KATADATA - Tak hanya dikejar oleh target penerimaan pajak, pemerintah pun berpacu dengan automatic exchange of information/AEOI. Keterbukaan informasi secara otomatis terkait perpajakan ini berlaku pada September 2018. Melalui sistem itu, wajib pajak yang membuka rekening di negara lain akan terlacak oleh otoritas pajak negara asal.

Direktur Perpajakan II Direktorat Jenderal Pajak John Hutagaol mengatakan sebelum memasuki era tersebut, pemerintah akan mengeluarkan kebijakan pengampunan pajak. Tax amnesty ini merupakan jembatan menuju penerapan AEOI. Melalui kebijakan ini, wajib pajak diharapkan memperbaiki pelaporan dan kewajibannya. (Baca: Tax Amnesty dan Keresahan Lapangan Banteng).

Saat ini, kata John, Indonesia belum siap menghadapi AEOI dibanding Singapura yang merupakan negara tax haven. Padahal kebijakan ini merugikan negara-negara yang menerapkan pajak rendah, bahkan nol persen tersebut. Terbatasnya akses Direktorat Pajak membuka data wajib pajak di perbankan menjadi indikasi belum siapnya Indonesia. “Selama ini kami meremehkan Singapura, ternyata dia lebih siap untuk transparansi,” kata John dalam acara Ikatan Akuntan Indonesia di Balai Kartini, Jakarta, Kamis, 10 Maret 2016.

Namun, sidang paripurna Badan Musyawarah Dewan Perwakilan Rakyat akhir bulan lalu menunda pembahasan Rancanagn Undang-Undang Tax Amnesty. Padahal pemerintah mentargetkan beleid tersebut selesai pertengahan tahun ini sebagai acuan menyususun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2016. (Lihat pula: RUU Tax Amnesty Masih Terganjal Amanat Presiden).

Wakil Ketua Komisi Keuangan DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional Jon Erizal menyatakan beleid tersebut masih dikaji anggota Dewan. “Pertanyaan yang muncul, apakah tidak ada jebakan batman? Mereka punya pengalaman dari penerapan Sunset Policy, (khawatir) data ini tidak lagi digunakan untuk mengejar yang lain-lain,” katanya.

Keputusan Dewan tersebut disesalkan oleh Darussalam. Pakar perpajakan dari Universitas Indonesia ini mengatakan pengampunan pajak mesti diterapkan sebelum AEOI berlaku. Pasalnya, jika Tax Amnesty gagal diterapkan tahun ini, akan ada banyak pengusaha atau wajib pajak yang dipidanakan.

Dalam analisanya, aset yang belum dilaporkan akan dengan mudah didapat oleh Direktorat Pajak ketika AEOI berlaku. “Kalau sekarang tidak dilakukan tax amnesty, berapa banyak yang akan kena sanksi administrasi, bahkan pidana?” tutur Darussalam.

Pandangan serupa disampaikan oleh Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Suryadi Sasmita. Karena itu, kebijakan untuk mendorong penerimaan pajak tersebut seyogyanya berlaku tahun ini. (Lihat pula: Hariyadi Sukamdani: Kami yang Dorong Tax Amnesty).

Meskipun, di sisi lain, dia menyesali target penerimaan pajak yang meonjak 30 persen. Target tersebut dikhawatirkan akan mengganggu iklim usaha. Sebab, bila mengacu perhitungan Direktorat Pajak, setiap pertumbuhan ekonomi satu persen akan ada kenaikan penerimaan pajak 1,5 persen. “Kalau ekonomi tumbuh lima persen, seharusnya target (pajak) 7,5 persen. Kenapa ini 30 persen?” kata dia.

Dalam kesempatan terpisah, Presiden Joko Widodo menyerahkan keputusan tax amnesty kepada pembahasan DPR. Sebab, pemerintah telah selesai membahas dan memproses rancangan beleid tersebut. “Tanyakan saja ke Dewan,” kata Jokowi usai peresmian Pusat Logistik Berikat PT. Citra Krida Bahari di Cilincing, Jakarta.

Kisah Tax Amnesty di Penjuru Dunia*

Gagal

India: 1952, 1965, 1975, 1981, 1985, 1986, 1991

o Program tax amnesty terlalu sering sehingga menjadi bagian iklim melemahnya penegakan peraturan pajak penghasilan.

o Intensitas tuntutan hukum menjadi lebih rendah. Terdapat kemudahan penyelesaian di luar pengadilan atas tunggakan pajak.

o Tidak adanya langkah memperkuat Undang-Undang perpajakan atau perubahan struktur lain dalam sistem perpajakan.

o Adanya ekspektasi wajib pajak bahwa akan ada program tax amnesty yang lebih menarik di masa yang akan datang. (Baca: Tax Amnesty Diduga Picu Tiga Jebakan Moral).

Indonesia: 1965 dan 1984

o Wajib pajak yang diharapkan mengikuti program tax amnesty ternyata tidak begitu merespons kebijakan ini.

o Penerapan kebijakan tidak diikuti dengan reformasi sistem administrasi perpajakan secara terpadu dan menyeluruh.

o Minimnya keterbukaan dan peningkatan akses informasi ke masyarakat termasuk sistem kontrol dari Direktorat Jenderal Pajak.

Berhasil

India: 1997

o Situasi krisis di India mendorong wajib pajak berpartisipasi dalam tax amnesty.

o Program ini merupakan program amnesty terakhir, tidak ada amnesty selanjutnya.

Irlandia: 1988

o Pemerintah Irlandia mengumumkan usulan tenggat waktu 10 bulan pada wajib pajak yang tidak taat untuk membayar kewajiban tanpa ancaman sanksi denda dan bunga atau tuntutan.

o Kebijakan ini merupakan yang pertama dan terakhir bagi wajib pajak di Irlandia.

o Menambah jumlah pemeriksa pajak dengan tugas menegakkan pemungutan pajak, mengumumkan daftar hitam para pembayar pajak di surat kabar-surat kabar nasional.

o Di akhir periode pengampunan, memberlakukan sistem perpajakan baru, tarif denda dan bunga naik bagi wajib pajak yang nakal, menambah kewenangan para penyidik untuk menyita barang serta aktiva lainnya dan membekukan rekening bank tersangka penyelundup pajak.

Afrika Selatan: 1995, 1996, 2003

o Sangat besar antusias masyarakat dengan fasilitas amnesty. (Lihat juga: Kejar Target 2016, Pemerintah Bidik Wajib Pajak Pribadi).

o Telah dilakukannya penelitian dan pengumpulan data sebelum pelaksanaan pengampunan pajak.

o Optimalisasi strategi “pull and push”. Pull adalah menarik atau memberikan insentif kepada wajib pajak agar tertarik ikut program ini. Salah satunya dengan penghapusan denda dan atau bunga pajak terutang atau pembayaran tebusan dengan tarif yang rendah. Push dimaksudkan memberikan tekanan atau rasa tidak nyaman seandainya wajib pajak tidak berpartisipasi. Salah satunya dengan meningkatkan kuantitas dan kualitas audit pajak, strategi pemilihan target penyidikan, serta sanksi pidana pajak sementara sebelum amnesty diumumkan.

Yang tidak dapat pengampunan:

o Kepemilikan aset di luar negeri yang berasal dari aktivitas ilegal atau kriminal lain seperti korupsi, hasil kejahatan, hasil transaksi narkoba, atau hasil pencucian uang.

o Aset yang disimpan di dalam negeri dan berasal dari penghasilan dalam negeri namun belum dilaporkan dan dipenuhi kewajiban perpajakannya. Ini hanya diberi penghapusan sanksi denda sebesar 200 persen dan pemberian kelonggaran dalam mencicil kewajibannya

Sumber: Fiscal and Tax Administration Association

Reporter: Ameidyo Daud Nasution, Desy Setyowati