Memahami Pajak Masukan dan Keluaran, Dua Komponen Penting PPN

Image title
23 Maret 2022, 14:35
Ilustrasi, logo Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Dalam sistem PPN dikenal pajak masukan dan pajak keluaran, yang mencegah terjadinya efek pajak berganda.
Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Ilustrasi, logo Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Dalam sistem PPN dikenal pajak masukan dan pajak keluaran, yang mencegah terjadinya efek pajak berganda.

Pemerintah akan memberlakukan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai atau PPN menjadi 11% mulai 1 April, sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut langkah tersebut diperlukan untuk memperkuat fondasi perpajakan.

Seperti diketahui, PPN merupakan pungutan yang dikenakan atas seluruh konsumsi barang atau jasa kena pajak yang bersifat umum (general tax on consumption). Pungutan ini menyasar barang kena pajak (BKP) dan jasa kena pajak (JKP), serta dibebankan kepada wajib pajak pribadi atau wajib pajak badan yang telah mendapatkan status Pengusaha Kena Pajak (PKP).

Salah satu karakteristik PPN adalah pajak yang bersifat multi stage levy. Artinya, pungutan dikenakan pada setiap tahap jalur produksi dan distribusi. Ini mulai dari pabrik, pedagang besar, grosir, hingga pedagang kecil. Meski dikenakan pada setiap mata rantai produksi dan distribusi, pajak ini tidak akan menimbulkan efek pajak berganda. Karena, mekanismenya menganut pengkreditan pajak masukan dan pajak keluaran.

Lalu, apa sebenarnya yang dimaksud dengan Pajak Masukan dan Pajak Keluaran dalam PPN ini? Berikut penjelasannya.

Pajak Masukan dalam PPN

Pajak masukan atau dikenal juga sebagai PPN masukan, merupakan pungutan yang dikenakan pada pengusaha kena pajak (PKP) ketika membeli barang kena pajak (BKP) atau ketika memanfaatkan jasa kena pajak (JKP).

Secara spesifik, pajak masukan adalah PPN yang harus dibayar PKP untuk pemanfaatan sebagai berikut:

  • Perolehan BKP dan/atau JKP
  • Pemanfataan BKP/JKP tidak berwujud dari luar daerah pabean
  • Impor BKP/JKP yang telah dipungut PKP pada saat pembelian dalam masa pajak tertentu.

Dalam penerapannya, PKP mengkreditkan pajak masukan dan pajak keluaran dalam satu masa pajak. Apabila dalam masa pajak yang dimaksud pajak keluaran lebih besar, maka kelebihan tersebut harus disetorkan ke kas negara.

Sebaliknya, apabila pajak masukan lebih besar dari pajak keluaran, maka kelebihan tersebut dapat dikompensasikan ke masa pajak selanjutnya. Dalam tata cara ini, jumlah yang dibayarkan PKP bisa berubah sesuai pajak masukan yang dibayar.

Seperti yang telah disebutkan, PKP harus mengkreditkan pajak masukan dan pajak keluaran dalam satu masa pajak yang sama. Ini diperlukan agar PKP mengetahui apakah dalam satu masa pajak kelebihan membayar PPN atau tidak.

Meski demikian, ada beberapa hal yang menyebabkan pajak masukan tidak dapat dikreditkan dengan pajak keluaran. Berdasarkan Pasal 9 Ayat (8) UU Nomor 7 tahun 2021, pajak masukan tidak dapat dikreditkan untuk beberapa hal berikut:

  1. Perolehan BKP atau pemanfaatan JKP yang tidak ada hubungan langsung dengan kegiatan usaha PKP.
  2. Perolehan BKP atau JKP yang faktur pajaknya tidak memenuhi ketentuan terkait pajak karbon. Ketentuan yang dimaksud ini adalah ketentuan ada pada Pasal 13 Ayat (5) atau Ayat (9), antara lain:
    - Subjek pajak karbon yaitu orang pribadi atau badan yang membeli barang yang mengandung karbon dan/atau melakukan aktivitas yang menghasilkan emisi karbon.
    - Dalam hal harga karbon lebih rendah dari Rp 30 per kilogram (kg) karbondioksida ekuivalen (CO2e) atau satuan yang setara, tarif ditetapkan sebesar paling rendah Rp 30 per Kg CO2e atau satuan yang setara.
  3. Pemanfaatan BKP tidak berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean yang faktur pajaknya tidak memenuhi ketentuan yang tertera dalam Pasal 13 Ayat (6). Ketentuan tersebut menyebutkan, bahwa pajak karbon terutang atas pembelian barang yang mengandung karbon atau aktivitas yang menghasilkan emisi karbon dalam jumlah tertentu pada periode tertentu.

Agar pajak masukan dapat dikreditkan dalam satu masa pajak yang sama, ada syarat yang harus dipenuhi dan berlaku untuk seluruh bidang usaha. Syarat-syarat yang dimaksud antara lain:

  • Tercantum dalam faktur pajak lengkap atau dokumen tertentu yang diperlakukan sama dengan faktur pajak.
  • Berhubungan langsung dengan kegiatan usaha. Ini artinya pengeluaran PKP yang bukan untuk hal-hal di luar operasional usaha.

Sementara, untuk batas waktu pengkreditan pajak masukan sebagaimana diatur dalam UU PPN adalah tiga bulan setelah berakhirnya masa pajak yang bersangkutan.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...