PPN Dibebaskan, Definisi, Dasar Hukum dan Tujuan Pemberiannya

ANTARA FOTO/Muhammad Arif Pribadi/Lmo/wsj.
Ilustrasi, pekerja memanggul karung berisi beras di gudang Perum Bulog. Beras menjadi salah satu barang kebutuhan pokok yang nantinya akan mendapatkan fasilitas PPN dibebaskan, sesuai dengan yang tertera dalam UU HPP.
Penulis: Agung Jatmiko
24/3/2022, 19.30 WIB

Meski kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai atau PPN, dari 10% menjadi 11% tidak mengalami penundaan, pemerintah menjamin pelaksanaannya tidak akan membebani masyarakat.

Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo mengatakan, dengan berlakunya Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 atau UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), barang kebutuhan pokok memang dihapuskan dari daftar barang yang mendapatkan fasilitas tidak dikenakan PPN.

Sebelumnya, barang-barang kebutuhan pokok tercantum dalam daftar barang yang mendapatkan fasilitas tidak dikenakan PPN. Hal ini tercantum dalam Pasal 4A UU Nomor 42 Tahun 2009 atau UU PPN.

"Namun, barang kebutuhan pokok ini nantinya akan diberikan fasilitas PPN dibebaskan. Kriteria dan jenis barang kebutuhan pokok yang sebelumnya telah berlaku seluruhnya mendapat PPN dibebaskan. Sehingga tidak akan memberatkan masyarakat," kata Yustinus kepada Katadata.co.id, Kamis (24/3).

Pengertian dan Dasar Hukum PPN Dibebaskan

PPN dibebaskan merupakan salah satu fasilitas perpajakan yang diberikan pemerintah, terhadap impor serta penyerahan barang kena pajak (BKP) dan jasa kena pajak (JKP) yang telah ditentukan. Berbeda dengan fasilitas tidak dipungut, PPN dibebaskan sepenuhnya tidak memiliki tarif. Sementara, untuk fasilitas tidak dipungut, tarif PPN tetap ada, namun tidak ada pemungutan.

Dalam UU HPP, tidak ada pasal yang secara khusus mengatur pemberian fasilitas PPN dibebaskan. Pasal yang mengatur fasilitas ini digabungkan dengan fasilitas PPN tidak dipungut. Aturan yang dimaksud ini tertera dalam Pasal 16B UU HPP.

Dalam Pasal 16B UU HPP disebutkan bahwa pajak terutang dapat tidak dipungut sebagian atau seluruhnya, atau dibebaskan dari pengenaan PPN. Pemberian fasilitas ini dapat dilakukan baik untuk sementara waktu maupun seterusnya, untuk kegiatan-kegiatan berikut:

1. Kegiatan di kawasan tertentu atau tempat tertentu di dalam daerah pabean.
2. Penyerahan BKP/JKP tertentu.
3. Impor BKP tertentu.
4. Pemanfaatan JKP tertentu dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean yang diatur dengan peraturan pemerintah.
5. Pemanfaatan BKP tidak berwujud tertentu dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.

Perbedaan antara fasilitas PPN dibebaskan dengan tidak dipungut PPN terletak pada pengkreditan pajak masukan. Ini tertera dalam Pasal 16B Ayat (2) dan (3), yang intinya menyebutkan bahwa impor dan penyerahan BKP/JKP yang mendapatkan fasilitas PPN dibebaskan tidak dapat dikreditkan. Sementara, impor dan penyerahan BKP/JKP yang mendapatkan fasilitas tidak dipungut PPN, pajak masukannya dapat dikreditkan.

Aturan teknis pelaksanaan pemberian fasilitas PPN dibebaskan dan PPN tidak dipungut nantinya akan diatur melalui peraturan pemerintah (PP). Sesuai yang disebutkan dalam Pasal 16B Ayat (1) UU HPP.

Tujuan Pemberian Fasilitas PPN Dibebaskan

Berdasarkan Pasal 16B Ayat (1a) UU HPP, pemberian fasilitas PPN dibebaskan memiliki tujuan sebagai berikut:

  1. Mendorong ekspor dan hilirisasi industri yang merupakan prioritas nasional.
  2. Menampung kemungkinan perjanjian dengan negara lain dalam bidang perdagangan dan investasi, konvensi internasional yang telah diratifikasi, serta kelaziman internasional lainnya.
  3. Mendorong peningkatan kesehatan masyarakat melalui pengadaan vaksin dalam rangka program vaksinasi nasional.
  4. Meningkatkan pendidikan dan kecerdasan bangsa dengan membantu tersedianya buku pelajaran umum, kitab suci, dan buku pelajaran agama dengan harga yang relatif terjangkau masyarakat.
  5. Mendorong pembangunan tempat ibadah.
  6. Menjamin terlaksananya proyek pemerintah yang dibiayai dengan hibah dan/atau dana pinjaman luar negeri.
  7. Mengakomodasi kelaziman internasional dalam importasi BKP tertentu yang dibebaskan dari pungutan bea masuk.
  8. Membantu tersedianya BKP dan/atau JKP yang diperlukan dalam rangka penanganan bencana alam dan bencana non-alam yang ditetapkan sebagai bencana nasional.
  9. Menjamin tersedianya angkutan umum di udara untuk mendorong kelancaran perpindahan arus barang dan orang di daerah tertentu yang tidak tersedia sarana transportasi lainnya yang memadai.
  10. Mendukung tersedianya barang dan jasa tertentu yang bersifat strategis dalam rangka pembangunan nasional.

Poin yang terakhir inilah yang dikatakan pemerintah mengandung beberapa barang kebutuhan pokok, serta jasa yang tergolong strategis. Sebelumnya, barang dan jasa yang dimaksud kategori barang dan jasa yang mendapatkan fasilitas tidak dikenakan PPN.

Secara spesifik, barang dan jasa yang dimaksud dalam Pasal 16B Ayat (1a) poin 10 ini antara lain:

  • Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak.
  • Jasa pelayanan kesehatan medis tertentu dan yang berada dalam sistem program jaminan kesehatan nasional.
  • Jasa pelayanan sosial.
  • Jasa keuangan.
  • Jasa asuransi.
  • Jasa pendidikan.
  • Jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari jasa angkutan luar negeri.
  • Jasa tenaga kerja.

Nantinya, aturan teknis yang mengatur terkait pemberian fasilitas PPN dibebaskan ini akan berwujud PP, seperti yang telah disebutkan dalam UU HPP. Yustinus menyebutkan, saat ini seluruh peraturan teknis mengenai PPN yang menjadi pelaksana UU HPP tengah difinalkan.

Patut diingat, jenis-jenis barang kebutuhan pokok yang dikonsumsi masyarakat banyak tidak akan seluruhnya diberikan fasilitas PPN dibebaskan. Untuk memastikan asas keadilan, pemerintah akan menyeleksi secara ketat barang-barang yang akan diberikan fasilitas ini.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya sudah menegaskan, bahwa fasilitas PPN dibebaskan hanya diberikan pada barang-barang tertentu yang dinilai layak. Ia mencontohkan, untuk beras misalnya, hanya jenis beras biasa saja yang mendapatkan fasilitas PPN dibebaskan. Sementara, beras premium yang dikonsumsi kelompok masyarakat kaya tetap dikenakan PPN.