Kementerian ESDM bakal menyerahkan Daftar Inventarisasi Masalah atau DIM dari Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET) pada akhir tahun ini.
Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan penyerahan DIM secara resmi akan dilakukan saat Panja bersama Komisi VII DPR. "Penyerahan DIM secara resmi akan diikuti oleh agenda pembahasan dalam Panja," kata Arifin saat ditemui usai Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi VII DPR pada Selasa (29/11).
RUU EBET merupakan RUU inisiatif DPR yang menjadi prioritas pembahasan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2022 melalui Keputusan DPR RI Nomor 8/DPR RI/II/2021-2022.
Adapun RUU EBET telah disampaikan oleh DPR kepada pemerintah pada tanggal 14 Juni 2022. Arifin mengatakan, wakil pemerintah yang terdiri dari lintas kementerian telah menyusun DIM RUU EBET.
Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan di internal Pemerintah, telah disusun DIM RUU EBET yang terdiri dari 574 nomor DIM dengan rincian 52 pasal diubah, 10 pasal tetap, dan 11 pasal baru. "Secara formal ini (penyerahan DIM) harus melalui Setneg, tapi draftnya kami serahkan," ujar Arifin.
Wakil Ketua Komisi Energi, Bambang Haryadi mendesak pemerintah untuk segera menyerahkan DIM RUU EBET kepada badan legislatif untuk menghindari cacat formil dalam upaya pengesahan menjadi UU EBET.
Berdasarkan ketentuan UU Pembentukan Perundang-Undangan, presiden harus sudah memberikan Surpres dan DIM ke DPR dalam waktu paling lambat 60 hari. Namun sayangnya, terkait RUU EBET pemerintah baru mengirimkan Surpres tanpa disertai DIM.
"Hingga hari ini pemerintah belum juga menyampaikan DIM terkait RUU EBET meskipun sudah melebih batas waktu yang sudah ditetapkan," kata Bambang saat Raker bersama Kementerian ESDM pada Senin (29/11).
Dalam Raker tersebut pemerintah melalui Kementerian ESDM, Kementerian BUMN, Kementerian KLHK, Kementerian Keuangan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi serta Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia telah menyatakan pandangan pemerintah terhadap RUU EBET.
Adapun salah satu pandangan pemerintah yakni menyetujui pembentukan Majelis Tenaga Nuklir atau MTN dengan mengusulkan kewenangan MTN yaitu terkait pengkajian kebijakan, pelaksanaan monitoring dan evaluasi, serta penyusunan rekomendasi kebijakan.
Selain itu, Pemerintah mengusulkan pelaksana PLTN adalah badan usaha yang mempunyai kompetensi di bidang ketenaganukliran untuk listrik.
Lebih lanjut, pemerintah menyetujui substansi terkait persetujuan pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) oleh DPR dan mengusulkan persetujuan dengan teknologi sebelum generasi ketiga.
"Untuk Pertambangan galian nuklir, pemerintah mengusulkan tidak diatur dalam RUU EBET karena sudah diatur secara detail dalam Undang-Undang Minerba," kata Arifin.