Nilai tukar rupiah diprediksi bisa semakin melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Bahkan nilai tukar rupiah bisa menyentuh level Rp 17.000 per dolar AS pada tahun ini.
Ekonom Celios Nailul Huda melihat, peluang pelemahan rupiah tersebut bisa terjadi, jika eskalasi ketegangan geopolitik di Timur Tengah Meningkat. Hal ini juga akan berimbas pada kenaikan harga minyak dunia.
"Tekanan terhadap harga minyak akan membuat inflasi di beberapa negara akan tetap tinggi. Akibatnya bank sentral negara lain juga masih menahan suku bunga, termasuk The Fed Rate yang masih relatif tinggi," kata Nailul kepada Katadata.co.id, Rabu (17/4).
Akibatnya, rupiah semakin melemah terhadap tekanan global. Apalagi, secara psikologis, nilai tukar rupiah masih berpeluang ke level Rp 17.000 per dolar AS, jika dibebani kenaikan harga minyak dunia dan inflasi dalam negeri.
Senada dengan Nailul, Direktur Eksekutif INDEF Esther Sri Astuti juga menyoroti pelemahan rupiah terhadap kenaikan harga minyak dunia. Apalagi, ketergantung Indonesia terhadap impor minyak juga cukup tinggi.
"Selain itu, kebutuhan barang impor lain juga ada. Imporkan, dibayar pakai dolar AS, ini mendorong depresiasi rupiah ke dolar AS terus terjadi, karena keterbatasan supply dolar di Indonesia," ujarnya.
BI Diminta Jaga Stabilitas Harga
Pelemahan nilai tukar rupiah membuat pelaku pasar dan masyarakat waswas. Esther pun meminta Bank Indonesia untuk segera mengambil kebijakan floating market dan tidak melakukan operasi pasar, karena depresiasi rupiah akan terus terjadi. "Operasi pasar ini, maksudnya menjual uang dalam bentuk dolar AS di pasar uang," ujar Esther.
Selain itu, BI juga diminta untuk menjaga stabilitas harga barang dan jasa di tanah air, demi meredam dampak inflasi serta mitigasi risiko akibat konflik Iran-Israel yang makin memanas.
Sementara Nailul berharap Bank Indonesia, bisa melakukan intervensi penggunaan cadangan devisa, dengan mempertimbangkan kebutuhan dan juga penghematan.
Selain itu, kata dia, Bank Indonesia bisa mengikuti kebijakan kebijakan suku bunga bank sentral AS, The Fed untuk mencegah peningkatan aliran modal keluar asing (capital outflow). "Kemudian, harus ada juga bauran dari sisi fiskal untuk menjaga inflasi," ujarnya.
Seperti diketahui, rupiah dibuka melemah 0,60% ke level Rp 16.272 per dolar AS pada perdagangan Rabu (17/4). Pelemahan rupiah kali ini, karena tertekan data ekonomi Cina dan kebijakan The Fed yang akan kembali menahan suku bunga.