Tren Kejatuhan Bursa Berlalu, IHSG Meroket 3,5% Kembali ke Level 6.000

ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/pras.
Karyawan mengamati layar yang menampilkan informasi pergerakan harga saham di gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta.
Penulis: Ihya Ulum Aldin
1/2/2021, 16.53 WIB

Indeks harga saham gabungan (IHSG) ditutup naik signifikan hingga 3,5% menjadi 6.067 pada penutupan Senin (1/2). Kenaikan ini mengakhiri penurunan indeks selama tujuh hari berturut-turut hingga mencapai 88,1% di level 5.862.

Pada perdagangan hari ini, IHSG sebenarnya dibuka di zona merah, bahkan sempat anjlok hingga 2,1% menyentuh level 5.735. Meski begitu, perlahan-lahan IHSG mulai bangkit dan berhasil berada di zona hijau sejak sekitar pukul 10.00 WIB.

Berdasarkan data RTI Infokom, total volume saham yang diperdagangkan sebanyak 22,39 miliar unit saham pada hari ini, dengan nilai transaksi mencapai Rp 24,02 triliun, sedangkan frekuensi 1,88 juta kali. Ada 350 saham yang ditutup naik, 163 ditutup di zona merah, dan 123 saham stagnan.

Indeks sektor saham yang meningkat signifikan pada hari ini adalah pertambangan sebesar 6,67%. Saham dengan kapitalisasi pasar besar yang menopangnya seperti PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang naik hingga 17,12% menjadi Rp 2.600 per saham pada hari ini.

Begitu pula dengan saham PT Vale Indonesia Tbk (INCO) yang tercatat mengalami kenaikan hingga 13,64% menjadi Rp 6.250 per saham. Kenaikan signifikan, masih dari saham BUMN yaitu PT Timah Tbk (TINS) yang meroket 21,3% menjadi Rp 2.050 per saham.

Sektor lain yang juga meroket tajam hari ini adalah Industri dasar sebesar 6,58%. Saham penopangnya adalah PT Barito Pacific Tbk (BRPT) yang tercatat naik 11,86% menjadi Rp 990 per saham. Lalu, saham PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) juga naik 11,21% menjadi Rp 645 per saham.

Saham di sektor ini lainnya yang naik adalah PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk (TKIM) yang meroket 12,12% menjadi Rp 14.800 per saham. Termasuk PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) yang berhasil naik hingga 8,73% menjadi Rp 11.525 per saham.

Meski naik, investor asing tercatat melakukan penjualan bersih senilai Rp 567,03 miliar di seluruh pasar. Penjualan terutama dilakukan di pasar reguler dengan nilai jual bersih Rp 495,35 miliar.

Investor asing tercatat melakukan penjualan pada saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dengan nilai jual bersih Rp 251,7 miliar. Meski dijual asing, harga saham bank milik negara ini ditutup menguat 1,9% menjadi Rp 6.700 per saham.

Saham yang dijual oleh asing berikutnya adalah PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dengan nilai jual bersih mencapai Rp 215,8 miliar. Saham bank swasta terbesar di Indonesia ini pun tetap berhasil ditutup naik 0,89% menjadi Rp 34.100 per saham.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan IHSG pada perdagangan hari ini berhasil menguat signifikan. Menurut analis Binaartha Sekuritas Muhammad Nafan Aji Gusta Utama, salah satunya karena tren positif dari indeks manufaktur Indonesia atau purchasing manager index (PMI).

Tercatat, PMI Indonesia berada di posisi 52,2 pada Januari 2021, naik dari posisi Desember 2020 yang sebesar 51,3. IHS Markit mencatat, kenaikan PMI di bulan pertama tahun ini, menjadi yang tertinggi dalam 6,5 tahun terakhir dan salah satu yang terbesar sejak survei ini dilakukan pada April 2011.

"Tren positif dari PMI Manufaktur Indonesia membuat IHSG naik signifikan. Di samping itu, stabilitas inflasi Tanah Air juga turun menjadi sentimen positif," kata Nafan Aji kepada Katadata.co.id, Senin (1/2).

Badan Pusat Statistik mencatat inflasi pada Januari 2021 mencapai 0,26% dibandingkan bulan sebelumnya. Inflasi disumbang oleh kenaikan harga bahan pangan, seperti cabai merah, ikan segar, dan tempe, hingga tarif tol.

"Dengan inflasi bulanan sebesar 0,26%, maka tingkat inflasi tahunan pada Januari mencapai 1,55%," ujar Kepala BPS Suhariyanto dalam Konferensi Pers, Senin (1/2).

Suhariyanto menjelaskan, tingkat inflasi pada Januari secara bulanan maupun tahunan lebih rendah dibandingkan Desember maupun Januari 2019. Inflasi pada Desember tercatat 0,45% secara bulanan dan 1,68% secara tahunan. Sementara inflasi Januari 2019 sebesar 0,39% secara bulanan dan 2,28% secara tahunan.

"Dampak Covid-19 masih belum mereda dan membayangi perekonomian banyak negara, termasuk Indonesia. Mobilitas berkurang, roda ekonomi bergerak lambat. Ini berpengaruh ke pendapatan dan permintaan." kata Suhariyanto.