Cerita di Balik Kenaikan Tarif STNK

ANTARA FOTO/Rosa Panggabean
Penulis: Safrezi Fitra
7/1/2017, 12.00 WIB

Kebijakan menaikan tarif layanan di kepolisian ini mungkin memang sudah setahun lebih di bahas oleh pemerintah, hingga melibatkan DPR. Namun karena kurangnya sosialisasi, banyak pihak menganggap kebijakan tidak populis ini terkesan dipaksakan. Akhirnya, ketika aturannya terbit dan akan diberlakukan, pemerintah terlihat saling lempar tanggung jawab mengenai siapa yang mengusulkkan kebijakan ini.   

Koordinator Advokasi dan Investigasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Apung Widadi ada misskoordinasi dalam penyusunan PP yang mengatur kenaikan tarif layanan di kepolisian ini. Misalnya Menteri Keuangan Sri Mulyani yang mengatakan usulan kenaikan tarif ini datang dari kepolisian. Padahal penerimaan negara setiap kementerian dan lembaga juga menjadi kewenangan Kementerian Keuangan. Selain itu, pernyataan Presiden Jokowi yang malah mempertanyakan kenaikan tarif layanan hingga 300 persen dalam PP PNBP Polri. 

(Baca: Heboh Kenaikan Biaya STNK, Pemerintah Dinilai Kurang Koordinasi)

Apung juga merasa ada yang janggal dalam penyusunan PP ini. Salah satunya tidak ada uji publik atau kajian mendalam mengenai rencana kebijakan tersebut. "Ini yang menandakan ada yang tidak selesai dalam konteks ini. Tidak ada transparansi dalam rencana kenaikan ini," katanya dalam konferensi pers menanggapi PP 60/2016 di Jakarta, Kamis (5/1).

Sekretaris Kabinet Pramono Anung pun terkesan bungkam ketika ditanya masalah ketidaktahuan Presiden mengenai PP kenaikan tarif layanan kepolisian yang telah ditandatanganinya. Saat ditemui di Kantor Presiden, kemarin, dia enggan menanggapi pertanyaan media mengenai hal ini.

Di luar perdebatan masalah koordinasi antar lembaga ini, Polri mengaku punya beberapa alasan mengapa PNBP di institusi ini perlu ditingkatkan dengan menaikkan tarif layanannya. Kepala Divisi Humas Polri Boy Rafli Amar mengatakan peningkatan PNBP ini tidak lepas dari tuntutan negara dan pemerintah kepada Polri.

Polri merupakan salah satu institusi yang masuk dalam program reformasi birokrasi. Untuk menjalankan program perbaikan ini Polri merasa perlu tambahan dana, khususnya dalam hal pelayanan publik yang dirasa kurang transparan dan tidak akuntabel. (Baca: Jokowi Didesak Batalkan Kenaikan Tarif Pengurusan STNK)

Kemudian terkait dengan indeks keselamatan berlalu lintas yang juga penting untuk diperbaiki. “Jadi tidak mungkin kita ingin meningkatkan indeks keselamatan sementara investasi tidak ada pertumbuhan,” ujarnya.

Boy mengatakan Polri perlu menaikkan tarif layanan adalah karena sejak 2010 tarif layanan ini tidak pernah naik. Padahal harga bahan material yang digunakan untuk penerbitan surat-surat ini dan ongkos cetaknya sudah naik.

tarif yang tak sesuai dengan kondisi sekarang ini menjadi salah satu temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam hasil pemeriksaannya terhadap Polri pada 2015. BPK menilai angka-angka tarif yang tercantum dalam PP 50/2010 tentang PNBP Polri masih mencerminkan kondisi ekonomi tujuh tahun lalu. Atas dasar inilah Polri berinisiatif mengusulkan revisi PP tersebut.

Dia juga menyebutkan beberapa alasan mengapa tarif-tarif ini harus dinaikkan. Pertama, perlu adanya peningkatan fitur keamanan dan kualitas material surat-surat yang diterbitkan Polri, terutama STNK, SIM, dan BPKB.

Kedua, sebagai langkah reformasi birokrasi, Polri ingin meningkatkan pelayanan melalui sistem online. Jadi masyarakat bisa bisa mengurus STNK atau SIM di kantor pelayanan mana pun di seluruh Indonesia pendaftarannya pun bisa dilakukan melalui jaringan internet.

“Ini secara bertahap 2016-2017 akan direalisasikan di sejumlah Polda di kota-kota terbesar di seluruh Indonesia,” kata Boy.

Ketiga, modernisasi dan komputerisasi, serta peningkatan peralatan seiring dengan perkembangan teknologi informasi yang sangat cepat. Perkembangan teknologi informasi ini juga mengharuskan Polri memiliki sistem dengan keamanan yang kuat.

Keempat, terkait dengan layanan lalu lintas. Polri ingin mengembangkan National Traffic Management System (NTMC) yang ada di tingkat pusat, hingga ke daerah dengan membuat Regional Traffic Management System (RTMC).

Kelima, masih terkait dengan reformasi birokrasi, Polri berencana meningkatkan transparansi dan akuntabilitas lembaganya. Ini juga termasuk meminimalisasi adanya praktik pungutan liar (pungli) dan korupsi terutama dalam pelayanan publik. Menurut Boy, hal ini bisa lebih mudah dilakukan jika kesejahteraan petugas-petugasnya terpenuhi. Makanya perlu ada tambahan insentif bagi petugas.

TARIF STNK NAIK (ANTARA FOTO/Rosa Panggabean)

Boy juga memastikan setelah adanya kenaikan tarif, dana masyarakat dalam pengurusan layanan di kepolisian, tidak langsung masuk ke kas Polri. Saat ini sudah ada sistem di mana masyarakat langsung menyetorkan biaya tersebut melalui perbankan dan langsung masuk ke kas negara.

(Baca: Pemerintah Atur Tarif Pelat Nomor Cantik, Paling Mahal Rp 20 Juta)

Askolani menambahkan hasil PNBP Polri ini sekitar 92 persennya akan dikembalikan ke institusi tersebut. Dana ini akan digunakan untuk peningkatan layanan yang terkait PNBP Polri. Sisanya akan digabungkan dengan penerimaan negara lainnya dalam APBN.

Sekadar informasi, kenaikan tarif layanan kepolisian sesuai PP 60/2016 diperkirakan akan membuat PNBP Polri bertambah sekitar Rp 2 triliun. Makanya dalam APBN 2017 Polri ditargetkan bisa menyumbang PNBP sebesar Rp 7,4 triliun, dari target tahun lalu Rp 5,4 triliun.

Halaman: