Geliat Kongsi Perusahaan Luhut dengan Swedia di Proyek ERP Jakarta

TEMPO/STR/Dian Triyuli Handoko
Gerbang sensor On Board Unit (OBU) Elektronic Road Pricing (ERP) di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, 30 Mei 2014.
Penulis: Yura Syahrul
25/1/2017, 10.50 WIB

Ratusan perusahaan mengikuti tender proyek sistem jalan berbayar elektronik (Electronic Road Pricing/ERP) di Jakarta. Salah satunya adalah PT Toba Sejahtra, perusahaan milik Menko Kemaritiman Luhut Pandjaitan, yang berkongsi dengan perusahaan asal Swedia, Kapsch. Padahal, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dan Kementerian Komunikasi dan Informatika menilai peraturan tender proyek itu bermasalah.

Berdasarkan informasi lelang Pemerintah Provinsi DKI Jakarta di laman lpse.jakarta.go.id, lelang proyek sistem jalan berbayar elektronik ini dimulai sejak 29 Juli 2016 dan saat ini sudah memasuki tahap evaluasi dokumen kualifikasi hingga 24 Februari mendatang. Hingga penutupan tahap penyerahan dokumen prakualifikasi pada 16 Januari lalu, ada 307 peserta tender tersebut.

Namun, menurut sumber Katadata yang mengetahui proses tender tersebut, peserta yang merupakan perusahaan besar dan ternama hanya sedikit. “Kebanyakan yang ikut itu perusahaan-perusahaan kecil,” katanya, pekan ini.

(Baca: KPPU: Pemprov DKI Langgar UU Jika Tender ERP Tak Diulang)

Ia mencatat, ada beberapa perusahaan ternama di dalam negeri dan luar negeri yang mengikuti tender tersebut. Antara lain, konsorsium Toba Sejahtra bersama Kapsch, dan PT Alita Praya Mitra. Ia juga menyebut keikutsertaan dua perusahaan asal Norwegia, yaitu perusahaan pengelolaan jalan Q-free dan Norbit; serta perusahaan asal Jepang, Mitsubishi Heavy Industry, bersama para mitra lokalnya.

Direktur PT Alita Praya Mitra Teguh Prasetya enggan mengungkapkan keikutsertaan perusahaannya dan anggota konsorsium dalam tender proyek ERP ini. “Karena masih di prakualifikasi, saya belum bisa ngomong apa-apa soal tender,” katanya kepada Katadata, pekan lalu.

Namun, dia tak menampik keterlibatan trio Alita-Kapsch-Toba saat uji coba sistem ERP di Jakarta beberapa waktu lalu. Sekadar informasi, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta di masa Gubernur Joko Widodo melakukan uji coba sistem ERP di beberapa ruas jalan protokol pada Mei 2014.  

( ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)

Kala itu, menurut Teguh, trio tersebut punya peran masing-masing. Kapsch sebagai penyedia teknologi, Alita selaku sistem integrator, dan Toba mendukung pendanaannya. Ia menambahkan, Alita merupakan mitra lokal Kapsch di Indonesia yang mengimplementasikan dan pemeliharaan teknologinya.

“Kalau masalah kami konsorsium sama siapa saja, saya rasa sekarang belum waktunya untuk bilang itu. Nanti lah kan ini juga baru mulai tendernya,” ujar Teguh.

Sementara itu, Direktur PT Toba Bara Sejahtra Tbk Pandu Sjahrir enggan mengomentari keterlibatan Grup Toba dalam konsorsium tersebut. “Sebaiknya tanya Kapsch, mereka yang ngurusin. Kami tidak ikut detailnya,” katanya kepada Katadata, pekan lalu.

Saat proses uji coba sistem ERP pada Mei 2014 silam, Luhut Pandjaitan juga mengakui keterlibatan Grup Toba bersama konsorsium Kapsch dan Alita. Tapi, dia menolak hal tersebut disangkutkan dengan posisinya sebagai anggota tim pengarah pemenangan Joko Widodo-Jusuf Kalla dalam pemilihan presiden 2014.

Luhut Pandjaitan (Arief Kamaludin/Katadata)

Ia mengklaim, keikutsertaan Toba telah direncanakan sejak jauh-jauh hari, bahkan sebelum Joko Widodo maju sebagai calon presiden. "Tidak ada kaitan tender ERP dengan kedekatan saya kepada Pak Jokowi. Saya kira Pak Jokowi juga tidak tahu soal ini," kata Luhut selaku Komisaris Utama Toba Sejahtra kala itu, seperti dikutip dari Kompas.com, 30 Mei 2014.

(Baca: Kominfo Minta Pemda Jakarta Tak Batasi Teknologi Jalan Berbayar ERP)

Di sisi lain, Teguh menjelaskan, setelah uji coba teknis sistem ERP di Jakarta sejak 2014 hingga akhir tahun lalu, Alita bersama Kapsch siap menjalankannya sesuai rencana Pemprov DKI. Untuk itu, mereka tengah mengikuti proses tender yang masih berlangsung dan pemenangnya berdasarkan jadwal baru diputuskan pada 16 Oktober mendatang.

Namun, proses tender tersebut saat ini tersandung masalah. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menilai Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta Nomor 149 Tahun 2016 yang menjadi payung hukum ERP tersebut berpotensi menciptakan persaingan usaha tidak sehat. Hal itu mengacu kepada salah satu persyaratan tender di dalam Pasal 8 ayat (1) huruf c.

Pasal itu memuat penetapan teknologi yang digunakan yakni komunikasi jarak pendek (Dedicated Short Range Communication / DSRC) dengan frekuensi 5,8 GHz. Jadi, menutup pintu bagi perusahaan yang mempunyai teknologi lain, seperti Radio Frequency Identification (RFID) atau Global Positioning System (GPS), untuk mengikuti tender ERP.

Karena itu, KPPU meminta proses tender diulang setelah Pergub tersebut direvisi. "Kalau ada Pergub baru kan harus memberikan kesempatan kepada semua perusahaan, sehingga harus dibuka dari awal (proses tender)," ujar Ketua KPPU Syarkawi Rauf, Senin (23/1) lalu.

Penilaian dan permintaan senada juga telah dilontarkan Dirjen Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Infromatika Samuel Abrijani Pangerapan dan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Agus Prabowo.

(Baca: LKPP Minta Tender ERP Jakarta Diulang Setelah Revisi Aturan Gubernur)

Keputusan KPPU itu juga memunculkan kabar adanya upaya lobi dari konsorsium Kapsch-Toba-Alita agar proses tender bisa terus berlanjut. Kabar ini mengacu kepada kedatangan Duta Besar (Dubes) Swedia Johanna Brismar Skoog ke kantor KPPU pada 12 Januari lalu. Apalagi, Kapsch dikabarkan ikut dalam kunjungan tersebut.

Syarkawi mengakui, pertemuan dengan Dubes Swedia itu membahas kondisi iklim investasi di Indonesia secara umum dan peran KPPU memberikan rekomendasi kepada pemerintah untuk menciptakan lapangan usaha yang setara bagi pengusaha lokal maupun asing. Dalam pertemuan itu, Syarkawi juga menyinggung rekomendasi KPPU kepada Pemprov DKI untuk merevisi Peraturan Gubernur soal tender proyek ERP sebab bersifat diskriminatif.

“Saya sampaikan, kalau ada perusahaan-perusahaan Swedia di Indonesia merasa didiskriminasi dalam setiap proses, maka lapor ke KPPU. Kami akan melakukan enforcement terhadap itu,” katanya. Menanggapi penjelasan itu, menurut Syarkawi, Dubes Swedia mengucapkan terima kasih karena memberikan kesempatan yang sama kepada pelaku usaha yang berusaha di Indonesia.

Ia juga mengungkapkan, pertemuan itu juga diikuti puluhan pengusaha asal Swedia, termasuk pengusaha digital. “Dia tidak spesifik mengerjakan ERP tapi perusahaan yang bergerak dalam bidang teknologi informasi. Mungkin (Kapsch),” ujar Syarkawi.

Dalam kesempatan terpisah, Sekretaris II Perdagangan dan Promosi Kedubes Swedia, Robert Lejon, menyatakan pemerintahnya mendukung dan mengakui pentingnya KPPU dalam menjaga lingkungan usaha yang sehat dan kompetitif, dengan praktik bisnis yang transparan dan bebas korupsi.

(ANTARA FOTO/Reno Esnir)

(Baca: Plt Gubernur Jakarta Pastikan Tender Proyek ERP Tak Akan Diulang)

Namun, dia membantah pertemuan itu merupakan upaya Swedia melobi KPPU untuk memuluskan jalan Kapsch menggarap proyek ERP. "Dalam pertemuan tersebut banyak sektor yang berbeda dibahas," katanya dalam surat elektronik kepada Katadata, Rabu (25/1).

Sementara itu, Teguh juga membantah kabar upaya konsorsium Alita-Kapsch-Toba melobi KPPU lewat kunjungan Dubes Swedia tersebut. Ia pun menegaskan, konsorsium siap mengikuti tender meski peraturannya direvisi sehingga memungkinkan keterlibatan pihak dan teknologi lain.

“Teknologi apapun kami siap, mau RFID (Radio Frequency Identification), ANPR (Automatic Number Plate Recognition/ kamera), GNSS (Global Navigation Satellite System), mau apapun kami mampu support,” kata Teguh. Alasannya, Kapsch merupakan penyedia berbagai teknologi untuk pembayaran elektronik.

Reporter: Safrezi Fitra, Miftah Ardhian