Sri Mulyani Pastikan Defisit APBN Terkendali Meski Ada Ibu Kota Baru

ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/ama.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, kebutuhan awal pembangunan ibu kota baru yang mencakup pelaksanaan akses infrastruktur kemungkinan menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
18/1/2022, 14.57 WIB

Pemerintah harus mengembalikan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berada di bawah 3% pada 2023 sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pengendalian Dampak Pandemi Covid-19.  Menteri Keuangan Sri Mulyani akan memastikan defisit tetap terkendali dan target tersebut akan tercapai meski pemerintah akan memulai proyek pembangunan Ibu Kota baru di Kalimantan. 

"Penanganan Covid-19, pemulihan ekonomi, pembangunan Ibu Kota Negara, dan Pemilu akan masuk dalam penganggaran 2022-2024 dan disaat yang sama kami akan memastikan defisit APBN di bawah 3% pada 2023 sesuai amanat undang-undang," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers usai Sidang Paripurna Pengesahan RUU IKN di DPR,  Selasa (18/1). 

Sri Mulyani menjelaskan, kebutuhan awal pembangunan ibu kota baru yang mencakup pelaksanaan akses infrastruktur kemungkinan menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Momentum awal pembangunan ibu kota baru ini, menurut Sri Mulyani dapat dikategorikan sebagai proses mendukung pemulihan ekonomi sehingga kemungkinan akan masuk dalam program anggaran PEN tahun ini. "Paket anggaran program PEN Rp 450 triliun belum kami atur secara spesifik, sehingga dapat digunakan untuk momentum awal pembangunan IKN," kata Sri Mulyani. 

Pihaknya juga akan mengatur kebutuhan pendanaan IKN dari APBN pada 2023 dan 2024 secara matang mengingat terdapat kebutuhan anggaran yang besar pula untuk penyelenggaraan Pemilu dalam dua tahun tersebut. "Kami akan upayakan semua tetap terjaga," ujar Sri Mulyani.

Selain itu, menurut Sri Mulyani, pihaknya juga akan merumuskan kebutuhan anggaran pembangunan IKN dalam jangka panjang yakni pada 2025 hingga 2045. Dalam rencana pembangunan tersebut, tetap akan ada dukungan anggaran langsung dari APBN. 

"Nanti kami akan rumuskan berapa porsi yang harus disediakan dari APBN, ini untuk apa? Misalnya seperti untuk membangun komplek perumahan. Lalu infrastruktur dasar seperti bendungan, telekomunikasi, jalan raya, dan listrik yang semua akan dibangun.  Sebagian akan dibangun menggunakan skema KPBU (Kerja Sama Publik dan Badan Usaha). Itu juga membutuhkan dukungan APBN," kata dia. 

Sri Mulyani mengatakan pemerintah juga sudah mengidentifikasi dukungan pendanaan lainnya untuk pembangunan ibu kota baru. "Dalam jangka pendek kemungkinan hanya berdampak pada belanja barang. Kalau sudah dalam pemindahan mungkin ada tambahan kebutuhan anggaran tunjangan sebagai implikasi pemindahan ibu kota," kata dia. 

Wakil Ketua Pansus RUU IKN Junimart Girsang memastikan mega proyek ini tidak akan membebani APBN. Hal ini sesuai dengan kesepakan antara pemerintah dan DPR yang dituangkan dalam RUU IKN. Adapun penggunaan APBN hanya bersifat bantuan dan menjadi tugas pemerintah.

“IKN tidak akan membebani APBN. Bukan berarti negara tidak mengeluarkan aggaran, tetapi sifatnya tidak membebani,” kata dia.

DPR telah mengesahkan Undang-Undang Ibu Kota Negara atau IKN dalam Rapat Paripurna pada Selasa (18/1). UU IKN akan menjadi landasan bagi pemerintah memindahkan ibu kota negara ke wilayah Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. UU IKN ini terdiri dari 11 Bab dan 44 Pasal. Pembahasannya dalam waktu singkat di Panitia Khusus DPR, mulai dari 7 Desember 2021 hingga 17 Januari 2022. Ada beberapa poin penting dalam UU IKN. Ini enam poin di antaranya:

  1. Status Ibu Kota Negara 

    Awalnya draft RUU IKN menyebutkan IbuKota Negara berstatus pemerintah daerah khusus (Pemdasus) atau pemerintahan daerah khusus IKN. Kemudian, pemerintah menambahkan frasa baru yakni pemerintahan daerah khusus ibu kota negara yang selanjutnya disebut Otorita IKN.

    Dalam Pasal 1 UU IKN disebut Otorita IKN merupakan lembaga pemerintah setingkat kementerian yang dibentuk untuk melaksanakan persiapan, pembangunan, pemindahan Ibu Kota Negara, serta menyelenggarakan pemerintahan khusus IKN.

  2. Kepala Otoritas Setingkat Menteri

    Pimpinan Otorita IKN adalah Kepala Otorita. Kedudukannya setingkat menteri yang bertanggung jawab mulai dari persiapan, pembangunan, pemindahan ibu kota serta penyelenggaraan pemerintahaan Otorita IKN.

    Berbeda dengan wilayah lain, tak ada pemilihan kepala daerah. Presiden yang akan memilih Kepala Otorita, tanpa perlu berkonsultasi dengan DPR.

    Dalam Pasal 10 UU IKN disebutkan Kepala Otorita IKN dan Wakil Kepala Otorita IKN akan memegang jabatan selama lima tahun. Presiden dapat menunjuknya kembali atau memberhentikan sebelum masa jabatannya habis.

  3. Nama Nusantara Jadi Ibu Kota Negara

    Presiden Jokowi memilih nama IKN yakni Nusantara. Dia mendapat masukan dari para ahli sekitar 80 nama calon Ibu Kota Negara. Nama-nama yang diberikan seperti Negara Jaya, Nusantara Jaya, Nusa Karya, Nusa Jaya, Pertiwi Pura, Wana Pura, dan Cakrawala Pura.

    Pemilihan nama Nusantara ini menuai perdebatan. Sejarawan sekaligus Ketua Asosiasi Sejarah Lintas Batas (Sintas) Andi Achdian mengatakan persoalan terbesar dari penamaan itu ialah pengertian Nusantara yang sudah dipahami masyarakat sebagai wilayah Indonesia yang luas. Kata Nusantara merujuk pada wilayah kepulauan RI.

    Andi khawatir penamaan ibu kota baru tersebut akan menggeser makna Nusantara. Apalagi pengertian Nusantara di masa lalu mencakup wilayah yang luas, tak terbatas pada nama satu wilayah saja.

    Kata 'Nusantara' sendiri berasal dari bahasa Sansekerta. Nusa bermakna kepulauan, sedangkan antara berarti luar. Sejak era Majapahit, kata Nusantara diasosiasikan dengan wilayah Indonesia modern ditambah tetangganya seperti Malaysia, Brunei, Singapura, hingga Thailand bagian selatan.

  4. Pemindahan Ibu Kota Negara

    Pemindahan IKN yang ditargetkan pada semester I-2024. Nantinya Presiden akan menerbitkan Peraturan Presiden yang mengatur pemindahan IKN. Presiden perlu berkonsultasi dengan DPR dalam proses pemindahan Ibu Kota Negara. 

  5. Pemindahan Lembaga Negara dan PNS

    Setelah Peraturan Presiden tentang pemindahan status IKN diterbitkan, seluruh Lembaga Negara secara resmi berpindah kedudukannya secara bertahap. Hal ini diatur dalam Pasal 21 UU IKN.

    Namun, tak semua aparat dan lembaga pemerintah berpindah. Pemerintah Pusat dapat menentukan Lembaga Pemerintah Nonkementerian, Lembaga Nonstruktural, lembaga pemerintah lainnya, dan PNS yang tidak dipindahkan kedudukannya ke wilayah IKN. Pemindahan ini akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden. 

  6. . Pemindahan Perwakilan Negara Asing

Dalam Pasal 21 UU IKN diatur juga mengenai pemindahan perwakilan negara asing dan perwakilan organisasi/lembaga internasional. Pemindahan mereka ke IKN akan disesuaikan dengan kesanggupan dari masing-masing perwakilan negara asing dan perwakilan organisasi/lembaga internasional tersebut.

Peraturan Presiden akan mengatur ketentuan lebih lanjut mengenai perwakilan negara asing, dan perwakilan organisasi/lembaga internasional.