Tiongkok, dan Eropa mulai memperketat aturan bagi raksasa teknologi seperti Facebook, Google, Alibaba hingga Tencent. Ini karena big tech seperti mereka dinilai menciptakan monopoli.
Mereka dianggap menggunakan kekuatannya dari pengelolaan data pengguna yang sangat banyak untuk menekan perusahaan yang lebih kecil. Oleh karena itu, para regulator mulai mengkaji aturan baru guna mengantisipasi monopoli.
Sedangkan di Indonesia, jumlah pengguna Facebook cukup besar. Begitu juga dengan YouTube milik Google. Angkanya tertera pada Databoks di bawah ini:
Terkait pengumpulan dan penggunaan data pengguna masyarakat, Rudiantara menilai bisa mengacu pada Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau UU ITE saat ini. Selain itu, “perlindungan data pribadi merupakan keharusan. Kita bisa melakukan studi tiru, bukan hanya banding, dari negara-negara yang sudah menerapkan,” kata dia.
Saat ini, Kominfo dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tengah membahas UU Perlindungan Data Pribadi. Beleid ini ditarget selesai pada awal tahun depan.
Sedangkan Presiden Direktur International Business Machines (IBM) Tan Wijaya mengatakan, penyesuaian regulasi global, khususnya terkait data pribadi penting dilakukan. "Aturan ini relevan dan mesti dipikirkan oleh perusahaan teknologi," katanya.
Regulasi tersebut dapat memberi batasan bagaimana perusahaan memanfaatkan data pengguna. "Yang banyak diatur ke perusahaan digital itu terkait apa yang banyak dimonitisasi, yaitu data," katanya.
Namun sebelumnya, Presiden Komisaris SEA Group Indonesia Pandu Patria Sjahrir menilai Kominfo perlu mengatur sektor teknologi. Ini karena kapitalisasi pasar startup di Nusantara melonjak.
Ia mencatat, nilainya sekitar US$ 50 juta pada delapan tahun lalu. “Sekarang, kalau digabung semua perusahaan teknologi yang berbisnis di Indonesia, nilainya lebih besar dibandingkan telekomunikasi,” kata dia dalam webinar bertajuk 'Strategi Mempercepat Pemulihan Ekonomi dari Krisis' yang diselenggarakan oleh Katadata.co.id, November lalu (2/11).
Riset Google, Temasek dan Bain dan Company bertajuk e-Conomy SEA 2020 pun memperkirakan, nilai ekonomi digital Indonesia US$ 44 miliar atau Rp 619 triliun pada tahun ini. Angkanya tertera pada Databoks berikut: