Mengenal Withholding Tax, Pengertian, dan Objek Pajak yang Dikenakan

ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/tom.
Ilustrasi, wajib pajak mengisi formulir saat akan melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak di Kantor Pelayanan Pajak (KPP).
Penulis: Agung Jatmiko
9/6/2022, 13.12 WIB

Mekanisme withholding tax telah lama diterapkan di banyak negara, salah satunya Indonesia. Mekanisme ini dapat ditemukan melalui pemotongan pajak penghasilan (PPh).

Sistem ini merupakan salah satu sistem pemungutan pajak, di mana pemerintah memberikan kepercayaan kepada wajib pajak untuk melaksanakan kewajiban memotong atau memungut pajak atas penghasilan yang dibayarkan kepada penerima penghasilan sekaligus menyetorkannya ke kas negara.

Bisa diartikan, bahwa sistem withholding tax merupakan pembayaran pajak yang dilakukan oleh pihak ketiga. Di akhir tahun pajak, pajak yang telah dipotong dan telah disetorkan ke kas negara, bisa menjadi pengurang atau kredit pajak, dengan melampirkan bukti pemotongan atau pemungutan.

Pada dasarnya, skema ini digunakan dengan tujuan mengamankan penerimaan negara secara efisien. Mekanisme ini, juga digunakan untuk mencegah terjadinya penghindaran pajak.

Pemotongan dan Pemungutan PPh pada Sistem Withholding Tax

Mengutip online-pajak.com, yang dimaksud dengan pemungutan adalah, jumlah pajak yang dipungut atas sejumlah pembayaran yang berpotensi menimbulkan penghasilan kepada penerima pembayaran, misalnya PPh Pasal 22.

Sementara, istilah pemotongan dalam sistem withholding tax, dimaksudkan untuk menyatakan jumlah pajak yang dipotong oleh pihak yang memberikan penghasilan kepada penerima penghasilan. Pemotongan ini, menyebabkan berkurangnya jumlah penghasilan yang diterima, seperti PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 23.

Penggunaan mekanisme ini, memudahkan pemerintah untuk memungut pajak. Sebab, wajib pajak ditugaskan untuk melakukan pemungutan dan pemotongan pajak atas pihak lainnya. Alhasil, pemerintah tidak mengeluarkan upaya dan biaya besar untuk mengumpulkan pajak.

Mengutip pajakku.com, mekanisme withholding tax berbeda dengan sistem self assessment. Sebab, sistem self assessment adalah mekanisme yang digunakan pemerintah, yang memberikan kepercayaan penuh kepada wajib pajak untuk menghitung, menyetor, dan melapor kewajiban perpajakannya sendiri, bukan kewajiban perpajakan pihak lain.

Pemotongan pajak oleh pihak ketiga ini, diatur dalam dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-70/PJ/2007. Implementasi sistem pajak ini juga telah diatur dalam Undang-undang Nomor 7 tahun 1983 (UU PPh), yaitu terhadap angsuran pembayaran pajak dan terhadap pemungutan pajak final.

Dalam konteks UU PPh mekanisme pemotongan pajak ini diperlakukan sebagai angsuran pembayaran pajak (advanced payment), dan pemungut pajak final.

Objek Pajak yang Dikenakan Sistem Withholding Tax

Pemerintah telah menentukan jenis-jenis penghasilan yang tanggung jawab perpajakannya dilakukan menggunakan sistem withholding tax, baik yang diperlakukan sebagai angsuran masa maupun pajak final.

Berikut jenis-jenis penghasilan yang dikenakan withholding tax menurut pasal-pasal dalam UU PPh:

1. PPh Pasal 21

PPh Pasal 21 adalah pajak yang dipotong dari penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan, yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri, yaitu penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, serta pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun.

Pemotong PPh Pasal 21 adalah pihak yang memberikan penghasilan kepada wajib pajak orang pribadi dalam negeri terkait pekerjaan. Contohnya, perusahaan memotong gaji yang diterima karyawan untuk disetorkan kepada negara.

2. PPh Pasal 22

PPh Pasal 22 adalah pajak penghasilan yang dibebankan kepada badan usaha tertentu, yang melakukan kegiatan perdagangan terkait ekspor, impor, re-impor, dan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.

Pemungut PPh Pasal 22 terdiri dari bendahara pemerintah terkait dengan pembayaran atas penyerahan barang, badan-badan tertentu terkait dengan penghasilan dari kegiatan di bidang impor, serta wajib pajak badan terkait pembayaran dari pembeli atas penjualan barang yang tergolong mewah.

3. Pemotongan PPh Pasal 23

PPh Pasal 23 adalah pajak yang dipotong dari penghasilan wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap yang berasal dari pemanfaatan modal. Bentuknya bisa dalam dividen, bunga, dan royalti, sewa dan imbalan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan (hadiah, penghargaan, dan bonus), selain yang dipotong PPh Pasal 21.

4. Pemotongan PPh Pasal 26

PPh Pasal 26 adalah pajak yang dipotong dari penghasilan wajib pajak luar negeri atas penghasilan yang tidak berasal dari menjalankan usaha atau kegiatan melalui BUT yang bersumber dari Indonesia. Pemotongan PPh Pasal 26 bersifat final, atau tidak dapat digunakan sebagai kredit pajak, kecuali ditentukan lain.

5. PPh Pasal 4 Ayat (2)

Pasal 4 Ayat (2) adalah pajak yang dipotong dari penghasilan dengan perlakuan tersendiri yang diatur melalui peraturan pemerintah dan bersifat final. Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 4 Ayat (2), antara lain, penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan-tabungan lainnya, penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek,

Kemudian, penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah atau bangunan, penghasilan usaha jasa konstruksi, serta penghasilan atas diskonto Surat Perbendaharaan Negara (SPN). Pengenaan pajaknya diatur dengan peraturan pemerintah.

6. PPh Pasal 15

PPh Pasal 15 adalah pajak yang dipotong dari penghasilan yang menggunakan norma penghitungan khusus untuk golongan wajib pajak tertentu. Pemotongan pajak penghasilan pasal ini bertujuan memudahkan wajib pajak tersebut dalam melakukan kewajiban perpajakannya, seperti perusahaan pelayaran atau penerbangan internasional, perusahaan asuransi luar negeri, sampai perusahaan pengeboran minyak, gas dan panas bumi.