Jokowi Waspadai Risiko Bengkaknya Defisit APBN 2020 Akibat Dana Corona

Katadata
Penanganan corona dan stimulus program pemulihan ekonomi nasional membuat defisit APBN tahun ini berpotensi mencapai 6,27% dari PDB.
Penulis: Dimas Jarot Bayu
3/6/2020, 13.24 WIB

(Baca: Defisit Anggaran Melebar, Target Pembiayaan Utang Naik Jadi Rp 1.206 T)

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menilai outlook penerimaan perpajakan dan PNBP tersebut terkontraksi masing-masing 9,2% dan 29,6% dibandingkan tahun lalu. "Ini akibat dari begitu banyak insentif pajak diberikan dan pelemahan ekonomi di semua sektor," katanya.

Di tengah pendapatan negara yang semakin seret, belanja negara justru diproyeksi lebih tinggi Rp 106,3 triliun dibandingkan Perpres 54 tahun 2020 sebesar Rp 2.613,8 triliun. Dalam outlook perubahan APBN 2020, belanja negara dipatok sebesar Rp 2.720,1 triliun.

Belanja negara terdiri dari Rp 1.959,4 triliun belanja pemerintah pusat. Kemudian Rp 760,7 triliun untuk transfer ke daerah dan dana desa.

Dalam kenaikan belanja tersebut, terdapat tambahan kompensasi Rp 76,08 triliun. Perinciannya, Rp 38,25 triliun untuk PT PLN dan Rp 37,38 triliun untuk PT Pertamina. Dengan demikian, secara keseluruhan total kompensasi untuk PLN mencapai Rp 45,42 triliun dan Pertamina Rp 45,02 triliun.

(Baca: Beda Sikap Tiongkok dengan RI soal Utang untuk Stimulus Pandemi Corona)

Selain itu, terdapat pula tambahan stimulus fiskal yang terdiri dari subsidi bunga UMKM, termasuk UMi Rp 34,2 triliun, diskon tarif listrik menjadi 6 bulan Rp 3,5 triliun, bantuan sosial tunai dan sembako hingga Desember Rp 19,62 triliun, serta cadangan stimulus Rp 60 triliun dari tambahan belanja Rp 40,7 triliun dan realokasi dari dana stimulus yang tak terpakai.

Meski demikian, terdapat pula penghematan lanjutan belanja kementerian/lembaga sebesar Rp 50 triliun dan penghematan belanja pegawai THR dan Gaji 13 sebesar Rp 12,4 triliun.

Halaman:
Reporter: Dimas Jarot Bayu