Inflasi Indonesia pada Juli mencapai 4,94% secara tahunan (year on year/yoy) atau tertinggi sejak November 2015. Kondisi ini dinilai tidak terdampak terhadap transaksi startup e-groceries yang dibidik oleh konglomerat.
Startup e-groceries Titipku mencatat, kenaikan harga atau inflasi yang tinggi di Indonesia tidak berpengaruh terhadap transaksi. Co-founder Ong Tek Tjan menilai, ini karena pemerintah menjaga daya beli masyarakat lewat beragam program bantuan.
“Porsi belanja masyarakat tidak menurun karena adanya inflasi, tapi mungkin akan berkurang ke barang-barang sekunder yang lain,” kata Ong Tek Tjan saat peluncuran Indonesia Online Grocery Report 2022, Rabu (10/8).
Sedangkan data inflasi dapat dilihat pada Databoks di bawah ini:
Co-founder dan CEO Titipku Henri Suhardja mencatat, sejumlah pedagang di platform memang menaikkan harga produk seiring melonjaknya inflasi. Namun, konsumen tetap berbelanja seperti biasa.
“Mereka tetap memakai layanan kami karena memang pembeli sudah terasa nyaman. Kalau dihitung dari biaya bolak-balik pergi ke pasar dan waktu, lebih efisien memakai Titipku,” ujar Henri.
Ia mengatakan, jumlah pedagang yang ingin bergabung meningkat. Startup ini pun memperluas pasar.
“Kami marketplace, jadi harus menyeimbangkan antara supply dan demand,” kata dia.
Sejalan dengan hal itu, transaksi Titipku melonjak hampir 10 kali lipat setiap tahun sejak 2020.
Sektor e-groceries diminati oleh konglomerat di Indonesia selama pandemi corona. Besarnya pasar sektor ini dapat dilihat pada Bagan di bawah ini:
Anak usaha CT Corps, PT Trans Retail Indonesia (Transmart) dan PT Bukalapak.com Tbk misalnya, membentuk usaha patungan atau joint venture berupa e-commerce bidang makanan segar dan kebutuhan sehari-hari AlloFresh.
Kemudian Blibli yang didukung Grup Djarum juga berinvestasi di perusahaan ritel modern Ranch Market. E-commerce ini mengakuisisi 51% saham Ranch Market, dengan nilai transaksi pengambilalihan Rp 2,03 triliun.
Grup Djarum juga masuk ekosistem penyedia produk segar secara tidak langsung melalui Gojek. Grup Djarum menjadi salah satu investor Gojek sejak 2018.
Gojek memimpin putaran pendanaan seri A startup social commerce Segari melalui GoVentures pada April. Nilai investasinya US$ 16 juta atau Rp 226,8 miliar. Segari menawarkan layanan penyederhanaan rantai distribusi kebutuhan pokok melalui skema bisnis social commerce.
Startup yang berdiri tahun lalu itu menjaring mitra petani dari Jawa dan Sumatera. Perusahaan rintisan itu memanfaatkan desentralisasi gudang dalam menyediakan layanan.
Lalu, Astra International berinvestasi di Sayurbox US$ 5 juta atau sekitar Rp 72 miliar. Grup Ciputra, melalui emiten teknologi, Metrodata Electronics juga menggelontorkan US$ 500 ribu atau setara Rp 7,12 miliar kepada Sayurbox.
Metrodata Electronics dan Sayurbox menandatangani perjanjian investasi yang di dalamnya disebutkan bahwa perusahaan akan memperoleh saham di Sayurbox dalam kurun waktu tertentu.
Jumlah dan persentase saham akan didasarkan pada formula perhitungan yang diatur dalam perjanjian investasi tersebut.
Triputra Group dan Multi Persada Nusantara terlibat dalam putaran pendanaan startup penyedia produk segar Kedai Sayur US$ 4 juta atau Rp 57 miliar sejak 2019. Kedai Sayur menawarkan solusi inklusi teknologi bagi tukang sayur. Perusahaan mendesain model bisnis tukang sayur dan mengakomodasi ekosistem petani sayur.
Kemudian, Grab menjalin aliansi usaha dengan gerai ritel milik Grup Lippo, Matahari Putra Prima Tbk (MPPA). Kerja sama ini untuk memperluas bisnis omni-channel Matahari.
Melalui kolaborasi itu, Matahari bisa membuat toko virtual Hypermart, Foodmart, Primo dan Hyfresh pada fitur GrabMart. Dengan begitu, konsumen Grab dapat berbelanja bahan pokok, produk segar hingga kebutuhan rumah tangga dalam satu aplikasi.
Ada juga Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Telkom yang masuk melalui MDI Ventures. Perusahaan modal ventura ini memimpin pendanaan ke startup pertanian TaniHub Group US$ 65,5 juta atau sekitar Rp 942 miliar pada Mei.