Jungkir Balik Pemerintah Pacu Konsumsi demi Cegah Resesi

123RF.com/alphaspirit
Jungkir Balik Pemerintah Pacu Konsumsi demi Cegah Resesi
4/8/2020, 08.05 WIB

Berjibaku dengan Tingkatkan Stimulus

Demi menyelesaikan perkara konsumsi, pemerintah berjibaku melalui penambahan stimulus. Khususnya untuk UMKM, industri padat karya, dan perlindungan sosial. Harapannya melalui penambahan ini tenaga kerja mampu terserap lagi dan daya beli masyarakat meningkat, sehingga ekonomi bisa terkerek di kuartal ketiga.   

Wakil Ketua Satgas Pemulihan dan Transformasi Ekonomi Budi Sadikin menyatakan, pemerintah merencanakan tambahan stimulus untuk UMKM melalui dua program. Pertama, bantuan tunai Rp 2,4 juta kepada setiap UMKM. Target penerimanya hingga 12 juta pelaku usaha. Namun bantuan diberikan secara bertahap, dimulai kepada satu juta pelaku UMKM.

Program kedua yakni penyaluran kredit usaha dengan bunga rendah ke UMKM. Penyalurannya ditargetkan kepada UMKM yang baru memulai usahanya akibat PHK dan berskala rumah tangga. “Diharapkan besarnya Rp 2 juta untuk masing-masing keluarga dan kita bisa tambahkan sesuai kebutuhan modal kerja mereka,” kata Budi Rabu (29/7).

Lebih lanjut, Budi menyatakan penyaluran kredit usaha bunga rendah akan terintegrasi dengan program bantuan untuk UMKM. Jika program sudah berjalan, pemerintah hendak menambahkan fasilitas kredit berbunga rendah agar pelaku UMKM bisa menggulirkan usahanya.

Pemerintah mengupayakan kedua program tersebut dapat diberikan dalam 2-4 pekan mendatang. Selain itu, pengawasan terhadap kedua stimulus baru ini dilakukan secara ketat.

Sementara itu, program untuk industri padat karya swasta berbentuk penjaminan kredit modal kerja. Sri Mulyani menyatakan, pemerintah memberikan penjaminan melalui dua special mission vehicle (SMV) atau lembaga binaan Kemenkeu yang bertugas khusus melaksanakan pembangunan. Keduanya yaitu Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII).

Penjaminan diberikan kepada korporasi dengan plafon kredit di atas Rp 10 miliar hingga Rp 1 triliun. Sektor prioritas dalam program ini yaitu pariwisata, otomotif, tekstil dan produk tekstil, alas kaki, elektronik, kayu olahan, furniture, produk kertas, serta usaha padat karya lain dengan kriteria terdampak corona.

Pemerintah akan memberi penjaminan kredit modal kerja 80% bagi sektor prioritas, 20% sisanya ditanggung perbankan. Bagi yang bukan sektor prioritas, pemerintah menjami 60% kredit dan bank menanggung 40%.

Guna mendukung program ini, pemerintah memberi Imbal Jasa Penjaminan (IJP) kepada perbankan. Rinciannya, 100% untuk penyaluran kredit modal kerja hingga Rp 300 miliar dan 50% untuk penyaluran kredit modal kerja senilai Rp 300 miliar-Rp 1 triliun.

Kriteria perusahaan padat karya yang berhak mendapat stimulus ini adalah: terdampak pandemi corona, menyerap tenga kerja, dan memiliki multiplier effect signifikan, serta berpotensi memulihkan ekonomi nasional. Sri Mulyani menyatakan, kriteria sengaja dibuat umum agar pengukurannya mudah dan bisa diterapkan perbankan.

Perusahaan pun wajib menyerahkan syarat administratif berupa dokumen bukti aktivitas bisnis telah terdampak corona dan memiliki lebih dari 300 karyawan. Kemudian menyerahkan tabel pemasukan dan pengeluaran perusahaan sebagai bukti multiplier effect, rencana anggaran, daya tahan, serta ekspansi perusahaan.

Sri Mulyani menyatakan, pemerintah menargetkan penyaluran kredit modal kerja bisa mencapai Rp 100 triliun hingga akhir 2021. Program ini bekerja sama dengan 15 bank BUMN dan swasta.

Sementara program bansos baru yang disiapkan, kata Kepala BKF Kemenkeu Febrio Kacaribu, akan menggunakan anggaran cadangan Rp 25 triliun dari anggaran perlindungan sosial senilai Rp 203,91 triliun dalam PEN. Namun, ia tak menjelaskan lebih jauh skema program ini. Harapannya diluncurkan sebelum pembacaan nota keuangan oleh Presiden Jokowi 17 Agustus nanti.

Diapresiasi, Tapi Harus Jelas dan Cepat

Pengusaha mengapresiasi program penjaminan kredit modal kerja industri padat karya melalui perbankan. Rencana ini dinilai lebih cepat ketimbang skema sebelumnya berupa penempatan dana, yang dinilai agak rumit karena terlalu panjang prosesnya dan sulit diakses

Wakil Ketua Umum Kadin, Shinta W Kamdani menyatakan program ini sangat membantu arus kas korporasi padat karya yang telah sakit akibat penurunan permintaan selama pandemi virus corona. Penyakit inilah yang membuat perusahaan tak mampu mempertahankan karyawannya dan akhirnya melakukan PHK.

“Tapi kalau mengembalikan tenaga kerja, itu mesti dilihat sektornya masing-masing, tidak bisa digeneralisasi,” kata Shinta kepada Katadata.co.id, Kamis (30/7).

Sektor yang menurutnya mungkin mengembalikan tenaga kerja antara lain makanan dan tekstil. Hal ini karena keduanya mudah melakukan diversifikasi produk selama pandemi belum mereda. Dengan begitu arus kasnya cenderung lebih baik dari sektor lain, meskipun tetap terpuruk.

Terkait tambahan stimulus UMKM, Shinta menilai baik tapi pemerintah tetap harus memberi pendampingan kepada pelakunya. Khususnya dalam meningkatkan permintaan dan mengakses pasar. Mereka harus punya ekosistem dan penetrasi pasar agar siap ekspor.

Ekspor UMKM memang masih kecil. Data Kemenkop UMKM memperlihatkan rasio ekspor sektor ini 14% dari total volume nasional. Kementerian di bawah Teten Masduki ini pun menargetkan peningkatan rasio mencapai 20% pada 2020.

Ekonom Indef Abra Talattov menilai salah satu yang bisa dilakukan pemerintah untuk mendorong permintaan sektor UMKM adalah belanja negara dan BUMN. Pemerintah mesti mengarahkan belanjanya kepada produk dalam negeri. Untuk BUMN, bisa diarahkan membuat kontrak kerja sama dengan UMKM.

“Ini tantangan untuk Pak Erick (Menteri BUMN) dan Pak Budi (Wamen BUMN),” kata Abra kepada Katadata.co.id, Kamis (30/7).

Selain itu, Abra menilai pemerintah harus menjelaskan lebih detail tekait seluruh rencana tambahan stimulus ini. Khususnya dari sisi pendanaan, “apakah dari dana PEN yang sudah dianggarkan atau tambahan baru?” Hal ini karena keduanya memiliki risiko yang mengiringinya.

Apabila menambah anggaran, menurutnya, bisa memperlebar defisit. Maka, pemerintah mesti transparan terkait sumbernya dan lebih baik tidak dengan menambah utang luar negeri. Sebaliknya bisa dengan memastikan Bank Indonesia membeli surat berharga negara di pasar sekunder, bukan hanya berbagi beban seperti sekarang.

Kalau itu diambil dari dana yang sudah ada, dampak sebelumnya akan berkurang. Artinya sama dengan tidak menambah stimulus.

Abra pun meminta pemerintah mempercepat penyaluran seluruh tambahan stimulus yang direncanakan agar perekonomian lekas berputar. Termasuk program PEN lain yang saat ini masih minim penyerapannya. Setidaknya, pada bulan depan sudah terserap 50%.

“Target kuartal tiga sudah dekat. Kalau tidak tercapai akan tetap terkontraksi. Tapi kalau ditambah dan terserap dengan baik, itu sesuai rekomendasi kami dan pertumbuhan nol persen atau positif,” katanya.

Direktur Eksekutif CORE Indonesia, Muhammad Faisal sama menekankan pentingnya percepatan penyerapan. Ia meminta pemerintah membuat kontrak dengan korporasi yang mendapat penjaminan modal kerja agar mereka menyerap tenaga kerjanya lagi dan tak melakukan PHK.

Menjawab hal ini, Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo menyatakan dana tambahan stimulus UMKM dan penjaminan modal kerja korporasi masih dari anggaran PEN yang telah ditetapkan sejumlah Rp 695,2 triliun.

“Masih dalam koridor dana PEN. Dulu kan rencana awalnya (korporasi) restrukturisasi atau penjaminan melalui PPA. Sekarang melalui LPEI,” katanya kepada Katadata.co.id, Jumat (31/7).

Soal kontrak korporasi kembali menyerap tenaga kerja dan tak mem-PHK karyawannya lagi, Yustinus menyatakan, “mungkin ditunggu lengkapnya di peraturan menteri keuangan, tapi karena ini padat karya, sudah pasti arahnya ke sana (menyerap tenaga kerja).”

Halaman:
Reporter: Agatha Olivia Victoria, Dimas Jarot Bayu