Bank Indonesia atau BI diperkirakan akan menaikkan suku bunga untuk menahan laju inflasi dan pelemahan nilai tukar rupiah. BI akan mengumumkan kebijakan suku bunga saat Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada Rabu besok (23/4).
Chief Economist PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) Andry Asmoro mengatakan, terdapat ruang bagi Bank Indonesia (BI) untuk menaikkan suku bunga acuan demi menjaga stabilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Ia memperkiakan potensi kenaikan suku bunga acuan BI pada tahun ini, seiring dengan menguatnya dolar AS terhadap mata uang lain termasuk rupiah, ditambah lagi dengan penurunan ekspektasi bahwa bank sentral AS, The Fed akan segera menurunkan suku bunga.
“BI mungkin masih berpikir untuk hold dulu. Walaupun ruang naiknya ada, kalau memang rupiah tembus Rp 16.500 per dolar AS dan outflow juga masih terus terjadi,” ujar Andry dikutip dari Antara, Selasa (23/4).
Ia mengungkapkan, tantangan saat ini adalah kenaikan harga komoditas terutama minyak mentah akibat konflik di Timur Tengah, yang akan menyebabkan kenaikan tingkat inflasi di berbagai negara.
Dengan kenaikan tingkat inflasi tersebut, maka berbagai bank sentral dunia termasuk The Fed berpotensi masih akan menerapkan era tingkat suku bunga tinggi alias higher for longer.
“Kan higher for longer. Otomatis potensi untuk ekspektasi pertumbuhan ekonominya jadi terbatas, karena inflasi, biaya kredit jadi tetap mahal. Itu kan implikasinya,” ujar Andry.
Ia memperkirakan, The Fed baru akan memangkas tingkat suku bunga acuan pada September 2024, yang semula diproyeksikan turun pada pertengahan tahun 2024.
“Dari peluang market terakhir itu, baru kemungkinan pemangkasan suku bunga pada September 2024. Tapi, kalau dilihat dari peluang masih imbang sekitar 40%,” ujar Andry.
BCA Antisipasi Kenaikan Suku Bunga BI
Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Jahja Setiaatmadja akan meninjau kondisi dan kebutuhan internal bank terlebih dulu apabila Bank Indonesia menaikkan suku bunga dalam waktu dekat.
"Kalau memang kita butuhkan, kita akan ikut naikkan (suku bunga), misalnya bunga deposito dinaikkan. Kalau kita rasakan masih cukup, kita tidak lakukan adjustment. Jadi saya pikir fleksibilitas itu tergantung situasi dan kondisi dari setiap bank," kata Jahja dikutip dari Antara, Selasa (23/4).
Apabila BI menaikkan suku bunga, BCA tidak serta-merta secara menaikkan bunga simpanan dan bunga pinjaman. Bank akan mencermati kondisi internal terlebih dahulu dalam beberapa waktu, bahkan beberapa bulan setelah penetapan suku bunga acuan BI.
"Kalau suku bunga BI naik, lalu serta-merta bunga pinjaman dinaikkan juga mungkin tidak tepat. Kita harus lihat apakah memang ada kebutuhan untuk itu," ujar dia.
Jahja mengatakan, sejauh ini kinerja BCA cukup baik berdasarkan pertumbuhan kredit sebesar 17,1% yoy pada kuartal I 2024. Padahal secara historis, kinerja kredit perusahaan biasanya negatif pada kuartal I 2024.
Selain itu, perseroan juga senantiasa berusaha untuk menjaga keseimbangan antara kecukupan likuiditas dengan ekspansi kredit yang sehat.
Jahja menyebutkan, rasio pinjaman terhadap simpanan (loan-deposit ratio/LDR) BCA saat ini berada di kisaran 70%-71%. Artinya, masih dalam kategori yang sehat.
"Tetapi kembali, kita lihat kebutuhan kita. Kalau likuiditas kita masih baik, saya pikir tidak perlu serta-merta kita naikkan (suku bunga). Suku bunga BI ini kan hanya suatu benchmark atau acuan," kata dia.