Presiden terpilih Prabowo Subianto berencana untuk membentuk Badan Penerimaan Negara (BPN) yang berarti akan memisahkan Direktorat Jenderal Pajak dan Ditjen Bea dan Cukai dari Kementerian Keuangan. Berkaitan dengan hal tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan tidak ada pemecahan Kementerian Keuangan.
Kepastian tersebut diungkapkan Sri Mulyani usai mendatangi kediaman Prabowo di Jalan Kertanegara, Jakarta Selatan. “Pak Prabowo bicara tentang Kementerian Keuangan sebagai satu kementerian,” kata Sri Mulyani setelah selesai bertemu dengan Prabowo, Senin (14/10).
Sri Mulyani juga mengungkapkan hasil pertemuannya dengan Prabowo juga tidak membahas mengenai pembentukan BPN. “Nggak ada, nggak ada (pembahasan BPN),” ujar Sri Mulyani.
Hal itu berarti kemungkinan rencana Prabowo untuk membentuk BPN tidak akan dilakukan atau masih menunggu proses lain. Sebab, pemisahan Ditjen Pajak serta Ditjen Bea dan Cukai dengan Kemenkeu, harus melalui merevisi Undang-undang Keuangan Negara.
Untuk itu, Sri Mulyani menegaskan bahwa Kementerian Keuangan masih satu kesatuan. “Iya (Kementerian keuangan masih satu tidak dipisah),” kata Sri Mulyani.
Rencana BPN untuk Mendongkrak Penerimaan Negara
Prabowo berencana menggejot penerimaan negara dalam pemerintahannya. Salah satunya melalui pembentukan BPN, yang sudah disampaikannya saat kampanye Pilpres 2024.
Berkaitan hal tersebut, Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Anggawira optimistis upaya tersebut dapat meningkatkan penerimaan negara. "Kan ada badan penerimaan, kita tambal yang bocor-bocor," kata Anggawira saat ditemui di Jakarta, Senin (29/7).
Meskipun begitu, pembentukan badan penerimaan negara belum dapat dipastikan ada pada periode pertama pemerintahan Prabowo. Hanya saja, pembentukan badan tersebut tetap dilakukan. "Disiapkan, tapi kan apakah di tengah periode ini ada badan atau tidak, karena sumber dayanya dari Kementerian Keuangan," ujarnya.
Rencana pembentukan BPN untuk memusatkan pendapatan negara dari sektor pajak, nonpajak, dan bea cukai lewat satu pintu. Rencana ini masuk ke dalam program prioritas Prabowo-Gibran untuk mendongkrak rasio penerimaan pajak terhadap produk domestik bruto (PDB) dari 10% menjadi 23%.