Bisnis Induk Shopee Makin Menggurita, Para Pesaingnya Bakal Bersatu?

shopee
Ilustrasi platform Shopee
Penulis: Desy Setyowati
29/3/2021, 13.25 WIB
  • Induk Shopee memiliki bisnis e-commerce, gim, fintech, bank digital hingga pesan-antar makanan.
  • Sea Ltd juga merambah layanan berbagi tumpangan seperti Gojek dan Grab, dan berencana membangun laboratorium AI.

Perkembangan bisnis induk Shopee, Sea Group, disebut-sebut melatarbelakangi rumor merger Gojek dan Grab maupun dengan Tokopedia. Perusahaan asal Singapura ini memiliki usaha e-commerce, gim, keuangan, dan yang terbaru yakni bank digital dan pesan-antar makanan.

Analis di DBS Group Holdings Sachin Mittal menilai, Sea Ltd memanfaatkan basis pengguna dari bisnis e-commerce Shopee, game online Garena, dan keuangan SeaMoney, untuk memperluas pasar. Langkah ini pun disambut baik oleh investor.

Harga saham Sea Ltd meningkat dari US$ 199 akhir tahun lalu (31/12/2020) menjadi US$ 280 per lembar pada Februari (19/2). Walaupun harganya kemudian turun menjadi US$ 209 per lembar pada akhir pekan lalu (26/3).

“Perusahaan ingin memperluas kepemimpinan di sana (bisnis e-commerce) ke pasar lain,” demikian kata Sachin kepada Asia Nikkei, dikutip dari Financial Times, akhir pekan lalu (26/3).

Berdasarkan data iPrice, jumlah kunjungan ke platform Shopee merupakan yang tertinggi di Asia Tenggara. E-commerce bernuansa oranye ini juga memimpin di Indonesia sepanjang tahun lalu.

Secara berurutan pada kuartal pertama hingga keempat 2020, jumlah kunjungan ke platform di Tanah Air yakni 71,53 juta, 93,44 juta, 96,53 juta, dan 129,32 juta. Angka pada kuartal akhir tahun lalu dapat dilihat pada Databoks di bawah ini:

Dengan jumlah pengguna yang besar, Shopee pun merambah layanan pengiriman kebutuhan sehari-hari lewat Shopee Mart dan Shopee Segar. Lalu menyediakan jasa pesan-antar makanan melalui ShopeeFood di Indonesia sejak akhir tahun lalu.

Berdasarkan riset yang diumumkan Januari lalu, We Are Social mencatat 74,4% pengguna internet di Indonesia menggunakan aplikasi pesan-antar makanan dalam satu bulan terakhir. Persentase tersebut merupakan yang tertinggi di dunia.

CEO perusahaan venture builder yang berbasis di Singapura, Momentum Works, Li Jianggan menilai bahwa masuknya Shopee di bisnis food delivery merupakan strategi mendongkrak pendapatan. “Ini akan menarik,” kata dia saat konferensi pers virtual, pada Januari (28/1).

Dalam riset Momentum Works bertajuk ‘Food Delivery Platforms in Southeast Asia’, nilai transaksi bruto atau GMV pesan-antar makanan di Asia Tenggara diperkirakan US$ 11,9 miliar pada 2020. Indonesia berkontribusi paling besar, sebagaimana terlihat pada Databoks di bawah ini:

Untuk mengalahkan dominasi Grab dan Gojek di sektor pesan-antar makanan, Shopee menggencarkan promosi. Hingga saat ini, e-commerce Singapura itu masih menawarkan diskon hingga 50% dan gratis ongkos kirim Rp 12 ribu di Tanah Air.

Berdasarkan pantauan Katadata.co.id, pengemudi ShopeeFood menunggu pesanan di sekitar mal di Jakarta, bersama dengan mitra Gojek dan Grab. “Segera (setelah mendaftar menjadi partner ShopeeFood), ada pesanan setiap hari,” kata manajer salah satu restoran mi di ibu kota, MA Rasyid, dikutip dari Reuters, pekan lalu (23/3).

Dengan strategi itu, Sea Ltd pun memperkirakan pendapatan Shopee meningkat dua kali tahun ini. Pasar utamanya yaitu Indonesia.

Nilai ekonomi digital di Indonesia dan transaksi per sektor (Google, Temasek, dan Bain and Company: e-Conomy 2020)

Pendapatan Shopee diprediksi US$ 4,5 - 4,7 miliar atau sekitar Rp 64,5 - 67,3 triliun pada 2021. "Diproyeksi tumbuh 112,3% secara tahunan atau year on year (yoy),” demikian isi laporan kinerja Sea Group pada kuartal IV 2020, dikutip dari Tech In Asia, tiga pekan lalu (4/3).

Sepanjang tahun lalu, pendapatan Shopee meningkat 159,8% yoy menjadi US$ 2,2 miliar (Rp 31,5 triliun). Jika dihitung dengan insentif penjualan bersih, nilainya mencapai US$ 2,5 miliar (Rp 35,8 triliun).

Namun, pendapatan perusahaan sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi atau EBITDA negatif US$ 1,3 miliar (Rp 18,6 triliun). Kerugiannya meningkat dibandingkan 2019 yang mencapai US$ 1 miliar (Rp 14,3 triliun).

Perkembangan EBITDA Shopee (Tech In Asia)

Asia Nikkei pun melaporkan, kerugian bersih Sea Ltd mencapai US$ 1,61 miliar. Ini karena biaya penjualan dan pemasaran atau ‘bakar uang’ naik 89% menjadi US$ 1,8 miliar. Ini menggerus pendapatan yang melonjak dua kali menjadi US$ 4,37 miliar.

“Cara (Sea Group) membuat terobosan yakni melalui promosi besar-besaran menggunakan tumpukan uang. Mereka tidak memiliki ekuitas merek yang sangat kuat,” kata sumber Asia Nikkei, yang merupakan pegiat di industri teknologi.

Namun, ia menyadari bahwa pesaing Sea Ltd juga menerapkan ‘bakar uang’. Sejauh ini, pasar terlihat menyetujui strategi tersebut.

Akan tetapi, bisnis Sea Ltd terbantu oleh Garena. Lini usaha hiburan digital mencatatkan pendapatan US$ 2 miliar sepanjang tahun lalu atau naik 77,5% yoy. Dikutip dari laporan keuangan kuartal IV 2020, ini utamanya ditopang oleh peningkatan basis pengguna aktif dan kesuksesan Free Fire.

Sea Group memperkirakan pendapatan lini bisnis gim yakni Garena meningkat 38% menjadi US$ 4,3 miliar (Rp 61 triliun) pada tahun ini. Alasannya, game online diminati saat pandemi corona.

Selain itu, valuasi Sea Ltd sekitar US$ 120 miliar berdasarkan CB Insights. Sedangkan Grab US$ 14 miliar dan Gojek US$ 10 miliar.

Gojek, Grab, Tokopedia Bersaing dengan Induk Shopee

Valuasi yang tinggi memungkinkan Sea mengumpulkan hampir US$ 3 miliar pada Desember 2020 dengan penawaran saham baru yang tidak mengurangi nilai sahamnya secara signifikan. “Likuiditas Sea untuk mengakses modal terlalu besar,” kata seorang investor di perusahaan lain.

Oleh karena itu, menurutnya perusahaan internet yang bersaing dengan Sea Ltd di Asia Tenggara harus memiliki arena bermain yang sama dengan Sea. “Jika tidak, Sea akan datang dengan pengiriman makanan, pembayaran. Mereka bisa (berkembang) di mana-mana,” kata dia.

Co-Founder sekaligus Managing Partner East Ventures Willson Cuaca menilai, Sea Group seperti Thanos dalam film Avengers. “Besar dan kuat, mampu menjatuhkan separuh dunia, atau dalam hal ini separuh perusahaan rintisan,” kata dia, dikutip dari Reuters. "Seperti Avengers, perusahaan perlu bersatu jika mereka ingin memastikan kelangsungan hidup dan memenangkan perang."

Sebagaimana diketahui, Sea Ltd merambah pesan-antar makanan, bank digital, dan finansial teknologi (fintech) pembayaran melalui ShopeePay. Di Indonesia, beberapa riset menunjukkan bahwa ShopeePay memimpin sejak tahun lalu.

Sea Group juga resmi masuk ke bisnis bank digital Indonesia lewat SeaBank. Raksasa Singapura ini menjadi pemegang saham pengendali Bank Kesejahteraan Ekonomi atau BKE yang kini bernama Seabank Indonesia.

Kini, induk usaha Garena itu disebut-sebut mengincar Bank Capital dan Bank Bumi Arta (BNBA). Namun, tim humas Shopee belum memberikan tanggapan terkait isu tersebut.

Sea Ltd juga merambah bisnis berbagi tumpangan (ride hailing) seperti Gojek dan Grab lewat Ryde di Singapura. Perusahaan yang berdiri pada 2014 ini mengumpulkan US$ 9,5 juta dari beberapa investor, termasuk Sea Group, yang memimpin dua putaran pendanaan pada 2016 dan 2017.

Induk Shopee itu juga berencana membangun laboratorium kecerdasan buatan alias artificial intelligence (AI). Ini bertujuan mengembangkan insight dan teknologi terkait dengan bisnis yang ada dan peluang baru.

Partner sekaligus direktur di BCG Digital Ventures Hanno Stegmann menilai, pertumbuhan Sea yang begitu pesat memaksa pesaing di regional untuk mempertimbangkan opsi lain. Ia mengibaratkan persoalan seperti klub sepak bola di Spanyol, Real Madrid.

“Saat Anda berada dalam posisi yang kuat, semua orang menyerang Anda, semua orang ingin mengalahkan Anda,” kata Hanno dikutip dari Asia Nikkei.

SoftBank pun disebut-sebut mendorong Grab merger dengan Gojek untuk mengantisipasi perkembangan Sea Ltd. Namun, isu ini memudar lantaran Gojek dikabarkan mengkaji penggabungan dengan Tokopedia. SoftBank dinilai mendukung rencana ini.