Dampak Pembatasan Kegiatan di Jawa-Bali Tak Signifikan ke Pasar Saham

ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/foc.
Karyawan berjalan di dekat layar pergerakan saham di gedung Bursa Efek Indonesia (BEI).
Penulis: Ihya Ulum Aldin
7/1/2021, 15.07 WIB

Penerapan pembatasan kegiatan masyarakat di Pulau Jawa dan Bali pada 11-25 Januari 2021 sempat membawa kekhawatiran para pelaku pasar saham. Ketika kebijakan ini diumumkan pada Rabu (6/1), indeks harga saham gabungan (IHSG) ditutup anjlok 1,17% menjadi 6.065.

Meski begitu, kekhawatiran tersebut tampaknya sirna karena pada perdagangan pasar saham Kamis (7/1), IHSG bergerak naik signifikan. Hingga penutupan sesi pertama, IHSG tercatat mampu naik hingga 1,21% menyentuh level 6.139.

Kepala Riset Samuel Sekuritas Suria Dharma mengatakan pelaku pasar sempat kaget dengan adanya keputusan pemerintah tersebut. Banyak pelaku pasar mengira bakal ada pengetatan seperti pada Maret tahun lalu, semua kegiatan dilarang termasuk retail dan pusat perbelanjaan.

"Tapi setelah membaca detailnya, ternyata tidak (seketat Maret 2020). Sehingga berbalik rebound dan berlanjut naik hari ini," kata Suria kepada Katadata.co.id.

Pengetatan kegiatan di Pulau Jawa dan Bali ini, diprediksi tidak terlalu berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi Indonesia, sehingga respons pada pasar saham terbilang positif. Meski begitu, Suria menilai pengetatan ini perlu dilakukan untuk menurunkan kasus Covid-19 agar kegiatan ekonomi tidak terganggu.

Analis Penyelia Kanaka Hita Solvera Janson Nasrial juga sependapat. Menurutnya, dampak penerapan peraturan ini sangat terbatas terhadap pergerakan IHSG. Pasalnya, beberapa aturan sebenarnya sudah diterapkan beberapa waktu yang lalu di DKI Jakarta.

Pemerintah melakukan pembatasan di tempat kerja dengan menerapkan bekerja dari rumah (work from home) hingga 75%. Kemudian, kegiatan belajar mengajar akan dilakukan secara daring.

"Aturan kerja WFH 25% sepertinya sudah dilakukan beberapa minggu ini di perkantoran ketika ledakan penularan secara nasional di atas 7000 kasus. Jadi, dampaknya mute or alias sangat terbatas," kata Janson kepada Katadata.co.id.

Selain aturan soal kapasitas WFH, dalam pengetatan kegiatan di Jawa dan Bali ini, pemerintah membatasi jam operasional di pusat belanja menjadi hingga pukul 19.00 saja. Aktivitas makan-minum di tempat diperbolehkan maksimal hingga 25% dari kapasitas tempat.

Karena terjadi pembatasan pada pusat belanja, Suria Dharma menilai sektor saham yang mungkin tertekan adalah retail, pusat belanja, dan sejenisnya. Meski begitu, menurutnya tetap tidak terlalu signifikan karena masih tetap diizinkan untuk beroperasi meski terbatas.

Saham Emiten Pusat Perbelanjaan

Beberapa saham emiten peretail dan pusat belanja bergerak di zona hijau hari ini. Seperti PT Ace Hardware Indonesia Tbk (ACES) yang hingga sesi pertama perdagangan hari ini mampu bergerak naik 3,18% menjadi Rp 1.785 per saham.

Begitu pula dengan saham PT Matahari Department Store Tbk (LPPF) yang sepanjang hari ini memang bergerak naik-turun, namun ditutup tidak mengalami perubahan harga pada sesi pertama di Rp 1.255 per saham. Saham PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk (RALS) tercatat mengalami penurunan sebesar 1,28% menjadi Rp 770 per saham.

Sementara, emiten pusat perbelanjaan, seperti PT Pakuwon Jati Tbk (PWON) yang mengelola mal Gandaria City di Jakarta, sahamnya naik 0,98% menjadi Rp 515 per saham. Begitu pula dengan saham PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN) yang mengelola Senayan City, tercatat mengalami kenaikan hingga 3,81% menjadi Rp 218 per saham.

Saham PT Ciputra Development Tbk (CTRA), pengelola Lotte Shopping Avenue, tercatat mengalami kenaikan juga sebesar 0,49% menjadi Rp 1.020 per saham. Saham PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) pun masih mampu meroket hingga 4,76% menjadi Rp 220 per saham.

Di lain pihak, Kepala Riset MNC Sekuritas Edwin Sebayang mengatakan, penerapan pengetatan kegiatan di Jawa dan Bali ini berpotensi memperlambat pertumbuhan ekonomi Indonesia di awal 2021. Padahal harga saham di beberapa sektor yang terkena dampak pembatasan ketat tersebut, sudah keburu naik kencang.

"Sehingga tidak perlu heran, jika terjadi aksi jual atas saham di sektor tersebut," kata Edwin dalam risetnya pagi ini.