- Tidak hanya utangnya yang membengkak, harga saham Waskita Karya pun merangkak turun.
- Utang BUMN Karya sudah meningkat sejak 2015, ketika Presiden Jokowi mulai tancap gas pembangunan infrastruktur.
- Restrukturisasi utang, seperti yang terjadi pada Krakatau Steel, akan terjadi pula pada Waskita Karya.
Baru dua bulan berlalu di 2023, sudah dua gugatan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) dilayangkan kepada PT Waskita Karya Tbk. Badan usaha milik negara atau BUMN karya ini sedang limbung dengan utang yang menggunung.
Gugatan pertama datang dari CV Bandar Agung Abadi per 2 Januari 2023 tapi telah dicabut karena kedua belah pihak sepakat penyelesaian di luar pengadilan. Kedua, gugatan dari PT Megah Bangun Baja Semesta, salah satu vendor proyek perseroan yang meminta pelunasan utang senilai Rp 2,93 miliar.
Buntut dari gugatan perdata, Bursa Efek Indonesia (BEI) menghentikan sementara perdagangan saham, obligasi, dan sukuk perusahaan dengan kode emiten WSKT tersebut. Emiten ini disuspensi sejak 16 Februari karena menunda pembayaran kewajiban alias standstill bunga ke-15 Obligasi Berkelanjutan III Waskita Karya Tahap IV Tahun 2019 Seri B.
Manajemen perusahaan mengatakan penundaan pembayaran disebabkan karena adanya equal treatment alias perlakuan yang sama bagi seluruh pemilik utang. WSKT pun sedang melakukan restrukturisasi yang tertuang dalam Master Restructuring Agreement alias MRA.
“Dapat kami sampaikan bahwa gugatan PKPU tidak berdampak pada kegiatan usaha perseroan, baik secara operasional maupun keuangan,” ujar Direktur Utama Waskita Karya, Destiawan Soewardjono dalam keterbukaan informasi BEI, Senin (20/2).
Implikasi Utang Waskita
Hingga September 2022, liabilitas Waskita Karya mencapai Rp 82,4 triliun. Angka ini turun dari periode sama di tahun sebelumya senilai Rp 88,14 triliun. Utang tersebut terdiri dari liabilitas jangka pendek Rp 19,95 triliun dan liabilitas jangka panjang senilai Rp 62,45 triliun.
Dalam pos liabilitas jangka panjang, utang bank turun dari Rp 49,17 triliun menjadi Rp 47,24 triliun secara tahunan, per September 2022. Hampir separuh dari pinjaman itu disalurkan oleh bank BUMN, senilai Rp 29,3 triliun.
Bank pelat merah yang dimaksud adalah PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI), PT Bank Mandiri Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI), Bank Syariah Indonesia, hingga PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN).
Tidak hanya utangnya yang membengkak, harga saham WSKT pun merangkak turun sejak dua tahun terakhir.
Bila angka ini diteruskan hingga sebelum suspensi, 16 Februari lalu, harga saham WSKT sudah turun 38% dibandingkan tahun sebelumnya. Pada 25 Februari 2022, harga saham WSKT masih di angka Rp 570, turun menjadi Rp 348 hingga 16 Februari 2023.
Saham melandai, begitu pula dengan rating perusahaan. Di hari yang sama dengan suspensi saham Waskita, Pemeringkat Efek Indonesia alias Pefindo turut menurunkan rating WSKT. Per Oktober 2022, rating perusahaan ini masih BBB. Namun, prediksi per Januari 2023 sudah menjadi BBB- dengan keterangan credit watch berimplikasi negatif.
Bagaimana Prospek Saham Waskita Karya?
Dengan kegagalan pembayaran bunga obligasi, para analis sepakat saham Waskita Karya akan tertekan dalam jangka pendek dan menengah. Analis NH Korindo, Leonardo Lijuwardi, menyebut salah satu faktor yang mempengaruhi sentimen ini adalah sistem turnkey yang biasa digunakan perusahaan kontraktor.
Dalam sistem turnkey, pengembang baru membayar kontraktor setelah proyek selesai dibangun. Karena itu, bila pengaturan laporan arus kas internal perusahaan tidak lancar, maka kesehatan dan likuiditas perusahaan akan terganggu.
Anak usaha Waskita Karya, yakni PT Waskita Beton Precast Tbk, juga tidak luput dari masalah. Perusahaan berkode WSBP ini bermasalah dalam pembayaran utang kepada kreditur.
Keadaan itu turut menjadi pengganjal kinerja keuangan Waskita. “Ini menyebabkan adanya rasa kurang percaya dari investor terhadap kemampuan Waskita Karya,” kata Leonardo dalam keterangan tertulis pada Katadata.
Kepala Riset Praus Capital Alfred Nainggolan sependapat dengan hal tersebut. Pandemi Covid-19 telah menekan likuiditas Waskita Karya hingga kesulitan membayar beban keuangan.
Alfred menyoroti ekspansi besar-besaran yang dilakukan Waskita sejak 2017 hingga 2020 yang didanai oleh utang, sehingga membebani keuangan perusahaan. “Maka begitu terjadi gangguan signifikan pada pendapatan karena pandemi, kemampuan bayar WSKT pun turun,” katanya..
Katadata.co.id sebelumnya telah menganalisis dampak dari ambisi pemerintahan Presiden Joko Widodo membangun infrastruktur strategis. Anggaran infrastruktur meningkat tajam, seiring dengan utang besar BUMN Karya.
Utang BUMN Karya sudah meningkat bahkan sejak 2015. Ketika itu, Jokowi mulai tancap gas pembangunan infrastruktur.
Waskita menjadi kontraktor utama untuk proyek jalan tol di era Jokowi. Pada 2017, sekitar 90% dari target ruas tol baru sepanjang 1.260 km menjadi tanggung jawab perusahaan.
Berikut grafik pertumbuhan utang lima BUMN Karya, yaitu Waskita Karya, Pembangunan Perumahan, Adhi Karya, Wijaya Karya, dan Hutama Karya.
Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo pun mengakui, salah satu sebab bengkaknya utang Waskita Karya adalah penugasan dari pemerintah. Sebab, penugasan ini tidak disertai penyertaan modal negara alias PMN sehingga perusahaan menggunakan uang sendiri.
Ruas tol yang dikerjakan Waskita meliputi tol Trans Jawa dan Sumatra. Sebagian besar tol juga adalah proyek tol mangkrak yang diakuisisi dari swasta, sehingga menambah kebutuhan biaya. Total ada 12 jalan tol mangkrak yang diakuisisi Waskita dari swasta pada 2015 hingga 2017.
Pembangunan jalan tol Trans-Sumatra misalnya, menggelontorkan dana Rp 27,8 triliun. Utang WSKT pun turut membengkak karena butuh pembiayaan dari bank untuk menyelesaikan proyek.
“Jadi meningkat empat kali lipat utangnya. Jauh sekali memang, terutama karena penyelesaian tol,” kata pria yang disapa Tiko ini dalam rapat bersama DPR, 2021 lalu.
Restrukturisasi Sebagai Katrol Kinerja Waskita
Kedua analis merumuskan katalis positif yang bisa mengerek kinerja Waskita Karya adalah kejelasan restrukturisasi utang. Melalui restrukturisasi, beban dan tekanan likuiditas perusahaan bisa berkurang. Pemerintah menargetkan restrukturisasi selesai pada April 2023 agar perusahaan bisa melanjutkan proyek strategis, seperti jalan tol.
Katalis kedua, menurut Alfred, adalah proses divestasi aset yang bisa dilakukan Waskita untuk mengurangi utang perseroan. Pada akhir tahun lalu, WSKT sudah berencana menjual lima tol miliknya hingga 2025 untuk mengurangi utang perusahaan.
Lima ruas tersebut antara lain, ruas tol Jalan Tol Pemalang-Batang, Jalan Tol Depok-Antasari, Jalan Tol Bogor-Ciawi-Sukabumi (Bocimi), Jalan Tol Pasuruan-Probolinggo, Jalan Tol Cileunyi-Sumedang-Dawuan (Cisumdawu).
PKPU, menurut Alfred, adalah masalah yang berat bagi emiten. Namun, status Waskita Karya sebagai BUMN memiliki perbedaan khusus, layaknya yang terjadi pada Krakatau Steel.
Perbedaan ini ia lihat terjadi pada restrukturisasi besar-besaran Krakatau Steel senilai Rp 35 triliun pada periode 2019-2020. Angkanya bahkan memecahkan rekor restrukturisasi tertinggi dalam sejarah perbankan Indonesia. “Hal yang sama kami perkirakan akan terjadi pada Waskita,” kata Alfred.
Apa yang Harus Dilakukan Investor?
Sebanyak 24% saham Waskita Karya, atau setara 7,1 miliar lembar berada di tangan masyarakat. Ketika suspensi saham dibuka, Leonardo merekomendasikan penjualan saham, bila ada kesempatan.
Dalam analisisnya, tekanan jual akan tinggi karena rasa pesimis investor dan sentimen buruk yang lebih kuat daripada sentimen positif. “Nanti investor bisa masuk lagi jika sudah ada kejelasan proyek Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara yang digarap Waskita dan jika kondisi kesehatannya sudah membaik,” kata Leonardo.
Alfred pun memperkirakan akan ada overreaction aksi jual ketika suspensi WSKT dibuka, sejalan dengan sentimen negatif tersebut. Prediksinya, sentimen negatif ini juga akan menyebabkan adanya koreksi harga setelah suspensi dibuka. Jadi, ia tidak merekomendasikan investor melakukan cut loss alias menjual saham di harga yang lebih rendah di harga beli.
Meski keadaan serupa juga menerpa emiten BUMN Karya lainnya, kinerja sahamnya tidak seperti Waskita Karya. Alfred menilai perbedaannya berada pada likuiditas dan performa pendapatan BUMN Karya yang sudah menunjukkan pemulihan.
“Dengan demikian, saya melihat kasus WSKT hanya akan menurunkan animo pasar terhadap saham BUMN Karya dalam jangka pendek,” kata Alfred.