Kedua, belum semua daerah mengintegrasikan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) dan JKN. Ketiga, jumlah Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) dan tenaga kesehatan yang masih minim. Menurut dia, ada daerah padat penduduk yang dihuni masyarakat kelas menengah ke bawah, namun hanya ditangani satu Puskesmas. 

Keempat, ketersediaan obat yang belum memadai, bahkan ada peserta JKN yang sampai harus membeli sendiri obatnya. Kelima, akses infrastruktur dan transportasi yang belum memadai khususnya di daerah terpencil sehingga fasilitas kesehatan sulit didapat. Keterbatasan-keterbatasan tersebut di atas membuat layanan JKN tak optimal dirasakan masyarakat.

Terakhir, persoalan pembayaran terutama dari Pemerintah Daerah (Pemda) yang semestinya membayarkan iuran untuk Rumah Sakit Umum Daerah (Pemda). "Ada beberapa pemda tidak disiplin dalam membayar iuran ke daerah. RSUD kan harusnya tanggung jawab Pemda. Ternyata Pemda ada yang terlambat dan ada yang kurang," ujar dia.

Ke depan, selain membenahi persoalan-persoalan tersebut, Rofyanto mengusulkan adanya pembagian beban iuran antara penduduk miskin dengan yang kaya. Dengan begitu, iuran untuk masyarakat kelas menengah ke atas bisa ditingkatkan. Sementara untuk yang kelas menengah ke bawah, iurannya tetap.

Ia menilai, langkah tersebut bisa turut menekan defisit program JKN ke depan. Namun, usulan itu tentu harus didiskusikan dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). (Baca juga: Bappenas Ingin Pekerja Informal Mendapat Jaminan Pensiun)

Halaman: