Peluang Sektor Usaha untuk Keluar dari Badai Covid-19

Aleksandr Khakimullin/123rf
Ilustrasi.
Penulis: Happy Fajrian
10/12/2020, 12.30 WIB

Bisnis kelam di masa pandemi tak berlaku buat Diajeng Lestari, Chief Executive Officer (CEO) sekaligus pendiri Hijup.com. Ketika badai pandemi corona meruntuhkan banyak dunia usaha, Hijup.com mampu bertahan sekaligus meningkatkan efisiensinya.

Diajeng membangun platform e-commerce Hijup.com sejak 2011. Platform ini tidak hanya menawarkan produk busana muslim yang murah tetapi juga berkualitas buatan desainer-desainer muslim.

Selama sembilan tahun pengembangan digitalisasi membuat Hijup siap menghadapi pandemi. Sejak berdiri, perusahaan terus melakukan pembenahan terutama dalam infrastruktur digital seperti aplikasi, dukungan laman web, dan penguatan organik lainnya.

“Ketika pandemi datang, bisa dibilang kami sudah siap, karena sudah punya platform digital, media sosial, dan penguatan yang telah dibangun sejak beberapa tahun terakhir,” kata Diajeng pada Mandiri Webinar Series: Dunia Pasca Pandemi, Ada Apa dengan 2021, Rabu (2/12).

Kondisi pandemi malah menjadi kesempatan bagi Hijup.com untuk melakukan efisiensi dan menciptakan sistem baru. Berbagai aktivitas yang sebelum PSBB banyak dilakukan di kantor Hijup.com, kini bisa dilakukan secara mandiri oleh para tennant dan desainer.

Hijup.com hanya menyediakan kemasannya saja. “Tennant jadi mendapat keuntungan yang lebih besar, dan semakin banyak desainer muda yang bergabung dengan Hijup.com,” katanya.

Keberhasilan Hijup.com dalam menavigasi bisnisnya di tengah badai pandemi merupakan segelintir dari kisah sukses pengusaha ritel di bidang fesyen yang terdampak pandemi covid-19. Apalagi di saat yang sama sektor perdagangan besar dan eceran justru terkontraksi cukup dalam selama dua kuartal berturut-turut, yakni kuartal II sebesar 7,57% dan kuartal III 5,03%.

Menurut ekonom Muhammad Chatib Basri, hanya sektor-sektor esensial saja yang masih tumbuh dengan baik, seperti kesehatan, pendidikan, makanan dan minuman.

Produk fesyen pun tidak termasuk dalam sektor yang esensial atau pokok. Sehingga pelaku usaha ritel di bidang fesyen yang bisa survive atau bahkan masih bisa tumbuh di bisnis ini di masa-masa krisis pandemi corona ini sudah menjadi prestasi tersendiri.

“Kalau sektornya esensial seperti makanan, orang tidak akan mungkin mengurangi konsumsinya. Tapi kalau sektor non esensial seperti restoran, hotel, transportasi, atau yang bukan barang kebutuhan pokok akan drop signifikan,” ujarnya Chatib, Rabu (2/12).

Di luar itu masih ada sektor yang kinerjanya relatif baik, yakni sektor-sektor yang mampu memanfaatkan dua hal. Pertama digitalisasi, dan kedua yang berhubungan dengan kesehatan sesuai dengan kondisi dunia yang tengah dilanda pandemi.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), perekonomian pada kuartal III 2020 terkontraksi 3,49%. Beberapa sektor yang menjadi pemberat pertumbuhan antara lain transportasi dan pergudangan yang anjlok 16,7%, serta penyediaan akomodasi dan makan minum sebesar 11,86%.

Sedangkan sektor yang masih tumbuh adalah sektor-sektor esensial seperti pertanian yang tumbuh 2,15%, informasi dan komunikasi 10,61%, serta jasa kesehatan dan kegiatan sosial. Selengkapnya bisa dilihat pada databoks berikut.

Pendiri Ancora Group dan mantan Menteri Perdagangan Indonesia Gita Wirjawan mengatakan bahwa sektor ekonomi yang berpeluang cerah ke depannya adalah sektor-sektor apapun yang terdisrupsi digitalisasi.

“Saya lihat masih banyak sektor-sektor yang masih siap untuk didisrupsi, termasuk kesehatan, real estat, termasuk asuransi yang merupakan intersection antara sektor kesehatan dan jasa keuangan. Saya juga masih melihat beberapa pilar di bawah sektor pariwisata yang masih sangat bisa didisrupsi dengan digitalisasi,” kata Gita.

Di luar digitalisasi Gita menilai masih ada beberapa sektor yang kinerjanya akan jauh lebih cerah dibandingkan tahun ini. Namun,  peningkatan kinerja tersebut tergantung pada proses penanganan pandemi, seperti testing dan kesuksesan program vaksinasi. 

Dalam laporan e-Conomy SEA 2020 oleh Google, Temasek, dan Bain & Company, yang menunjukkan telah terjadi peningkatan penggunaan layanan digital di negara-negara Asia Tenggara, salah satunya Indonesia. Digitalisasi menjadi penting lantaran telah terjadi perubahan pada pola konsumsi layanan digital masyarakat.

Di samping itu, semakin banyaknya pengguna baru yang mencoba layanan digital untuk pertama kalinya yang didorong oleh pandemi Covid-19. Para pengguna layanan digital menggunakan internet mulai untuk memesan makanan, membeli bahan makanan (grocery), pendidikan, hingga hiburan.

Secara rinci terjadi peningkatan pemesanan makanan secara online sebesar 34%, membeli bahan makanan 33%, serta pendidikan 22%. Selengkapnya bisa dilihat pada databoks berikut.

Sektor Kesehatan

Di masa pandemi, startup aplikasi kesehatan (healthtech) dan telemedicine, frekuensi kunjungan penggunanya melonjak signifikan.  Aplikasi Halodoc, misalnya, penguna aktif bulanan layanan telemedicinenya melonjak hingga 10 kali lipat sejak pandemi merebak, jika dibandingkan dengan akhir 2019.

“Kami percaya bahwa layanan ini akan terus mendapatkan momentum yang positif, bahkan pasca pandemi Covid-19," ujar Chief Marketing Officer Halodoc Dionisius Nathaniel.

Sementara itu penggunaan layanan Grab Health milik Good Doctor Technology Indonesia naik 12 kali lipat dibandingkan sebelum pandemi, sedangkan fitur konsultasi dengan dokter melonjak 17 kali lipat.

“Layanan kesehatan menggunakan teknologi akan menjadi pelengkap terhadap layanan offline yang sudah ada seperti rumah sakit, klinik, laboratorium dan apotik," ujar Managing Director Good Doctor Technology Indonesia Danu Wicaksana.

Ketua Asosiasi Healthtech Indonesia (AHI) Gregorius Bimantoro mengatakan bahwa layanan telemedicine semakin diminati karena memudahkan tenaga medis maupun pengguna yang membutuhkan layanan kesehatan di masa pandemi.

Para pengguna bisa memanfaatkan layanan konsultasi online dengan dokter, menebus resep obat, hingga membuat janji dengan dokter maupun rumah sakit hanya lewat satu aplikasi. Pengguna pun bisa mengakses berbagai artikel terkait seputar penyakit dan cara menghindarinya.

Tak mau ketinggalan dengan perusahaan aplikasi, rumah sakit (RS) juga terus meningkatkan kualitas layanannya demi mendapatkan kembali kepercayaan dari pasien. Pasalnya, kunjungan pasien ke RS turun lebih dari 50% sejak pandemi ini merebak.

"Mungkin hanya 20% pasien yang datang ke rumah sakit, itu pun dengan kondisi yang sudah darurat," kata Sekretaris Jenderal Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh indonesia (PERSI), Lia Gardenia Partakusuma awal November lalu.

RS kini memiliki layanan drive thru, serta home care dengan mendatangi pasien ke rumah untuk berobat atau perawatan. Hingga perubahan perilaku pasien saat ini juga memaksa RS adaptif dengan layanan telemedicine.

“Sudah ada sekitar 20% RS di Indonesia yang memiliki layanan ini, tapi belum terlalu booming seperti yang kami harapkan,” kata Lia.

Sektor Pendidikan

Pandemi memaksa pembelajaran di sekolah dan kampus diganti dengan pembelajaran jarak jauh (PJJ). Sebenarnya aplikasi-aplikasi pendidikan sudah sejak lama muncul sebagai sumber pembelajaran di luar sekolah atau kursus tambahan bagi siswa.

Sebenarnya aplikasi-aplikasi pendidikan sudah sejak lama muncul sebagai sumber pembelajaran di luar sekolah atau kursus tambahan bagi siswa. Beberapa nama cukup populer di Indonesia seperti Ruangguru, Zenius, Quipper School, Sekolahmu, serta Kelas Pintar. Namun seiring dengan PJJ, muncul berbaga aplikasi yang fungsinya untuk mendukung pembelajaran daring.

Hasil survei Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru Indonesia (P2GI) menunjukkan, 70% guru menggunakan media sosial, seperti Whatsapp, Facebook, Line, dan Instagram untuk pembelajaran jarak jauh (PJJ) selama pandemi virus corona Covid-19. Selengkapnya bisa dilihat pada databoks berikut.

Sektor Pariwisata

Sektor pariwisata, khususnya pemesanan tiket dan akomodasi untuk wisata, juga telah lama mengadopsi teknologi. Namun kinerja sektor pariwisata tidak hanya bergantung pada daya beli konsumen, tetapi juga pada penanganan pandemi.

Itulah mengapa, selama pandemi masih berlangsung, masyarakat masih akan menunda untuk berwisata. Apalagi beberapa waktu terakhir jumlah tambahan kasus harian selalu melonjak pasca libur panjang. Alhasil kinerja sektor ini belum akan pulih dalam waktu dekat.

Menurut laporan e-Conomy SEA 2020, total nilai transaksi atau gross merchandise value (GMV) pada sektor perjalanan online (layanan pesan tiket, hotel, dan paket pariwisata) di Indonesia tahun ini turun tajam menjadi US$ 3 miliar, dari US$ 10 miliar pada 2019.

Wakil Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran mengatakan bahwa peran pemerintah akan sangat berpengaruh dalam bangkitnya sektor ini.

Maulana memaparkan ada dua hal besar yang perlu dilakukan pemerintah untuk membangkitkan pariwisata. Pertama, kembali melakukan kegiatan kenegaraan di hotel-hotel. Hal ini karena bisnis tourism selama ini didominasi oleh kegiatan pemerintah seperti rapat, seminar, dan sebagainya.

Kedua, kebijakan yang dikeluarkan pemerintah diharapkan tidak berubah-ubah karena akan sangat berdampak dengan pariwisata. Beberapa contoh yang sempat diungkapkannya adalah mengenai pemangkasan cuti dan PSBB di DKI Jakarta yang kembang kempis.

Sektor Pangan

Sebagai kebutuhan pokok, sektor pangan relatif aman dari dampak pandemi Covid-19. Namun bukan berarti sektor ini tidak membutuhkan inovasi.

Pasalnya sektor ini masih memiliki sejumlah tantangan. Di hulunya, luas lahan pertanian kian susut, jumlah petani pun terus berkurang, serta perubahan iklim yang bisa mempengaruhi produksi komoditas pertanian.

Databoks berikut menjelaskan kontribusi sektor pertanian terhadap produk domestik bruto dan penyerapan tenaga kerjanya yang terus merosot selama lebih dua dekade terakhir. Namun utilisasi lahan pertanian meningkat walau lebih banyak digunakan untuk kelapa sawit dan karet.

Data BPS menunjukkan luas lahan pertanian menyusut dari 8,1 juta hektar pada 2015 menjadi 7,5 juta hektar pada 2019. Kemudian jumlah rumah tangga usaha pertanian padi turun dari 14,2 juta pada 2013 menjadi 13,2 juta pada 2018. Sedangkan perkebunan turun dari 12,8 juta menjadi 12,1 juta rumah tangga.

Oleh karena itu inovasi dibutuhkan untuk lebih mengembangkan sektor pertanian. Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia pun menginisiasi kemitraan inclusive closed loop untuk meningkatkan efisiensi produksi demi memacu kinerja sektor ini.

Kemitraan model ini berupaya menjaga ketahanan pangan sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani, peternak, dan nelayan, dengan menghubungkan mereka dengan pemerintah, lembaga keuangan, perusahaan, hingga ritel. Tujuannya adalah sinergi seluruh mata rantai agar tercipta efisiensi dan peningkatan kualitas.

Digitalisasi juga menyentuh sektor ini, meskipun teknologi yang berkembang lebih banyak bergerak di bidang e-commerce daripada pengembangan teknologi pertanian (agritech).

Investment and Venture Partner di UMG Idealab Jefry Pratama mengatakan hal ini lantaran bidang e-commerce merupakan cara termudah bagi startup teknologi pertanian untuk menghasilkan uang.

Sedangkan startup yang mengandalkan AI (artificial intelligence/kecerdasan buatan), analisis data, robotika, atau teknologi mendalam (deeptech) seperti rekayasa genetika masih sangat sedikit, salah satunya karena minimnya talenta digital

“Kurangnya teknologi canggih di startup agritech Indonesia merupakan peluang pertumbuhan yang lebih besar di bidang logistik, rantai pasokan, dan infrastruktur,” demikian kata Jefry

Menurut laporan CompassList berjudul ‘Indonesia Agritech Report 2020’, ada empat jenis startup pertanian dan perikanan di Nusantara yakni pembiayaan, pengembangan teknologi, e-commerce, edukasi dan pendampingan.

Di bidang pembiayaan, setidaknya ada lima tekologi finansial (fintech) yang memberikan pembiayaan kepada petani yakni iGrow, TaniFund, Crowde, Vestifarm, dan Tanijoy.

Di bidang e-commerce, setidaknya ada sembilan pemain. Mereka di antaranya HappyFresh, Sayurbox, Brambang, Tukangsayur.co, 8Villages, Chilibeli, Kedai Sayur, Etanee, dan Kecipir. Belum termasuk e-commerce khusus produk perikanan, Aruna dan FishOn.

Sedangkan di bidang pengembangan teknologi ada lima pemain, yakni eFishery yang menyediakan perangkat pemberi pakan otomatis (autofeeder), Jala Tech yang menyediakan analisis data, alat untuk meningkatkan kualitas air di tambak udang, dan platform budidaya.

Kemudian HARA yang merupakan platform data exchange yang merangkum informasi terkait profil usaha mitra petani, Habibi Garden yang menyediakan perangkan berbasis digital pertanian, serta BIOPS Agrotekno yang menyediakan alat pantau tanaman di dalam dan luar ruangan.

Direktur Investasi BRI Ventures William Gozali melihat startup di bidang penyediaan bahan pokok berpeluang tumbuh kencang di 2021. “Ada permasalahan yang belum terjawab. Efek pandemi, startup yang mendorong rantai pasok prospeknya masih sangat bagus,” ujarnya.