Aturan Pajak Properti Diperlonggar, Pakuwon Jati Garap Hunian Mewah

Donang Wahyu|KATADATA
Ilustrasi. Pakuwon Jati berencana menggarap proyek hunian dengan harga jual sekitar Rp 5 miliar hingga Rp 10 miliar di lahan kosong milik perusahaan.
Penulis: Ihya Ulum Aldin
25/6/2019, 17.26 WIB

PT Pakuwon Jati Tbk (PWON) berencana menggarap proyek hunian mewah dengan harga jual sekitar Rp 5 miliar hingga Rp 10 miliar di lahan kosong milik perusahaan atau land bank. Rencana ini menyusul pelonggaran kebijakan terkait pajak, yang ditetapkan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Kemenkeu merilis peraturan yang isinya meningkatkan batasan nilai hunian yang kena Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) pada 10 Juni lalu. Batasan itu naik dari harga jual Rp 10 miliar dan Rp 20 miliar menjadi Rp 30 miliar.

Karena tidak lagi dikenakan PPnBM, Pakuwon berencana menggarap hunian dengan harga jual Rp 5 miliar hingga Rp 10 miliar. "Kami ada rencana membangun hunian di Jakarta dan Surabaya. Kami akan pertimbangkan untuk meluncurkan produk (hunian) di atas Rp 5 miliar," kata Direktur Pakuwon Jati Ivy Wong di Hotel Sheraton, Jakarta, Selasa (25/6).

(Baca: Rumah Kurang Rp 30 M Bebas PPnBM, REI Nilai Pasar Properti Makin Luas)

Meski begitu, dia belum dapat menjabarkan lebih detail terkait waktu pembangunan dan target penyelesaian hunian tersebut. Dia hanya menjelaskan, perusahaannya tertarik menggarap proyek hunian Rp 5 miliar hingga Rp 10 miliar, yang tergolong kategori luxury. Pakuwon Jati belum berencana membangun hunian kategori super luxury atau di atas Rp 10 miliar.

Akan tetapi, Ivy juga belum bisa berkomentar banyak perihal rencana pembangunan proyek hunian kategori luxury tersebut. Sebab, perusahaannya masih mempelajari kebijakan anyar Kemenkeu.

Dia memperkirakan, pembangunan proyek kategori luxury di Jakarta merupakan hunian vertikal atau high rise. Sedangkan hunian yang akan dibangun di Surabaya diperkirakan berupa rumah tapak (landed).

(Baca: Aturan Baru, Rumah di Bawah Rp 30 Miliar Kini Bebas Pajak Barang Mewah)

Ivy menyampaikan, pelonggaran kebijakan tersebut menjadi dorongan positif dari pemerintah untuk sektor properti. Apalagi, berdasarkan kajiannya, investor cenderung melihat dan menunggu (wait and see) tahun ini. Hal itu disebabkan oleh adanya Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) pada April lalu.

Ia optimistis, pelonggaran kebijakan terkait pajak ini mendorong konsumen untuk membeli properti. “Ini waktunya untuk membeli,” kata Ivy.

Kendati begitu, ia menargetkan penjualan hunian di perusahaannya sama seperti tahun lalu alias flat, yaitu sekitar Rp 2,2 triliun. Alasannya, kebijakan pelonggaran ini baru diterbitkan pada pertengahan tahun ini.

Meski penjualan diperkirakan sama seperti tahun lalu, Ivy menargetkan pendapatan tumbuh high single digit atau mendekati 10% pada 2019. Laba bersih pun diperkirakan tumbuh satu digit. "Target pendapatan tetap tumbuh meski tidak seperti tahun lalu. Margin laba bersih akan tetap, jadi laba bersih bisa tumbuh tahun ini," kata Ivy.

(Baca: Pakuwon Peroleh US$ 168 Juta dari Obligasi Global)

Sepanjang tahun lalu, pendapatan Pakuwon Jati tumbuh 23% dari Rp 5,74 triliun menjadi Rp 7,08 triliun. Laba bersih perusahaan tumbuh 35,7% dari Rp 1,87 triliun di 2017 menjadi Rp 2,5 triliun.

Adapun total land bank yang dimiliki oleh perusahaan mencapai 445,4 hektare saat ini. Lahan tersebut berada di Jakarta dan sekitarnya, serta Surabaya.

Direktur Pakuwon Jati Minarto menambahkan, perusahaannya siap menambah luas land bank tahun ini. Perusahaan pun telah menyiapkan dana Rp 1 miliar untuk menambah luas land bank. Namun, ia tidak menargetkan penambahan luas tanah tahun ini.

Ia hanya menjabarkan pertimbangan dalam melakukan ekspansi luas tanah di sekitar land bank. Pertimbangan itu di antaranya lokasi, luas, koefisien lantai bangunan, dan harga. "Setiap development membeli tanah untuk bangun fase baru. Kalau ada yang bagus, kami beli," kata  Minarto.

(Baca: Sri Mulyani Turunkan Pajak Penghasilan Rumah Mewah Jadi 1%)

Reporter: Ihya Ulum Aldin