Lampaui Target, Inflasi Tahun Ini Diperkirakan Lebih dari 4%

ANTARA FOTO/Makna Zaezar/rwa.
Petugas mengisi bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite ke sepeda motor konsumen di SPBU Yos Sudarso, Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Selasa (5/4/2022). PT Pertamina (Persero) Patra Niaga regional Kalimantan memastikan ketersediaan pasokan stok Pertalite di provinsi tersebut aman dengan ketersediaan sebanyak 55.879 Kilo Liter (KL) untuk memenuhi kebutuhan masyarakat 10 hari ke depan.
6/5/2022, 14.40 WIB

Inflasi tahun ini diperkirakan melampaui target yang ditetapkan bank sentral dan pemerintah  sebesar maksimal 4%. Lonjakan inflasi bisa terjadi jika Presiden Joko Widodo merealisasikan wacana kenaikan sejumlah harga yang diatur pemerintah. seperti BBM, LPG 3 Kilogram (Kg), dan listrik. 

Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual mengatakan, inflasi di akhir tahun ini bisa melampaui 4% karena kenaikan harga sejumlah komoditas pangan. Hal itu dipengaruhi melejitnya harga pangan internasional untuk komoditas yang banyak diimpor oleh Indonesia seperti gandum, kedelai dan jagung.

"Tetapi yang membantu sejauh ini sebetulnya  beras yang harga internasionalnya masih stabil," kata David kepada Katadata.co.id, Jumat (6/4).

Di samping itu, kenaikan inflasi di Semester II-2022 juga dipengaruhi oleh kenaikan inflasi inti yang diperkirakan bisa di atas 3%. Inflasi tersebut dipengaruhi oleh kenaikan permintaan akibat aktivitas masyarakat yang meningkat.

Ia mengatakan, wacana kenaikan sejumlah harga diatur pemerintah seperti Pertalite, LPG 3 Kg, listrik dan tarif tol akan mendorong inflasi melejit. Kenaikan harga pertalite 10% akan mendorong inflasi sekitar 0,3% . Sementara andil yang diberikan oleh kenaikan harga LPG 3 Kg, listrik dan tarif tol terhadap inflasi, relatif lebih ringan dibandingkan pertalite.

"Tergantung yang dinaikan apa saja, seberapa besar dan kapan dinaikan, kalau semua dinaikkan serentak ya bisa cukup tinggi, inflasi kita bisa lebih dari 5%," ujarnya.

Inflasi juga bisa dipengaruhi oleh faktor psikologis konsumen. Kekhawatiran terhadap kenaikan harga mendorong konsumen memborong barang sehingga ikut berpengaruh kepada kenaikan inflasi. 

Senada dengan David, ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman memperkirakan inflasi pada akhir tahun ini akan melampaui target pemerintah. Ia merevisi perkiraan inflasi  dari sebelumnya 3,3% menjadi 4,6%. Revisi tersebut mempertimbangkan adanya kemungkinan penyesuaian harga yang diatur pemerintah seperti listrik, LPG 3 Kg dan Pertalite.

Ia mengatakan, tekanan inflasi akan meningkat secara substansial dan fundamental di paruh kedua tahun ini. Tekanan inflasi pada 2022 cenderung meningkat akibat permintaan yang naik di tengah percepatan pemulihan ekonomi.

"Hal ini juga didorong oleh inflasi cost-push terkait dengan kenaikan harga bahan baku, energi dan bahan bakar," kata Faisal dalam risetnya.

Ekonom LPEM FEB UI Teuku Riefky memperkirakan inflasi meningkat secara bertahap tahun ini dan melampaui 4% untuk keseluruhan tahun. Ia menyebut, ada empat faktor yang memberikan tekanan tambahan inflasi domestik ke depannya, diantaranya cost-push inflation, demand-pull inflation, penghapusan kebijakan kontrol harga beberapa komoditas akibat kenaikan harga di tingkat global, dan perubahan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 11%. 

"Mempertimbangkan faktor-faktor tersebut, pemerintah harus memantau secara ketat semua ancaman inflasi di bulan-bulan mendatang karena akan mengganggu kemajuan pemulihan dan menggerus daya beli masyarakat, terutama masyarakat rentan," ujarnya.

Ia juga memperkirakan BI akan merevisi ke atas perkiraan inflasinya untuk tahun ini dan tahun depan yang dipatok tidak lebih dari 4%. 

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam keterangannya terakhir kali memperkirakan inflasi tahun ini diperkirakan tetap terkendali dalam sasaran target 2%-4%. Hal ini  sejalan dengan masih memadainya sisi penawaran dalam merespons kenaikan sisi permintaan, tetap terkendalinya ekspektasi inflasi, stabilitas nilai tukar Rupiah, serta respons kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia dan Pemerintah.

"BI terus mewaspadai sejumlah risiko inflasi, terutama dampak kenaikan harga energi dan pangan global," kata Perry dalam pembacaan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI bulan April, Selasa (19/4).

Perang Rusia-Ukraina yang berlangsung sejak penghujung Februari 2022 telah memicu kenaikan harga komoditas pangan dan energi dunia, hingga mendorong laju inflasi tinggi di berbagai negara. Demi meredam laju inflasi tersebut, bank sentral di sejumlah negara telah menaikkan suku bungan acuannya pada periode Maret-April 2022.

Reporter: Abdul Azis Said