KATADATA ? Menteri Perhubungan Ignasius Jonan meminta agar proyek pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung-Surabaya tidak menggunakan anggaran negara. Bukan hanya tahun ini, dia meminta sedikit pun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sepanjang pemerintahan Joko Widodo, tidak dialokasikan untuk proyek ini.
Dia khawatir jika ada anggaran negara yang digunakan untuk proyek ini, maka akan menggeser program prioritas yang sebenarnya jauh lebih penting. Beberapa program tersebut antara lain pembangunan infrastruktur di daerah tertinggal, pembagunan di daerah rawan bencana, pembangunan di wilayah pedalaman, serta pembangunan di wilayah-wilayah terluar.
?Pokoknya dikerjakan tanpa APBN, Pembebasan lahan juga tidak boleh (pakai APBN),? kata Jonan saat ditemui di kantornya, Jakarta, Senin (21/4). ?Kalau APBN dipakai bangun kereta cepat maka arah pembangunannya ini akan berubah.?
Meski demikian, keputusan mengenai pendanaan proyek ini tetap berada di tangan Presiden. Jonan mengaku tidak dapat berbuat banyak apabila akhirnya Presiden Joko Widodo memberikan lampu hijau bagi proyek ambisius ini. Dia hanya meminta apabila kereta cepat ini jadi dibangun haruslah dimasukkan terlebih dahulu ke dalam Rencana Induk Perkeretaapian Nasional (RIPNas).
Direktur Keuangan PT Kereta Api Indonesia (Persero) Kurniadi Atmosasmito menyatakan pihaknya akan berhati-hati dalam menyikapi wacana proyek yang sering didengungkan banyak pihak ini. Menurut dia, pembangunan kereta api jenis ini masih harus dikaji lebih jauh, terutama tingkat keekonomiannya.
?Kami perlu lihat studi yang telah dilakukan beberapa lembaga. Kalau kami sudah lihat baru dapat kami putuskan,? kata Kurniadi.
KAI juga tidak mempermasalahkan jika nantinya pemerintah membentuk badan usaha baru untuk mengelola kereta cepat ini. (Baca: Jepang Minta Dibentuk BUMN Khusus Kereta Cepat)
Seperti diketahui hasil studi kelayakan tahap pertama Japan International Coorporation Agency (JICA) merekomendasikan pemerintah untuk membentuk badan usaha milik negara (BUMN) khusus kereta cepat. Hal ini diperlukan untuk mengejar efektifitas pembiayaan proyek tersebut.
Hasil studi JICA menyebut total investasi yang dibutuhkan dalam proyek tersebut mencapai Rp 60 triliun. Pendanaannya lebih besar dibebankan kepada BUMN, yakni sebesar 74 persen. Sisanya, pemerintah 16 persen dan swasta sebesar 10 persen.
?Jadi total yang ditanggung Pemerintah adalah Rp 9,6 triliun. Itu dari studi JICA,? kata Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) Dedy S Priatna.
(Baca: Proyek Kereta Cepat, Pemerintah Tunggu Proposal Cina dan Jepang)