Kementerian BUMN menyebutkan bahwa sebanyak tujuh perusahaan pelat merah berkontribusi hingga 20% dari total emisi karbon dan gas rumah kaca Indonesia. Ketujuh BUMN tersebut bergerak di bidang energi, pertambangan, hingga perkebunan.
Wakil Menteri BUMN Pahala N. Mansury mengakatakn bahwa BUMN memiliki posisi yang sangat penting di sektor energi nasional, di mana sektor ini berkontribusi terbesar terhadap gas rumah kaca, yakni 22% dari total emisi nasional.
“Tujuh BUMN itu yaitu Pertamina, PLN, Pupuk Indonesia, Semen Indonesia, PTPN, Perhutani sebagai salah satu yang memiliki sumber daya untuk bisa mengurangi emisi tersebut, dan juga MIND ID,” ujar Pahala dalam acara EBTKE ConEx yang dipantau secara daring, Kamis (13/7).
Menurut dia, saat ini Kementerian BUMN telah menyiapkan inisiatif untuk ketujuh perusahaan pelat merah tersebut untuk dapat menurunkan emisi karbonnya, khususnya untuk scope 1 dan 2.
Beberapa inisiatif tersebut di antaranya mendorong ke-7 BUMN penyumbang emisi karbon terbesar untuk bermitra dengan berbagai pihak untuk mendukung program dekarbonisasi di Indonesia, menjadikan upaya penurunan emisi sebagai salah satu indikator kinerja utama.
“Salah satu indikator kinerja yang paling utama yang menjadi bagian dari shareholder aspirations kami di Kementerian BUMN adalah bagaimana masing-masing BUMN tersebut bisa menurunkan dan mencapai penurunan emisi,” ujar Pahala.
Kementerian BUMN juga telah menerbitkan Surat Edaran Menteri BUMN Nomor 6 Tahun 2022 tentang Pelaksanaan Program Dekarbonisasi dan Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon di BUMN untuk Mendukung Pencapaian Target Kontribusi Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca.
Pahala menyebut SE ini menjadi panduan bagi seluruh BUMN, terutama tujuh BUMN penyumbang emisi terbesar, untuk bisa menerapkan carbon accounting dan peta jalan penurunan emisi.
“Melalui penerapan carbon accounting dan roadmap penurunan emisi kami mendorong masing-masing BUMN dapat berkontribusi terhadap voluntary dan compliance carbon market yang kami harapkan bisa diterapkan,” ujarnya.
Pahala mencontohkan beberapa inisiatif yang telah diterapkan dalam upaya mendorong pasar karbon dan nature based solution yakni seperti yang dilakukan Perusahaan Perdagangan Indonesia dan Pertamina Geothermal Energy (PGE).
Saat ini PGE telah melakukan validasi dan verifikasi terkait proyek carbon credit Lahendong 5 dan 6 yang diharapkan bisa menjadi pilot project peluncuran bursa karbon IDX. Adapun volume yang tersedia saat ini untuk perdagangan karbon pertama sekitar 262 ribu ton CO2. “Kami harapkan ini bisa menjadi model pengembangan carbon trading di Indonesia,” ujarnya.
Selain itu, PPI dan Perhutani juga telah menandatangani head of agreement (HoA) terkait pengembangan pasar karbon yang ditargetkan akan diluncurkan pertama kali pada bulan September 2023.