Soal PMN Jiwasraya, Kemenkeu Tak Ingin 'Menggarami Laut'

Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Ilustrasi. Jiwasraya mencatatkan modal minus Rp 24 triliun per September 2019.
2/12/2019, 16.54 WIB

Jiwasraya dalam dokumen tersebut menjelaskan, terjadi kesalahan dalam pembentukan harga produk Saving Plan. Produk ini ditawarkan dengan imbal hasil pasti yakni sebesar 9% hingga 13% sejak 2013 hingga 2018.

Selain itu, terdapat kesalahan akibat tak hati-hati dalam pengelolaan investasi hingga dugaan direksi lama melakukan rekayasa harga saham.

Sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir menyebut, terdapat tiga strategi penyelamatan Jiwasraya. Salah satunya melalui pendirian anak usaha perusahaan, PT Jiwasraya Putra. Namun berdasarkan hitungan dalam dokumen RDP, pembentukan anak usaha ini hanya menghasilkan tambahan likuiditas dan permodalan sekitar Rp 5 triliun.

(Baca: Kejati DKI Tingkatkan Kasus Dugaan Korupsi Jiwasraya ke Penyidikan)

Masih tertuang dalam dokumen tersebut, strategi kedua yang ingin diterapkan adalah pembentukan induk usaha asuransi yang digadang-gadang untuk menerbitkan surat utang. Induk usaha ini kemudian dapat menyuntik likuiditas Jiwasraya mencapai Rp 7 triliun.

Kemudian strategi ketiga mencakup kerja sama bisnis reasuransi melalui produk financial reinsurence yang dipekrirakan menghasilkan likuiditas Rp 1 triliun.

Namun dengan tiga skema tersebut, tambahan likuiditas dan permodalan yang dapat dihasilkan hanya mencapai Rp 13 triliun. Jumlah ini masih dibawah kebutuhan dana Jiwasraya yang diperkirakan mencapai Rp 32 triliun.

Direktur Utama Jiwasraya Hexana Tri Sasongko sebelumnya sempat menyebut keterlibatan Lembaga Penjaminan Polis atau LPP dalam skema penyelamatan perusahaan. Hanya saja, ia tak memberikan detail skema tersebut.

Adapun LPP hingga kini belum terbentuk meski seharusnya sudah berdiri paling lambat Oktober 2017 sesuai amanat Undang-Undang Asuransi Tahun 2014.

Halaman: