RI akan Tagih Janji Negara Maju Bantu US$ 100 M untuk Perubahan Iklim
Pemerintah Indonesia akan terus menagih janji negara-negara maju yang akan membantu pendanaan US$ 100 miliar untuk penanganan perubahan iklim. Pasalnya, janji tersebut hingga kini belum juga terealisasi.
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan gelaran Presidensi G20 menjadi kesempatan bagi Indonesia untuk mendiskusikan kembali mengenai bantuan tersebut. Sehingga akan berdampak pada percepatan transisi energi negara berkembang.
"Mereka sudah berjanji US$ 100 miliar untuk mensupport penurunan emisi gas rumah kaca. Ini juga menjadi salah satu topik yang akan didiskusikan kembali, sehingga ada hal-hal yang konkrit dan real," kata dia dalam Special Dialogue: Akselerasi Transisi Energi Dalam Perwujudan Ekonomi Hijau, Jumat (11/3).
Menurut Dadan, manfaat yang dirasakan Indonesia sebagai Presidensi G20 pada tahun ini akan cukup besar. Dari sisi tuan rumah, Indonesia mempunyai wewenang untuk mengusulkan topik apa saja yang dibahas dengan tetap memprioritaskan kepentingan nasional.
Setidaknya dalam G20 ini, Indonesia mengusung tiga hal. Pertama, memastikan akses masyarakat terhadap energi tetap terjamin, terjangkau dan tersedia. Mengingat sebagai negara berkembang, Indonesia masih memiliki tantangan untuk memastikan seluruh masyarakat mendapat akses listrik.
Kemudian yang kedua yakni pemanfaatan teknologi dan ketiga yaitu terkait pendanaan. "Tiga hal ini sangat penting buat Indonesia untuk mempercepat transisi energi ini," kata dia.
Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan menilai Indonesia merupakan negara kaya akan sumber daya alam. Pemerintah sendiri juga telah berkomitmen untuk mengarah ke pengembangan energi hijau, dimana porsi pembangkit EBT dalam draft RUPTL 2021-2030 mendominasi.
Namun demikian, masalah pendanaan menjadi hal yang sangat berpengaruh dalam merealisasikan target-target yang sudah dicanangkan tersebut. "Kita butuh dana yang cukup besar, G20 ini menjadi momentum Indonesia sudah siap mampu untuk melakukan transisi energi hanya saja butuh dukungan dari negara lain," katanya.
Analisis OECD yang dirilis pada akhir Oktober lalu menunjukkan, target penyaluran US$ 100 miliar tersebut mungkin baru tercapai pada tahun 2023. Padahal dana ini awalnya ditargetkan bisa tersalurkan penuh pada tahun 2020. Adapun realisasi pada 2019 sudah mencapai US$ 79,6 miliar.
"Negara-negara maju gagal memenuhi janji mereka untuk mendanai US$ 100 miliar per tahun bagi negara-negara berkembang dalam menghadapi ancaman climate change baik dalam bentuk program adaptasi maupun mitigasi," tulis Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam akun instragm pribadinya @smindrawati, tahun lalu, Kamis (4/11).