Nilai tukar rupiah menguat Rp 16.377 per dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa pagi. Berdasarkan data Google Finance, rupiah menguat 0,15% atau 24,10.
Hari ini rupiah masih berpeluang menguat maupun melemah. Pengamat Pasar Uang Ariston Tjendra melihat peluang pelemahan rupiah ke arah Rp 16.400 per dolar AS, dengan potensi penguatan Rp 16.330 per dolar AS.
"Kondisi indeks dolar AS tidak banyak berubah, masih bergerak di atas 105.40 an, sehingga masih memberikan tekanan untuk rupiah," kata Ariston kepada Katadata.co.id, Selasa (25/6).
Selain itu, pasar masih mewaspadai arah suku bunga Bank Sentral AS, The Fed yang akan mendorong penguatan dolar AS. Kondisi ini justru membuat nilai tukar rupiah melemah.
Namun dia melihat sentimen pasar terhadap aset berisiko terlihat membaik pagi ini. Indeks saham Asia juga menguat pagi ini. Sentimen ini bisa membantu mendorong penguatan rupiah terhadap dolar AS hari ini.
"Sentimen pasar yang positif ini menunjukkan pelaku pasar masih memandang bahwa pasar masih layak berinvestasi di kondisi pasar keuangan global ini," ujarnya.
Waspadai Pasar Tenaga Kerja AS
Tak berbeda, Senior Economist KB Valbury Sekuritas Fikri C Permana juga melihat peluang penguatan rupiah Rp 16.295 per dolar AS dan pelemahan di level Rp 16.465 per dolar AS.
"Hal ini dipengaruhi kekhawatiran terhadap pasar tenaga kerja AS setelah pernyataan Presiden The Fed San Fransisco, Mary Daly, tadi malam. Sehingga indeks dolar DYX -0,32%," kata Fikri.
Disisi lain, respons pemerintah atas kekhawatiran fiskal pada pemerintahan baru bisa berkurang dengan menggelar konferensi pers terkait APBN pada Senin (24/6) kemarin.
Namun tidak adanya penawaran yang masuk (incoming bids) pada lelang Domestic Non Deliverable Forward (DNDF)yang dilakukan BI, dikhawatirkan menahan inflow lebih kuat, seiring indikasi sentimen wait and see oleh investor asing.
Inflow merupakan kegiatan uang yang masuk ke Bank Indonesia melalui kegiatan penyetoran. Sementara outflow adalah uang yang keluar dari BI melalui kegiatan penarikan.
Untuk itu, Fikri meminta pemerintah bergerak cepat mengatasi pelemahan rupiah dengan tiga cara. Pertama, membangun komunikasi yang baik dengan para stakeholder.
Kedua, antisipasi fiskal terhadap kekhawatiran pelemahan Rupiah dan meningkatnya tensi geopolitik di Rusia-Ukraina sehingga meningkatnya harga minyak dunia segera dilakukan.
"Ketiga, alokasi anggaran dan bantalan juga perlu disiapkan, walaupun saat ini, saya menilai belum ada urgensi peningkatan subsidi BBM," ujarnya.