Perjalanan Satu Abad Bursa Saham di Tanah Air

ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/wsj.
Pegawai melintas di dekat monitor pergerakan indeks harga saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (7/12/2021). Indeks Harga?Saham?Gabungan (IHSG) menguat 55,45 poin atau 0,85 persen di level 6.602 pada penutupan perdagangan Selasa (7/12).
24/3/2022, 20.00 WIB

Namun kejayaan dua bursa tersebut tidak bertahan lama, sebab perang dunia kedua terjadi sepanjang 1939-1945. Hal itu juga menyebabkan resesi ekonomi dan membuat Bursa Efek Surabaya dan Semarang terpaksa ditutup pada 1939, disusul penutupan Bursa Efek Batavia pada 10 Mei 1940.

Dilansir dari Tirto.id, Bursa Efek Jakarta (BEJ) kemudian dibuka kembali pada 1952 mengacu pada Undang-Undang Darurat Pasar Modal 1951, yang dikeluarkan oleh Menteri Kehakiman Lukman Wiradinata dan Menteri Keuangan Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo.

Adapun masa kerja Bursa Efek Indonesia pasca keluarnya undang-undang ini tidak berlangsung lama. Berdasarkan laman resmi bursa, diketahui bahwa perdagangan saham sempat vakum pada periode 1956 hingga 1977.

Lembaran Baru Bursa di Era Orde Baru

Pembukaan kembali bursa Tanah Air dimulai pada Agustus 1977 ketika Presiden Soeharto mengeluarkan Keputusan Presiden No. 52 tahun 1976, tentang pendirian pasar modal. Berdasarkan keputusan itu, Bursa Efek Jakarta dijalankan oleh Badan Pelaksana Pasar Modal alias Bapepam yang sudah berdiri sejak 28 Desember 1976.

PT Semen Cibinong menjadi emiten alias perusahaan pertama yang mencatatkan sahamnya di BEJ pada 10 Agustus 1977. Berbeda dari cerita bursa pendahulunya, perdagangan BEJ empat dekade lalu cenderung lesu lantaran minimnya emiten yang bergabung.

Hingga 1987, tercatat baru ada 24 emiten yang mendaftarkan sahamnya di BEJ. Minimnya jumlah tersebut, karena masyarakat saat itu cenderung memilih instrumen perbankan ketimbang berinvestasi di pasar modal.

Sebagai upaya mendorong transaksi di pasar modal, pemerintah kemudian mempermudah aturan bagi calon perusahaan untuk melakukan penawaran umum. Tak hanya perusahaan lokal, penanaman modal asing di Indonesia juga direlaksasi lewat beberapa paket, seperti Paket Desember 1987 atau Pakdes 87, Paket Desember 1988 atau Pakdes 88, dan paket deregulasi bidang perbankan atau Pakto 1988.

Pada 2 Juni 1988, pemerintah mendirikan Bursa Paralel Indonesia atau BPI, yang dikelola Persatuan Perdagangan Uang dan Efek alias PPUE yang terdiri dari broker dan dealer. Usia kerja bursa baru ini tidak lama, sebab pada 1995, BPI melebur dengan Bursa Efek Jakarta.

Adanya peleburan tersebut melahirkan dua jenis bursa yang beroperasi di Indonesia, yaitu Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya. Masing-masing bursa ini memiliki segmentasi perdagangan yang berbeda, di mana BEJ fokus pada perdagangan saham dan BES pada obligasi dan derivatif efek.

Seiring berjalannya waktu, BES kemudian dioperasikan oleh pihak swasta, yaitu PT Bursa Efek Surabaya sejak 16 Juni 1989. Sedangkan BEJ menjadi perusahaan swasta pada 13 Juli 1992, seiring dengan penggantian nama Bapepam menjadi Badan Pengawas Pasar Modal. Perubahan status tersebut, kemudian diperingati sebagai hari kelahiran BEI, hingga saat ini.

Perkembangan bursa selanjutnya adalah pada 22 Mei 1995, era otomasi perdagangan di bursa dimulai dengan penggunaan Jakarta Automated Trading Systems atau JATS. Perkembangan teknologi ini berlanjut pada 2002, menggunakan sistem remote trading. 

Penerapan JATS membuat investor dapat memesan saham emiten dari jarak jauh. Adapun setiap order atau permintaan jual-beli saham, akan langsung dikirim ke sistem perdagangan bursa efek tanpa perlu melalui lantai bursa atau floor trader.

Singkat cerita, bursa saham Tanah Air yang ada saat ini merupakan hasil penggabungan BEJ dengan BES yang terjadi pada 1 Desember 2007. Selanjutnya, pada 2013, kegiatan pengawasan pasar modal yang sebelumnya berada di tangan Bapepam beralih ke Otoritas Jasa Keuangan alias OJK.

Kini, BEI mencatat sebanyak 778 perusahaan sudah melantai di bursa saham Tanah Air. Adapun hingga akhir 2021, BEI telah menghimpun dana sebanyak Rp 62,61 triliun melalui hasil pencatatan saham baru alias IPO dari  54 perusahaan, sekaligus jadi nilai tertinggi sepanjang sejarah.

 

Halaman:
Reporter: Amelia Yesidora